Rabu, 24 Februari 2010

KEPRIBADIAN RASULULLAH

KEPRIBADIAN RASULULLAH
MOH. SAFRUDIN
Bagi umat Islam pasti merasakan betapa keindahan akhlak Rasulullah, Muhammad saw. Keindahan itu sangat sulit dilukiskan. Disebutkan bahwa akhlak Rasulullah itu adalah al Qurán. Nabi Muhammad bagaikan al Qurán berjalan. Apa yang diucapkan, dipikirkan, dan yang berada di hati, dan dikerjakan oleh rasulullah adalah implementasi dari isi kitab suci.

Orang mengagumi keberhasilan Rasulullah dalam membangun bangsa Arab. Hanya dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 23 tahun telah berhasil mengubah masyarakat itu. Kunci keberhasilan itu di antarnya, ialah oleh karena ia berbekalkan keindahan akhlaknya itu. Nabi Muhammad dikarunia oleh Allah sifat siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Keempat sifat ini secara sempurna ada pada diri rasulullah.

Apa saja yang dikatakan oleh Rasulullah selalu benar, itulah yang disebut dengan siddiq. Rasulullah selalu menunaikan apa saja yang dipercayakan kepadanya dengan benar, menyeluruh, dan sempurna. Itulah kemudian rasulullah disebut sebagai penjaga amanah yang sempurna. Rasulullah selalu menyampaikan apa saja yang datang dari Allah untuk kepentingan kehidupan umat manusia, dan Rasulullah adalah seorang yang cerdas atau fathonah.

Sifat-sifat itu berlaku universal, selalu relevan dengan tuntutan dan kebutuhan zaman. Kapan pun manusia membutuhkan orang yang pada dirinya memiliki sifa-sifat mulia itu. Seluruh bangsa dan umat manusia di muka bumi ini memerlukan pemimpin yang adil, jujur, bisa berkata yang berbuat secara sama. Orang seperti itulah yang dibutuhkan, kapan dan di manapun. Tetapi, ternyata manusia seperti itu sangat langka dan sulit didapatkan.

Bangsa Indonesia ini sudah lebih 65 tahun merdeka. Bercita-cita ingin menjadi negeri yang adil, makmur, sejahtera, bahagia lahir dan batin. Namun cita-cita itu belum kunjung datang, secara sempurna. Sebagian mungkin telah berhasil meraihnya, tetapi sebagiaa besar lainnya masih jauh dari harapan itu. Orang kemudian menyimpulkan, hal itu disebabkan karena selama ini belum medapatkan pemimpin yang ideal itu.

Satu contoh kecil dan sederhana, sebagai seorang pemimpin, Rasulullah selalu melakukan sholat berjamaáh di masjid dalam setiap waktu. Rasulullah sepanjang hidupnya tidak pernah, tidak memenuhi panggilan adzan. Contoh ini sederhana, tetapi yang sederhana inipun sedemikian sulit didapatkan dalam kehidupan sehari-hari. Padahal dengan selalu sholat berjamaáh, artinya telah membina hubungan baik terhadap dua pihak yang sama-sama penting, yaitu hubungan pada Allah dan sekaligus terhadap sesama manusia. Sholat berjamaáh adalah persemaian lahirya akhlak yang mulia itu. Namun sayangnya, persemaian itu tidak terawat dengan baik. Tidak banyak pemimpin yang peduli dan melakukan kebiasaan mulia itu.


Contoh kecil lainnya, Nabi berpesan kepada seseorang, jangan pernah berbohong. Pesan tersebut dirasa sederhana dan mudah dilaksanakan, sehingga orang yang dipesan merasa akan dengan mudah menunaikannya. Akan tetapi, justru di sini letak betapa beratnya menunaikan pesan itu. Bahkan bangsa kita ini sesunguhya sedang dilanda oleh krisis berupa terbatasnya orang yang bisa dipercaya, tidak terkecuali di kalangan pemimpinnya.

Kasus-kasus korupsi, kolusi, nepotisme, hingga terjadi hiruk pikuk bank century, Bank Indonesiaa, maupun perseteruan di antara beberapa instansi pemerintah selama ini, hanyalah karena awalnya adanya kebohongan itu. Penyakit suka berbohong sesungguhnya tidak ringan. Dalam sejarah, tidak banyak ditemui negara atau bangsa runtuh karena persoalan politik, ekonomi, hukum atau lainnya, tetapi justru yang menjadi penyebab utama keruntuhan sebuah bangsa, adalah karena kebohongan-kebohongan yang tidak bisa dicegah. Dalam sejarah bukti-bukti tentang hal itu sudah banyak. Kaum Ads dan Tsamut telah musnah, menurut tarekh, adalah karena dilanda oleh kebohongan-kebohongan itu.

Semogalah dengan datangnya bulan Maulud 1430 H ini, yaitu bulan kelahiran Rasulullah berhasil mengingatkan kepada kita semua tentang betapa pentingnya akhlak mulia yang seharusnya digunakan untuk membangun diri, keluarga, masyarakat, dan bangsa ini. Muhammad saw., berhasil membangun masyarakat yang sedemikian keras menjadi lembut, karena berbekalkan akhlak yang mulia itu. Ia seorang rasul yang selalu menjaga kebenaran, amanah, tabligh, dan fathonah. Andaikan sifat-sifat mulia itu berhasil kita warisi, apapun yang kita inginkan, insya Allah akan dapat diraih. Wallahu a’lam.

Senin, 22 Februari 2010

PERJALANAN HIDUP MANUSIA

Merenungi Sejenak Perjalanan Abadi Manusia
Oleh Moh. Safrudin, M.PdI

الْحَمْدُ للهِ، خَلَقَ الخَلْقَ وَقَدَّرَ الأَشْيَاءَ، وَاصْطَفَى مِنْ عِبَادِهِ الرُّسُلَ وَالأَنْبِيَاءَ، بِهِمْ نَتَأَسَّى وَنَقْتَدِي، وَبِهُدَاهُمْ نَهْـتَدِي، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْـلٌ مِنَ الحَمْدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأُومِنُ بِهِ وَأَتَوَكَّلُ عَلَيْهِ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْـلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ، أَنْزَلَ عَلَيْهِ رَبُّهُ القُرآنَ المُبِينَ؛ بَلاَغًا لِقَوْمٍ عَابِدِينَ، وَجَعَلَ رِسَالَتَهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ، صلى الله عليه وسلم وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ بإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُ : فيل أيها المسلمون أوصي نفسي و إياكم بتقوى الله فقد فاز المتقون
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang dirahmati Allah
Di tengah kehidupan yang senantiasa bergulir, jumat demi jumat berlalu, seiring itu juga khutbah demi khutbah kita perdengarkan dan menyirami sejenak hati yang penuh ketundukan dan mengharapkan keridhoaan Allah. Kesadaran kemudian muncul dengan tekad untuk menjadi hamba yang Allah yang taat. Namun kadangkala dengan rutinitas yang kembali mengisi hari-hari kita kesadaran itu kembali tumpul bahkan luntur. Oleh sebab itulah melalui mimbar jumat ini khotib kembali mengajak marilah kita berupaya secara sungguh-sungguh memperbaharui keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah, memperbaharui kembali komitmen kita kepada Allah yang sering kita ulang-ulang namun jarang diresapi, sebuah komitmen yang mestinya menyertai setiap langkah kita:
إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأنا من الْمُسْلِمِينَ
Sesungguhnya sholatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah termasuk orang orang yang menyerahkan diri.
Kaum Muslimin Jamaah Sholat Jumat yang berbahagia
Imam Ibnu Katsir menyebutkan dalam Tafsirnya bahwa: Suatu ketika Umar bin Khathab ra bertanya kepada seorang sahabat bernama Ubay Ibnu Ka’ab ra tentang taqwa walau hal itu merupakan suatu yang hal yang sangat mereka ketahui, namun bertanya satu sama lainnya di antara mereka dalam rangka mendalaminya adalah hal yang sangat mereka sukai. Kemudian Ubay balik bertanya: “Wahai Umar, pernahkah engkau melalui jalan yang di penuhi duri?” Umar menjawab, "ya, saya pernah melaluinya. Kemudian Ubay bertanya lagi: “Apa yang akan engkau lakukan saat itu?”. Umar menjawab: “Saya akan berjalan dengan sangat berhati-hati, agar tak terkena duri itu”. Lalu Ubayberkata: “Itulah takwa”.
Dari riwayat ini kita dapat mengambil sebuah pelajaran penting, bahwa takwa adalah kewaspadaan, rasa takut kepada Allah, kesiapan diri, kehati-hatian agar tidak terkena duri syahwat dan duri syubhat di tengah perjalanan menuju Allah, menghindari perbuatan syirik, meninggalkan perbuatan maksiat dan dosa, yang kecil maupun yang besar. Serta berusaha sekuat tenaga mentaati dan melaksanakan perintah-perintah Allah dengan hati yang tunduk dan ikhlas.
Hadirin Jama’ah sholat jumat rahimakuullah
Setiap orang beriman pasti akan menyadari bahwa ketika ia hidup di dunia ini, ia akan hidup dalam batas waktu tertentu yang telah ditetapkan oleh penciptanya, Allah SWT. Usia manusia berbeda satu sama lainnya, begitu juga amal dan bekalnya. Setiap orang yang berimanpun amat menyadari bahwa mereka tidak mungkin selamanya tinggal di dunia ini. Mereka memahami bahwa mereka sedang melalui perjalanan menuju kepada kehidupan yang kekal abadi. Sungguh sangat berbeda dan berlawanan sekali dengan kehidupan orang-orang yang tidak beriman. Allah berfirman:
بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا . وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى
"Tetapi kamu (orang-orang kafir) lebih memilih kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal. (QS. Al-A’la: 16-17)
Sayangnya, kesadaran ini seringkali terlupakan oleh diri kita sendiri. Padahal, bukan tidak mungkin, hari ini, esok, atau lusa, perjalanan itu harus kita lalui, bahkan dengan sangat tiba-tiba. Jiwa manusia yang selalu digoda oleh setan, diuji dengan hawa nafsu, kemalasan bahkan lupa, kemudian menjadi lemah semangat dalam mengumpulkan bekal dan beribadah, membuat kita menyadari sepenuhnya bahwa kita adalah manusia yang selalu membutuhkan siraman-siraman suci berupa Al-Quran, mutiara-mutiara sabda Rosulullah, ucapan hikmah para ulama, bahkan saling menasehati dengan penuh keikhlasan sesama saudara seiman. Sehingga kita tetap berada pada jalan yang benar, istiqomah melalui sebuah proses perjalanan menuju Allah SWT.
Hadirin Jama’ah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Jika kita membuka kembali lembaran kisah salafus shalih, kita akan menemukan karakteristik amal yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada diantara mereka yang konsent pada bidang tafsir, hadits, fiqih, pembersihan jiwa dan akhlak, atau berbagai macam ilmu pengetahuan lainnya. Namun, satu persamaan yang didapat dari para ulama tersebut, yaitu kesungguhan mereka beramal demi memberikan kontribusi terbaik bagi sesama. Sebuah karya yang tidak hanya bersifat pengabdian diri seorang hamba kepada Penciptanya saja, namun juga mempunyai nilai manfaat luar biasa bagi generasi berikutnya.
Marilah kita renungi firman Allah berikut:
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu dari (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (QS. Al Qashash: 77).
Hadirin yang dimuliakan Allah
Dari ayat ini kita dapat mengambil pelajaran penting, tentang beberapa prinsip yang perlu kita sadari bersama akan keberadaan kita di dunia ini.
Pertama, prinsip mengutamakan kebahagiaan kehidupan akherat. Prinsip ini menghendaki agar dalam melaksanakan kehidupan di dunia, kita senantiasa mengutamakan pertimbangan nilai akherat. Namun perlu dipahami, mengutamakan kebahagiaan akherat bukan berarti dalam mewujudkan kebahagiaan duniawi diabaikan begitu saja, sebab amal akherat tidak berdiri sendiri dan terlepas dari amal duniawi. Sungguh amat banyak amalan akherat yang berhubungan erat dalam mewujudkan kebahagian duniawi.
Umpamanya sholat, seorang yang melaksanakan shalat dengan tekun dan disiplin bukanlah semata-mata sebagai amal akherat yang tidak berdampak duniawi, sebab bila shalat itu dilaksanakan menurut tuntutan Allah dan rasulNya, yang secara berjamaah, niscaya ia akan banyak memberikan hikmah dalam kehidupan dunia. Dengan shalat yang benar akan dapat mencegah seseorang dari berbuat keji dan munkar. Dengan demikian manusia akan terhindarnya dari perbuatan yang dapat merugikan orang lain, sehingga terciptalah ketenteraman hidup bersama di dunia ini.
Begitu juga dengan infak dan shodaqoh, seorang yang beramal dengan niatan mulia untuk mendapatkan ganjaran berupa pahala dari Allah di akherat, maka dengan hartanya tersebut dapat memberikan manfaat bagi kehidupan orang lain yang membutuhkan.
Kedua prinsip ‘ahsin’ yaitu senantiasa menghendaki kebaikan. Bila seseorang menanamkan prinsip ini dalam dirinya, niscaya ia akan menunjukkan diri sebagai orang yang pada dasarnya selalu menghendaki kebaikan. Ia akan senantiasa berprasangka baik kepada orang lain, selalu berusaha berbuat baik dan berkata baik dalam pergaulan di kehidupan sehari-hari.
Maka akan selalu tampillah kebaikan demi kebaikan, mempersembahkan sebuah karya terbaiknya untuk kemanfaatan masyarakat disekitarnya, peduli akan kemaslahatan umum, dan meninggalkan sebuah kebaikan yang akan selalu dapat dikenang oleh orang banyak walaupun ia sudah pergi terlebih dahulu menuju kehidupan yang abadi.
Ketiga adalah prinsip walaa tabghil fasada fil ardh’ yaitu prinsip untuk tidak berbuat kerusakan. Bila prinsip ini dipegang teguh, seseorang akan lebih melengkapi prinsip yang kedua, yakni melengkapi upayanya berbuat baik dengan upaya menghindari perbuatan yang merusak. Terjadinya kerusakan alam, kerusakan moral, kerusakan dalam tatanan kehidupan masyarakat sering kali terjadi karena sudah hilangnya kesadaran akan tujuan hidup yang sesungguhnya, sehingga seorang lupa bahwa sesungguhnya ia tidak dibiarkan begitu saja, bahwa ia akan mempertanggung jawabkan segala perbuatannya ketika ia menghadap Allah di akherat kelak.
Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah
Allah swt mengingatkan kita dengan firmannya:

وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqoroh: 197)
Walaupun ayat di atas menjelaskan tentang bekal penting dalam perjalanan ibadah haji, namun sesungguhnya ia merupakan gambaran ketika manusia akan menghadap Allah di padang mahsyar kelak, ibadah haji merupakan miniatur gambaran manusia yang akan dikumpulkan di padang mahsyar nanti sebagaimana halnya mereka berkumpul di padang arafah. Maka bekalan utama yang dapat menyelamatkan itu adalah taqwa.
Firman Allah SWT di atas juga memiliki makna tersirat bahwa manusia memiliki dua bentuk perjalanan, yakni perjalanan di dunia dan perjalanan dari dunia. Perjalanan di dunia memerlukan bekal, baik berbentuk makanan, minuman, harta, kendaraaan dan sebagainya. Sementara perjalanan dari dunia juga memerlukan bekal.
Namun perbekalan yang kedua yaitu perbekalan perjalanan dari dunia menuju akhirat, lebih penting dari perbekalan dalam perjalanan pertama yakni perjalanan di dunia. Imam Fachrurrozi dalam dalam tafsirnya menyebutkan ada lima perbandingan antara keduanya:

Pertama, perbekalan dalam perjalanan di dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang belum tentu terjadi. Tapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari penderitaan yang pasti terjadi.

Kedua, perbekalan dalam perjalanan di dunia, setidaknya akan menyelamatkan kita dari kesulitan sementara, tetapi perbekalan untuk perjalanan dari dunia, akan menyelamatkan kita dari kesulitan yang tiada tara dan tiada habis-habisnya.

Ketiga, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan menghantarkan kita pada kenikmatan dan pada saat yang sama mungkin saja kita juga mengalami rasa sakit, keletihan dan kepayahan. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia menuju akhirat, akan membuat kita terlepas dari marabahaya apapun dan terlindung dari kebinasaan yang sia-sia.

Keempat, perbekalan dalam perjalanan di dunia memiliki karakter bahwa kita akan melepaskan dan meninggalkan sesuatu dalam perjalanan. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia, memiliki karakter, kita akan lebih banyak menerima dan semakin lebih dekat dengan tujuan.

Kelima, perbekalan dalam perjalanan di dunia akan mengantarkan kita pada kepuasan syahwat dan hawa nafsu. Sementara perbekalan untuk perjalanan dari dunia akan semakin membawa kita pada kesucian dan kemuliaan karena itulah sebaik-baik bekal. (Tafsir Ar-Raazi 5/168)

Sesungguhnya perjalanan itu cukup berat, dan masih banyak bekal yang perlu disiapkan. Semua kita pasti tahu bekalan yang sudah kita siapkan masing-masing. Jika kita anggap bekalan itu masih kurang, tentu kita tidak akan rela seandainya tidak lama lagi ternyata kita harus segera menempuh perjalanan menuju akhirat itu.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أما بعد : فيا أيها المؤمنون اتقوا الله تعالى قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
Hadirin siding sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Lalu apa yang perlu menjadi bahan perhatian kita dalam mempersiapkan bekalan untuk melalui perjalan dari dunia ini menuju ke kehidupan yang abadi di akherat?
Untuk itu minimal ada tiga hal yang perlu menjadi bahan perhatian kita bersama.
Pertama, bekal berupa keimanan yang benar dan kokoh, aqidah yang bersih dan suci dari unsur-unsur kesyirikan. Meyakini dengan sebenarnya, bahwa Allah adalah tuhan yang Esa, kepada-Nya sajalah tempat bergantung, Ia adalah Pencipta, Pemberi rezeki, Pengatur alam semesta, kemudian memurnikan ibadah kepada-Nya, ikhlas dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban yang telah Ia perintahkan oleh Allah. Allah berfirman:

أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
"Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." (QS Al-Kahfi: 110)
Kedua, kesungguhan dalam amal sholeh dan dalam menangkap segala peluang kebajikan. Seperti halnya perjalanan jauh yang akan dilalui, jika tidak disertai dengan kesungguhan dalam mengatur waktu dan mempersiapkan segala sesuatunya, maka boleh jadi ia akan tertinggal, bahkan tersesat dan kebingungan. Sesungguhnya apa yang dilakukan seseorang adalah berpulang untuk dirinya sendiri. Allah berfirman:
مَن كَانَ يَرْجُو لِقَاء اللَّهِ فَإِنَّ أَجَلَ اللَّهِ لَآتٍ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ . وَمَن جَاهَدَ فَإِنَّمَا يُجَاهِدُ لِنَفْسِهِ إِنَّ اللَّهَ لَغَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu (yang dijanjikan) Allah itu, pasti datang. Dan Dialah Yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. Barangsiapa yang bersungguh-sungguh (berjihad), maka sesungguhnya kesungguhan itu (jihadnya) adalah untuk dirinya sendiri. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS. Al-Ankabut: 5-6)
Hadirin sidang jumat yang berbahagia
Kemudian penting halnya juga untuk menangkap setiap peluang amal di sekitar kita, meski amal itu sederhana dan tidak datang setiap waktu. Cukuplah menjadi pelajaran kita bersama tentang kisah seorang pelacur yang rela mengambilkan minum untuk seekor anjing yang kehausan, padahal ia sendiri sedang dahaga luar biasa, namun dengan amalan itu ternyata dapat mengantarkan dirinya ke surga. Meski terkesan sederhana, dan jarang terjadi, namun berefek dapat menghapuskan dosa pelakunya.
Mahasuci Allah, kesempatan seperti ini memang tidak datang dua kali, namun pasti akan kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Hanya saja, perlu kejelian dan kesungguhan hati dalam mengenalinya.
Ketiga dan terakhir, mewaspadai akan hilangnya bekal yang telah dikumpulkan, lantaran sikap kita terhadap orang lain. Inilah kerugian yang besar, jika hilangnya bekal di dunia, masih ada kesempatan untuk dicari kembali, namun jika hilangnya bekal itu di akhirat bagaimana mungkin untuk mengumpulkannya kembali, sedang hisab telah menunggu.
Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw suatu ketika bertanya kepada para sahabat: “Tahukah kalian siapakah orang yang rugi?” Maka para sahabat menjawab: “orang yang rugi di antara kami adalah orang yang tidak mempunyai uang dan harta. Maka Rasulullah saw menjawab, “bukan itu, akan tetapi orang yang rugi dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) sholat, puasa dan zakatnya, namun dahulu di dunianya dia telah mencela si fulan, menuduh si fulan, memakan harta si fulan, menumpahkan darah si fulan dan telah memukul orang lain dengan tanpa hak, maka diberikan pahala kebaikannya kepada orang tersebut, dan kepada si fulan yang lain diberikan pula pahala kebaikannya yang lain, maka apabila kebaikannya sudah habis sebelum dia melunasi segala dosanya, maka kesalahan si fulan yang dizalimi di dunia itu dibebankan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke api neraka. (HR. Muslim)
Sungguh inilah kerugian yang besar dan amat menyedihkan. Bekalan yang sudah disiapkan semasa di dunia, tidak dapat menolongnya sama sekali. Maka kebersihan hati, kebersihan ucapan, kebersihan sikap, berbaik sangka kepada sesama orang beriman harus selalu ditanamkan di dalam hati masing-masing, agar setiap kebaikan yang telah dilakukan tidak hilang sia-sia.
Kerugian lain adalah kerugian karena memikul dosa yang berat. Begitulah bagi mereka orang-orang yang mendustakan bertemu dengan penciptanya karena terlena dengan kenikmatan dunia. Allah berfirman:
قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُواْ بِلِقَاء اللّهِ حَتَّى إِذَا جَاءتْهُمُ السَّاعَةُ بَغْتَةً قَالُواْ يَا حَسْرَتَنَا عَلَى مَا فَرَّطْنَا فِيهَا وَهُمْ يَحْمِلُونَ أَوْزَارَهُمْ عَلَى ظُهُورِهِمْ أَلاَ سَاء مَا يَزِرُونَ . وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلاَّ لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَلَلدَّارُ الآخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ أَفَلاَ تَعْقِلُونَ
“Sungguh telah rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Tuhan; sehingga apabila kiamat datang kepada mereka dengan tiba-tiba, mereka berkata: "Alangkah besarnya penyesalan kami, terhadap kelalaian kami tentang kiamat itu!", sambil mereka memikul dosa-dosa di atas punggungnya. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu. Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS. Al-An’am: 31-32)
Begitulah juga ungkapan penyesalan yang disampaikan di dalam Al-Quran:
يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي
“Duhai, alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku ini.” (QS Al-Fajr:24).
Dalam ayat yang lain Allah mengingatkan:
وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا
“Dan tiap-tiap mereka orang akan datang kepada Allah pada hari qiyamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 95)
Maka seharusnya setiap orang yang beriman benar-benar memberikan perhatian besar dalam mempersiapkan diri dan mengumpulkan bekal untuk menghadapi hari yang kekal dan abadi itu. Karena pada hakikatnya, hari inilah masa depan manusia yang sesungguhnya. Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah disiapkannya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al-Hasyr:18).
Dan yang terakhir khatib tutup khutbah ini dengan firman Allah:
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا فِي هَذِهِ الدُّنْيَا حَسَنَةٌ وَلَدَارُ الْآخِرَةِ خَيْرٌ وَلَنِعْمَ دَارُ الْمُتَّقِينَ (30) جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ لَهُمْ فِيهَا مَا يَشَاءُونَ كَذَلِكَ يَجْزِي اللَّهُ الْمُتَّقِينَ
Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampung akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa, (yaitu) syurga 'Adn yang mereka masuk ke dalamnya, mengalir di bawahnya sungai-sungai, di dalam surga itu mereka mendapat segala apa yang mereka kehendaki. Demikianlah Allah memberi balasan kepada orang-orang yang bertakwa. (QS. An-Nahl: 30-31)
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.

Jumat, 19 Februari 2010

MEMAKMURKAN MASJID

Sudah sekian banyaknya tempat ibadah telah dimiliki oleh umat Islam, seperti masjid, musholla, langgar dan atau istilah lainnya. Tempat ibadah itu ada di mana-mana. Bahkan, akhir-akhir ini berbagai fasilitas umum, hingga pom bensin pun dilengkapi dengan fasilitas tempat sholat.

Di wilayah atau daerah tertentu, di mana jumlah penduduk mayoritas muslim, selalu terdapat tempat ibadah itu. Fasilitas itu dibangun oleh masyarakat, baik melalui kerja bersama-sama atau dibangun oleh perseorangan. Membangun tempat ibadah sudah menjadi kesadaran bagi banyak orang. Sehingga jika ada rencana membangun masjid, sekalipun dananya kurang, akhirnya akan terselesaikan juga. Sering dikatakan, bahwa tidak pernah ada orang membangun masjid tidak selesai.

Persoalan selanjutnya adalah bagaimana memanfaatkan tempat ibadah itu. Tidak sedikit tempat ibadah sedemikian bagus bangunannya, tetapi pada setiap waktu sholat, hanya digunakan oleh beberapa orang saja, kecuali pada hari Jum�t. Tidak sedikit masjid baru ramai jika datang hari jum�t. Rupanya tidak sedikit umat Islam, teringat masjid hanya seminggu sekali, yaitu pada hari jum�t itu.

Hadits nabi terkait tentang betapa pentingnya sholat berjama�h di masjid tidak kurang jelasnya. Nabi Muhammad menjalankan sholat lima waktu, selalu berjama�h dan di masjid. Tetapi apa yang dilakukan oleh Nabi ternyata belum selalu ditiru oleh umatnya. Nabi juga tidak saja memanfaatkan masjid untuk sholat, tetapi juga untuk kegiatan-kegiatan social lainnya. Masjid merupakan milik bersama bagi kaum muslimin. Intensitas pertemuan bagi kaum muslimin di masjid kala itu demikian tinggi, sehingga tempat itu benar-benar menjadi tali pengikat persatuan umat.

Di zaman modern sekarang ini, sarana lain untuk mengumpulkan orang dibangun organisasi, baik yang bersifat politik ataupun social lainnya. Berdirinya organisasi itu sesungguhnya baik dan strategis, untuk dijadikan sebagai basis gerakan perjuangan umat. Tetapi ternyata tidak sedikit partai atau organisasi Islam yang selalu konflik dan akhirnya gerakannya tidak jalan. Dalam hal membangun persatuan, sepertinya memang tidak ada beda, antara organisasi politik dan saosial yang berlabelkan Islam dengan yang bukan. Konflik disfungsional selalu terjadi di mana dan kapan saja.

Sesungguhnya, masjid rupanya lebih kokoh dan efektif untuk menyatukan umat dari pada organisasi, baik organisasi politik maupun organisasi social. Namun rupanya orang lebih menyukai untuk menggunakan organisasi, walaupun pada kenyataannya tidak efektif itu. Umpama kedua-duanya digunakan, yaitu membangun organisasi yang selalu berbasis di masjid, mungkin akan lebih nyata hasilnya. Konflik sekalipun tidak bisa dihillangkan sama sekali, paling tidak mungkin bisa dikurangi.

Jika hal tersebut bisa diwujudkan, maka organisasi social politik dan keagamaan, sekaligus bisa digunakan sebagai instrument memakmurkan masjid. Selain itu, dengan mengambil tempat ibadah sebagai basisnya, organisasi social dan lainnya itu menjadi terhindar dari kemungkinan terjadinya banyak konflik. Sebab, rasanya keterlaluan jika di tempat ibadah pun orang juga masih berebut, bertengkar, dan bercerai berai. Bukankah di sana, pada setiap waktu diajari bagaimana membangun shof yang lurus dan rapat. Walahu a�lam.

Rabu, 17 Februari 2010

JAGAN MARAH

Jangan Marah
By admin • Feb 3rd, 2010 • Category: Kajian Hadits

Dari sahabat Abu Hurairah ra, bahwasanya seseorang pernah datang meminta nasehat kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Berikanlah nasehat kepadaku.” Rasulullah Saw menjawab : “Janganlah engkau marah.” Orang itu pun mengulang-ulang pertanyaan yang sama dan Nabi Saw (tetap) menjawabnya, “Janganlah engkau marah.” (HR. Bukhori)

Dalam kehidupan sehari-hari sering kita dengar dan jumpai fenomena orang yang sedang marah. Kemarahan bisa diakibatkan oleh dua faktor: internal maupun eksternal.

Tiba-tiba saja seseorang marah-marah lantaran kurang sabar, merasa beban terlalu berat, bosan, merasa gagal, merasa tidak mampu atau sebab-sebab lain yang didominasi oleh emosi dan perasaan ketidakmampuan diri. Padahal sekiranya ia mau bersabar dan lebih bersungguh-sungguh akan dapat mengatasi persoalannya dengan baik.

Di sisi lain terkadang seseorang bisa marah besar karena faktor-faktor luar yang menekan, seperti sikap atasan yang kasar dan mengancam, peraturan dan lingkungan pekerjaan yang tidak nyaman, ancaman PHK dan kehilangan pekerjaan yang sudah di depan mata, ancaman hukuman atas suatu kesalahan yang pernah dilakukan dan sebagainya. Faktor luar ini bisa semakin memperburuk keadaan jika mentalitas diri tidak terkendali dan akibatnya bisa fatal dan memporak-porandakan apa saja yang sudah direncanakan bahkan bisa meluas dan merugikan pihak lain.

Tidak sedikit akibat emosi yang tak terkendali, orang bisa saja melontarkan kata-kata keji, mencela, mengumpat, sumpah serapah, membanting dan merobek-robek barang berharga, melempar, merusak dan membakar gedung, melakukan tindakan kejam dan sadis, menyakiti bahkan menghilangkan nyawa orang lain atau melakukan tindakan bunuh diri. Persoalan bisa semakin panjang lantaran masalahnya sudah merambah ke wilayah yang lebih luas: antar keluarga, suku, organisasi dan seterusnya. Bisa dibayangkan, akibatnya pasti sangat dahsyat dan bahkan mengerikan. Inilah deretan bahaya nyata ketika seseorang sedang emosi dan marah.

Hadits di atas adalah salah satu nasehat penting yang melarang sikap marah dan menganjurkan sikap kesabaran dan pengendalian diri. Karenanya Rasulullah Saw bersabda, “Orang yang kuat itu bukanlah orang yang pandai bergulat, tetapi orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika ia sedang marah.”

Penjelasan Hadits

Terdapat dua penjelasan mengenai siapa lelaki yang bertanya kepada Rasulullah Saw pada hadits di atas. Pertama adalah Abu Darda’ ra, sebagaimana riwayat Thabrani, dan kedua Jariyah Ibnu Qudamah ra sebagaimana riwayat Ahmad.

Hadits ini memberi arah yang sangat jelas bahwa marah merupakan sumber keburukan, sedangkan pengendalian diri adalah kunci kebaikan dan kesuksessan dunia dan akhirat. Dalan riwayat Imam Ahmad, seseorang yang bertanya itu berkata, “Setelah itu saya memahami, bahwa kemarahan mencakup seluruh kejahatan.” Artinya, jika tidak marah maka sebenarnya seseorang telah meninggalkan semua kejahatan.

Dalam satu riwayat disebutkan, bahwa seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Saw “Perbuatan apakah yang paling mulia?” Rasulullah Saw menjawab, “Akhlak yang terpuji, yaitu janganlah kamu marah, meskipun kamu mampu melampiaskannya.”

Setiap muslim dituntut untuk berperilaku dan berakhlak islami, dan salah satu tanda ketaqwaan seseorang ada pada kemampuannya untuk mengendalikan sikap marah dan itulah sifat penghuni surga (QS. Ali Imran : 133-134).

Dikatakan “dewasa” jika seseorang mampu menahan diri dari sikap emosional. Ia mampu mengatasi gejolak jiwa dan akalnya lebih dari sekadar melampiaskan amarah dengan fisik dan mengandalkan otot. Apa yang kita saksikan selama ini melalui berbagai pemberitaan baik melalui media cetak maupun media elektronik berupa fenomena anarkisme yang dilakukan oleh sebagian masyarakat adalah gambaran ketidakdewasaan diri dalam bersikap dan bertindak, sehingga sikap tersebut bukannya menyelesaikan masalah tetapi malah menambah masalah.

Orang harus berpikir seribu kali kalau mau bertindak secara emosional, jika tidak ingin di kemudian hari sikap tersebut berbalik menjadi kendala besar yang menghambat dan menghancurkan semua cita-cita dan harapannya.

Banyak hal yang menyebabkan seseorang gampang marah: sombong, membanggakan diri, menghina orang lain, banyak bercanda, suka berdebat, ambisi terhadap harta dan kekuasaan, iri dan dengki dan banyak lagi faktor penyebab yang lainnya.

Sebagai kebalikan dari kebiasaan suka marah, hendaknya kita sedikit bicara dan banyak bekerja, serta memberian keteladaan dalam kebaikan. Adapun mencegah dan meredam marah bisa dilakukan dengan banyak cara, antara sebagai berikut.

Pertama, melatih dan membiasakan diri dengan berbagai akhlak terpuji seperti sabar, lemah lembut, tidak tergesa-gesa, dan lain-lain.

Kedua, mengingat-ingat dampak dari marah, keutamaan meredam marah dan keutamaan memaafkan kesalahan orang lain yang berbuat salah. Imam Ahamd, Abu Dawud, Tirmidzi dan Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw bersabda “Barangsiapa yang menahan amarah dan ia sebenarnya mampu untuk melampiaskannya, maka pada hari kiamat nanti ia akan dipanggil oleh Allah dihadapan semua makhluk-Nya, lalu ia disuruh memilih bidadari yang ia inginkan”

Ketiga, membaca ta’awudz (A’udzu billahi minasy syaithanir rajim). “Dan jika engkau ditimpa godaan syetan, maka berlindunglah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-A’raf : 200).

Keempat, mengubah posisi tubuh. Rasulullah Saw bersabda, “Jika salah seorang diantara kalian marah sementara dia berdiri, maka hendaklah ia duduk sehingga kemarahannya hilang. Jika belum juga hilang maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad dan Abu Dawud)

Kelima, menghentikan bicara, karena dengan tetap bicara sangat mungkin kemarahannya bertambah, atau ia mengucapkan perkataan yana akan ia sesali setelah kemarahannya reda. Rasulullah Saw bersabda, “Jika salah seorang diantara kamu marah maka diamlah.” Nabi Saw mengucapkannya tiga kali (HR, Ahmad, Tirmidzi, Abu Dawud)

Keenam, berwudhu, karena pada dasarnya marah adalah api yang membara dalam diri manusia, maka air akan memadamkan api tersebut. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya kemarahan pada dasarnya adalah bara yang sedang membakar di hati anak Adam.” (HR Ahmad dan Tirmidzi) Beliau juga bersabda, “Sesungguhnya amarah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api. Jika salah seorang diantara kalian marah maka hendaklah ia berwudhu.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Meski demikian, ada kondisi-kondisi khusus dimana seseorang dibolehkan untuk marah, yaitu marah untuk membela agama Allah, dan untuk membela kehormatan seorang muslim yang diinjak-injak. Dalam kondisi seperti itu marah menjadi suatu tindakan yang terpuji. Allah SWT berfirman, “Perangilah mereka niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) teman-temanmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, melegakan hati orang-orang beriman dan menghilangkan kemarahan mereka.” (QS Taubah : 15) Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Rasulullah Saw tidak pernah marah, namun jika larangan Allah dilanggar maka tidak ada sesuatu pun yang dapat meredam kemarahannya. (HR. Bukhori dan Muslim).

Akhirnya, semoga Allah menjauhkan kita semua dari sifat marah dan menjadikan kita lebih dewasa dalam segala hal. Amin.

Senin, 15 Februari 2010

KEJUJURAN SEKARANG MENJADI BARANG LANGKA

Umpama semua pejabat Bank itu jujur, maka tidak akan ada pekerjaan yang sedemikian sulit dan panjang menyelesaikan kasus-kasus penyimpangan. Bank Century tidak akan menjadi berita besar dan memakan waktu berbulan-bulan menyelesaikannya jika di lembaga keuangan dan pejabat yang terkait dengan itu jujur semua. Umpama pejabat bank itu jujur, maka juga tidak akan ada orang yang banyak memiliki uang itu, sampai masuk penjara. Umpama para pejabat di berbagai level itu telah dipercaya kejujurannya, maka DPR juga tidak perlu membentuk panitia khusus hak angket yang harus bersidang berlama-lama. Demikian pula, para aktivis tidak perlu berdemonstrasi, dengan penampilan dan mengeluarkan kata-kata semaunya.

Umpama kepolisian, kejaksanaan, kehakiman, DPR, pimpinan BUMN, dan semua pejabat pemerintah bersifat jujur semua, maka tidak perlu lahir Komisi Pemberantasan Korupsi. Selain itu, manakala kejujuran bisa dijaga, maka para pejabat akan berwibawa di mata rakyat. Bermilyard-milyard uang negara, yang seharusnya digunakan untuk membiayai proyek-proyek kepentingan rakyat menjadi terselamatkan. Umpama kejujuran itu bisa dijalankan oleh siapapun di negeri ini maka bangsa ini telah lama meraih kejayaannya.

Umpama para pejabat pemerintah setelah mengucapkan sumpah jabatan sesuai dengan agamanya masing-masing konsisten dengan sumpahnya itu, maka juga tidak akan terjadi saling curiga mencurigai, saling menduga-duga, membuat pengawasan yang ketat, yang semuanya itu sesungguhnya berbiaya mahal. Orang yang saling mencurigai di antara sesame tidak akan menjadikan hidupnya tenteram. Akibat lainnya, hubungan silaturrahmi menjadi kendor, dan akhirnya pekerjaan tidak bisa diselesaikan dengan sebaik-baiknya.

Contoh kecil lainnya, tetapi cukup aktual, bahwa Ujian Nasional (UN) tidak akan memerlukan sekian banyak pengawas, termasuk harus melibatkan kalangan perguruan tinggi, jika pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan ujian itu dipercaya kejujurannya. Rasanya aneh, sebatas ujian nasional saja harus menggerakkan sedemikian banyak orang dengan biaya milyardan rupiah. Namun hal itu harus dilakukan, karena ditengarai bahwa di lembaga pelatihan orang jujur itu pun ternyata juga belum berhasil sepenuhnya ditegakkan kejujura. Sungguh sangat aneh, lembaga pendidikan pun masih harus dicurigai, karena ditengarai belum mampu menegakkan kejujuran.

Akan tetapi, memang begitulah keadaannya, di mana-mana masih banyak penyimpangan, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. Undang-undang, peraturan, tata tertib, pedoman, himbauan masih diabaikan begitu saja. Banyak orang tidak jujur agar pekerjaannya dapat diselesaikan lebih mudah, cepat, beruntung besar, atau berhasil apa yang dimaui sekalipun tanpa syarat-syarat yang dianggap berat dan menyulitkan. Orang juga melakukan apa saja yang diinginkan agar mendapatkan sesuatu atau beruntung besar sekalipun harus melanggar etika kejujuran. Semua itu karena kejujuran belum bisa dimiliki oleh para pemimpin, pejabat, dan banyak orang lainnya.

Sebagai akibat minimnya kejujuran itu, maka betapa besar jumlah pemborosan yang harus dikorbankan oleh negara, baik berupa pikiran, tenaga, uang, dan kekayaan lainnya. Bermilyard-milyard dan bahkan triliyunan rupiah uang rakyat hilang percuma gara-gara pemegang amanah tidak jujur. Selain itu, berapa banyak para pejabat sebagai orang penting, terhormat, dan pilihan di antara sekian banyak lainnya, ternyata harus masuk penjara, karena tidak jujur itu. Itu semua menggambarkan dan sekaligus mengingatkan bahwa menjadi pintar adalah penting, tetapi kepintaran itu harus diikuti oleh kejujuran.

Tidak bisa dibayangkan berapa besar biaya yang harus dikeluarkan untuk mendidik orang-orang hingga menjadi pintar, dan akhirnya dipilih dan diangkat menjadi pejabat tinggi itu. Orang-orang cerdas, pintar, dan unggul kemudian diangkat menjadi pejabat tinggi itu sesungguhnya adalah merupakan kekayaan bangsa ini. Mengantarkan orang menjadi cerdas, pintar dan unggul juga bukan pekerjaan mudah. Diperlukan pendidikan yang berkualitas dan guru yang hebat. Namun orang cerdas, pintar, dan unggul itu tidak akan bermakna apa-apa, jika yang bersangkutan tidak jujur. Pada saat sekarang ini bukti tentang hal itu sudah sekian banyak. Banyak orang disebut cerdas, pintar, dan unggul tetapi karena minus kejujuran, maka hanya menjadi bagaikan sampah, mereka dimasukkan ke penjara.

Kejujuran ternyata memang sangat mahal dan penting. Dengan kejujuran maka kerugian apapun bisa dihindari. Berteman dengan orang jujur akan menjadi tenang dan aman. Begitu pula, jika sebuah komunitas, kantor, organisasi, institusi dan bahkan negara, dipimpin orang jujur maka akan merasa aman dan tidak akan ada yang dirugikan. Namun sayangnya, kejujuran belum dijadikan tema besar sebagai sesuatu yang mendesak dan penting untuk diperjuangkan. Lembaga pendidikan pun pada kenyataannya baru mengedepankan betapa pentingnya kepintaran dan kecerdasan, belum terlalu memperhatikan betapa pentingnya aspek kejujuran lebih dikedepankan.

Contoh agung dan mulia yaitu Nabi Muhammad saw., sejak kecil dikenal sebagai orang yang amat jujur, dan sama sekali tidak pernah berbohong, hingga oleh semua anggota masyarakat lingkungannya, ia diberi gelar al- Amien. Melalui contoh itu, maka seharusnya kejujuran bagi siapapun, apalagi orang yang menduduki posisi pemimpin, harus dijadikan syarat utama. Artinya, siapapun tidak boleh menjadi pemimpin, jika tidak diketahui benar sebagai orang jujur. Begitu pula lembaga pendidikan tingkat apapun, mestinya tidak boleh meluluskan seseorang, jika yang bersangkutan belum berhasil menampakkan kejujurannya. Kejujuran,------- karena mahalnya itu, harus diletakkan pada posisi utama dan pertama. Wallau a’lam.

RPP BAHASA ARAB

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. 1

Satuan Pendidikan : MAN 1 Kendari
Mata Pelajaran : Bahasa Arab
Pertemuan Ke- : 1 dan 2
Materi Pokok :
Kelas/Semester : X/1
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A. Standar Kompetensi :
1. Menyimak.
Memahami informasi lisan berbentuk paparan atau dialog

B. Kompetensi dasar :
1.1 Mengidentifikasi bunyi, ujaran (kata, frasa atau kalimat) dalam suatu konteks dengan tepat.
1.2 Menangkap makna dan gagasan atau ide dari berbagai bentuk wacana lisan secara tepat

C. Indikator :
Siswa mampu:
• Mengidentifikasi bunyi, ujaran (kata, frasa atau kalimat) dengan tepat.
• Membaca bahan istima’ dengan lafal dan intonasi yang baik dan benar.
• Memahami makna paparan atau percakapan dengan baik dan benar.
• Menjawab pertanyaan-pertanyaan/latihan tentang pemahaman yang berbentuk objektif mengenai kandungan bahan istima’ dengan baik dan benar.

D. Tujuan Pembelajaran :
Setelah kegiatan pembelajaran siswa dapat memahami informasi lisan berbentuk paparan atau dialog dengan baik dan benar.

E. Metode :
Metode Langsung, Metode Aural-Oral Approach, dan Metode Membaca.

F. Pendekatan :
Aural-oral, komunikatif dan humanistik.

G. Langkah-langkah Pembelajaran :

Pertemuan I
1. Kegiatan Awal (Pendahuluan)
 Apersepsi
 Menyampaikan SK, KD yang harus dicapai siswa
2. Kegiatan Inti
 Menyimak materi istima’
 Siswa membaca materi istima’ secara bersama-sama
 Siswa membaca materi istima’ secara berpasangan/berkelompok
3. Kegiatan Akhir
 Pemberian tugas
 Kesimpulan, penutupan dan do’a

Pertemuan II
1. Kegiatan Awal (Pendahuluan)
 Apersepsi
 Menyampaikan SK, KD yang harus dicapai siswa


2. Kegiatan Inti
 Mempraktekkan paparan atau percakapan istima’
 Memahami makna paparan atau percakapan
 Mengungkapkan ide atau inti sari materi.
3. Kegiatan Akhir (Penutup)
 Membuat rangkuman materi
 Kesimpulan, tugas, penutupan dan do’a

H. Alat dan Sumber Pembelajaran :
 Alat : Kurikulum 200 (KTSP), alat peraga
 Sumber : Buku Paket Terampil Bahasa Arab 1 Kelas X, Kamus, dan referensi lain

I. Evaluasi/Penilaian :
 Uji Kompetensi : Tes lisan (bacaan dan hafalan), Tes tertulis.
 Fortopolio :
o Produk, melalui bacaan dan hafalan kosakata
o Penugasan terstruktur (PR)
o Perilaku-perilaku harian (sikap)

Kendari, Januari 200

Mengetahui Guru Mata Pelajaran,
Kepala MAN 1 Kendari



Ma’sud Ahmad, S.Pd, M.Pd Moh. safrudin, S.Ag, M.PdI
NIP. NIP.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. 2

Satuan Pendidikan : MAN 1 Kendari
Mata Pelajaran : Bahasa Arab
Pertemuan Ke- : 3 dan 4
Materi Pokok :
Kelas/Semester : X / 1
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A. Standar Kompetensi :
2. Berbicara.
Mengungkapkan informasi secara lisan berbentuk paparan atau dialog

B. Kompetensi dasar :
2.1 Menyampaikan gagasan atau pendapat secara lisan dengan lafal yang benar.
2.2 Melakukan dialog sesuai konteks dengan tepat dan lancar.

C. Indikator :
Siswa mampu:
• Memahami makna cerita atau percakapan dengan baik dan benar.
• Membaca bahan hiwar dengan lafal dan intonasi yang baik dan benar.
• Melakukan dialog dengan bahan hiwar dengan baik dan benar.
• Menjawab pertanyaan-pertanyaan/latihan tentang pemahaman yang berbentuk objektif mengenai kandungan bahan hiwar dengan baik dan benar.

D. Tujuan Pembelajaran :
Setelah kegiatan pembelajaran siswa dapat mengungkapkan informasi secara lisan berbentuk paparan atau dialog dengan baik dan benar.

E. Metode :
Metode Langsung, Metode Aural-Oral Approach.

F. Pendekatan :
Aural-oral, komunikatif dan humanistik.

G. Langkah-langkah Pembelajaran :

Pertemuan III
1. Kegiatan Awal (Pendahuluan)
 Apersepsi
 Menyampaikan SK, KD yang harus dicapai siswa
2. Kegiatan Inti
 Menyimak materi hiwar
 Memahami isi atau jalan cerita percakapan
 Membaca materi hiwar bersama-sama
3. Kegiatan Akhir
 Pemberian tugas
 Kesimpulan, penutupan dan do’a

Pertemuan IV
1. Kegiatan Awal (Pendahuluan)
 Apersepsi
 Menyampaikan SK, KD yang harus dicapai siswa
2. Kegiatan Inti
 Melakukan dialog dengan bahan hiwar
 Mengerjakan latihan


3. Kegiatan Akhir
 Kesimpulan, pemberian tugas
 Penutupan

H. Alat dan Sumber Pembelajaran :
 Alat : Kurikulum 2006 (KTSP), alat peraga
 Sumber : Buku Paket Terampil Bahasa Arab 1 Kelas X, Kamus, dan referensi lain

I. Evaluasi/Penilaian :
 Uji Kompetensi : Tes lisan (bacaan dan hafalan), Tes tertulis.
 Fortopolio :
o Produk, melalui bacaan dan hafalan kosakata
o Penugasan terstruktur (PR)
o Perilaku-perilaku harian (sikap)



Kendari, Januari 200


Mengetahui Guru Mata Pelajaran,
Kepala MAN 1 Kendari



Ma’sud Ahmad, S.Pd, M.Pd Moh. safrudin, S.Ag, M.PdI
NIP. NIP.




RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. 3

Satuan Pendidikan : MAN 1 Kendari
Mata Pelajaran : Bahasa Arab
Pertemuan Ke- : 5 dan 6
Materi Pokok :
Kelas/Semester : X/1
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A. Standar Kompetensi :
3. Membaca.
Memahami wacana tulis berbentuk paparan atau dialog

B. Kompetensi dasar :
3.1 Melafalkan dan membaca nyaring kata, kalimat dan wacana tulis secara tepat dan benar.
3.2 Mengidentifikasi bentuk dan tema wacana secara tepat dan benar.
3.3 Menemukan makna dan gagasan atau ide wacana tulis secara tepat.

C. Indikator :
Siswa mampu:
• Membaca bahan wacana tulis dengan lafal dan intonasi yang baik dan benar.
• Mengidentifikasi bentuk dan tema wacana secara tepat.
• Mengidentifikasi bentuk dan tema wacana secara tepat.
• Menjawab pertanyaan-pertanyaan/latihan tentang kandungan wacana tulis yang menggunakan struktur kalimat
dengan baik dan benar.

D. Tujuan Pembelajaran :
Setelah kegiatan pembelajaran siswa dapat membaca wacana tulis berbentuk paparan atau dialog dengan baik dan benar.

E. Metode :
Metode Langsung, Metode Aural-Oral Approach, dan Metode Membaca.

F. Pendekatan :
Aural-oral, komunikatif dan humanistik.

G. Langkah-langkah Pembelajaran :

Pertemuan V
1. Kegiatan Awal (Pendahuluan)
 Apersepsi
 Menyampaikan SK, KD yang harus dicapai siswa
2. Kegiatan Inti
 Menyimak materi bacaan
 Siswa membaca materi bacaan’ secara bersama-sama
 Siswa membaca materi bacaan secara individu
3. Kegiatan Akhir
 Pemberian tugas
 Kesimpulan, penutupan dan do’a

Pertemuan VI
1. Kegiatan Awal (Pendahuluan)
 Apersepsi
 Menyampaikan SK, KD yang harus dicapai siswa
2. Kegiatan Inti
 Memahami makna paparan atau percakapan
 Mengerjakan latihan.
3. Kegiatan Akhir
 Membuat rangkuman materi
 Kesimpulan, tugas, penutupan dan do’a

H. Alat dan Sumber Pembelajaran :
 Alat : Kurikulum 2006 (KTSP), alat peraga
 Sumber : Buku Paket Terampil Bahasa Arab 1 Kelas X, Kamus, dan referensi lain

I. Evaluasi/Penilaian :
 Uji Kompetensi : Tes lisan (bacaan dan hafalan), Tes tertulis.
 Fortopolio :
o Produk, melalui bacaan dan hafalan kosakata
o Penugasan terstruktur (PR)
o Perilaku-perilaku harian (sikap)





Kendari, Januari 200

Mengetahui Guru Mata Pelajaran,
Kepala MAN 1 Kendari



Ma’sud Ahmad, S.Pd, M.Pd Moh. safrudin, S.Ag, M.PdI
NIP. NIP.
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN. 4

Satuan Pendidikan : MAN 1 Kendari
Mata Pelajaran : Bahasa Arab
Pertemuan Ke- : 7 dan 8
Materi Pokok :
Kelas/Semester : X/1
Alokasi Waktu : 2 x 45 menit

A. Standar Kompetensi :
4. Menulis.
Mengungkapkan informasi secara tertulis berbentuk paparan atau dialog tentang pekerjaan

B. Kompetensi dasar :
4.1 Menulis kata, frasa, dan kalimat dengan huruf, ejaan dan tanda baca yang tepat dan benar.
4.2 Mengungkapkan gagasan atau pendapat secara tertulis dalam kalimat dengan menggunakan kata, frasa, dan struktur yang benar.

C. Indikator :
Siswa mampu:
• Menulis kata, frasa, dan kalimat dengan huruf, ejaan dan tanda baca yang tepat.
• Menjawab pertanyaan-pertanyaan/latihan tentang kandungan wacana tulis yang menggunakan struktur kalimat
dengan baik dan benar.

D. Tujuan Pembelajaran :
Setelah kegiatan pembelajaran siswa dapat mengungkapkan informasi secara tertulis berbentuk paparan atau dialog dengan baik dan benar.

E. Metode :
Metode Langsung.

F. Pendekatan :
Komunikatif dan humanistik.

G. Langkah-langkah Pembelajaran :

Pertemuan VII
1. Kegiatan Awal (Pendahuluan)
 Apersepsi
 Menyampaikan SK, KD yang harus dicapai siswa
2. Kegiatan Inti
 Menjelaskan materi struktur kalimat
 Siswa menyimak penjelasan materi struktur kalimat
 Siswa menulis dengan huruf, ejaan dan tanda baca
3. Kegiatan Akhir
 Pemberian tugas
 Kesimpulan, penutupan dan do’a

Pertemuan VIII
1. Kegiatan Awal (Pendahuluan)
 Apersepsi
 Menyampaikan SK, KD yang harus dicapai siswa
2. Kegiatan Inti
 Mengerjakan latihan
 Mengungkapkan ide atau inti sari materi.
3. Kegiatan Akhir
 Membuat rangkuman materi
 Kesimpulan, tugas, penutupan dan do’a

H. Alat dan Sumber Pembelajaran :
 Alat : Kurikulum 2006 (KTSP), alat peraga
 Sumber : Buku Paket Terampil Bahasa Arab 1 Kelas X, Kamus dan referensi lain

I. Evaluasi/Penilaian :
 Uji Kompetensi : Tes tertulis.
 Fortopolio :
o Penugasan terstruktur (PR)
o Perilaku-perilaku harian (sikap)




Kendari, Januari 200

Mengetahui Guru Mata Pelajaran,
Kepala MAN 1 Kendari



Ma’sud Ahmad, S.Pd, M.Pd Moh. safrudin, S.Ag, M.PdI
NIP. NIP.

Kamis, 11 Februari 2010

VALENTINE DAY (HARI BERKASIH SAYANG) DALAM ISLAM

VALENTINE DAY (HARI BERKASIH SAYANG)

Menurut pandangan Islam

Benarkah ia hanya kasih sayang belaka ?


“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang di muka bumi ini, nescaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah).” (Surah Al-An’am : 116)


Hari 'kasih sayang' yang dirayakan oleh orang-orang Barat pada tahun-tahun terakhir disebut 'Valentine Day' amat popular dan merebak di pelusuk Indonesia bahkan di Malaysia juga. Lebih-lebih lagi apabila menjelangnya bulan Februari di mana banyak kita temui jargon-jargon (simbol-simbol atau iklan-iklan) tidak Islami hanya wujud demi untuk mengekspos (mempromosi) Valentine. Berbagai tempat hiburan bermula dari diskotik(disko/kelab malam), hotel-hotel, organisasi-organisasi mahupun kelompok-kelompok kecil; ramai yang berlumba-lumba menawarkan acara untuk merayakan Valentine. Dengan dukungan(pengaruh) media massa seperti surat kabar, radio mahupun televisyen; sebagian besar orang Islam juga turut dicekoki(dihidangkan) dengan iklan-iklan Valentine Day.

SEJARAH VALENTINE:

Sungguh merupakan hal yang ironis(menyedihkan/tidak sepatutnya terjadi) apabila telinga kita mendengar bahkan kita sendiri 'terjun' dalam perayaan Valentine tersebut tanpa mengetahui sejarah Valentine itu sendiri. Valentine sebenarnya adalah seorang martyr (dalam Islam disebut 'Syuhada') yang kerana kesalahan dan bersifat 'dermawan' maka dia diberi gelaran Saint atau Santo.

Pada tanggal 14 Februari 270 M, St. Valentine dibunuh karena pertentangannya (pertelingkahan) dengan penguasa Romawi pada waktu itu iaitu Raja Claudius II (268 - 270 M). Untuk mengagungkan dia (St. Valentine), yang dianggap sebagai simbol ketabahan, keberanian dan kepasrahan dalam menghadapi cubaan hidup, maka para pengikutnya memperingati kematian St. Valentine sebagai 'upacara keagamaan'.


Tetapi sejak abad 16 M, 'upacara keagamaan' tersebut mulai beransur-ansur hilang dan berubah menjadi 'perayaan bukan keagamaan'. Hari Valentine kemudian dihubungkan dengan pesta jamuan kasih sayang bangsa Romawi kuno yang disebut “Supercalis” yang jatuh pada tanggal 15 Februari.


Setelah orang-orang Romawi itu masuk agama Nasrani(Kristian), pesta 'supercalis' kemudian dikaitkan dengan upacara kematian St. Valentine. Penerimaan upacara kematian St. Valentine sebagai 'hari kasih sayang' juga dikaitkan dengan kepercayaan orang Eropah bahwa waktu 'kasih sayang' itu mulai bersemi 'bagai burung jantan dan betina' pada tanggal 14 Februari.


Dalam bahasa Perancis Normandia, pada abad pertengahan terdapat kata “Galentine” yang bererti 'galant atau cinta'. Persamaan bunyi antara galentine dan valentine menyebabkan orang berfikir bahwa sebaiknya para pemuda dalam mencari pasangan hidupnya pada tanggal 14 Februari. Dengan berkembangnya zaman, seorang 'martyr' bernama St. Valentino mungkin akan terus bergeser jauh pengertiannya(jauh dari erti yang sebenarnya). Manusia pada zaman sekarang tidak lagi mengetahui dengan jelas asal usul hari Valentine. Di mana pada zaman sekarang ini orang mengenal Valentine lewat (melalui) greeting card, pesta persaudaraan, tukar kado(bertukar-tukar memberi hadiah) dan sebagainya tanpa ingin mengetahui latar belakang sejarahnya lebih dari 1700 tahun yang lalu.


Dari sini dapat diambil kesimpulan bahwa moment(hal/saat/waktu) ini hanyalah tidak lebih bercorak kepercayaan atau animisme belaka yang berusaha merosak 'akidah' muslim dan muslimah sekaligus memperkenalkan gaya hidup barat dengan kedok percintaan(bertopengkan percintaan), perjodohan dan kasih sayang.

PANDANGAN ISLAM

Sebagai seorang muslim tanyakanlah pada diri kita sendiri, apakah kita akan mencontohi begitu saja sesuatu yang jelas bukan bersumber dari Islam ?


Mari kita renungkan firman Allah s.w.t.:

“ Dan janglah kamu megikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggung jawabnya”. (Surah Al-Isra : 36)


Dalam Islam kata “tahu” berarti mampu mengindera(mengetahui) dengan seluruh panca indera yang dikuasai oleh hati. Pengetahuan yang sampai pada taraf mengangkat isi dan hakikat sebenarnya. Bukan hanya sekedar dapat melihat atau mendengar. Bukan pula sekadar tahu sejarah, tujuannya, apa, siapa, kapan(bila), bagaimana, dan di mana, akan tetapi lebih dari itu.


Oleh kerana itu Islam amat melarang kepercayaan yang membonceng(mendorong/mengikut) kepada suatu kepercayaan lain atau dalam Islam disebut Taqlid.

Hadis Rasulullah s.a.w:“ Barang siapa yang meniru atau mengikuti suatu kaum (agama) maka dia termasuk kaum (agama) itu”.
Firman Allah s.w.t. dalam Surah AL Imran (keluarga Imran) ayat 85 :“Barangsiapa yang mencari agama selain agama Islam, maka sekali-sekali tidaklah diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi”.

HAL-HAL YANG HARUS DIBERI PERHATIAN:-

Dalam masalah Valentine itu perlu difahami secara mendalam terutama dari kaca mata agama kerana kehidupan kita tidak dapat lari atau lepas dari agama (Islam) sebagai pandangan hidup. Berikut ini beberapa hal yang harus difahami di dalam masalah 'Valentine Day'.


1. PRINSIP / DASAR
Valentine Day adalah suatu perayaan yang berdasarkan kepada pesta jamuan 'supercalis' bangsa Romawi kuno di mana setelah mereka masuk Agama Nasrani (kristian), maka berubah menjadi 'acara keagamaan' yang dikaitkan dengan kematian St. Valentine.


2. SUMBER ASASI
Valentine jelas-jelas bukan bersumber dari Islam, melainkan bersumber dari rekaan fikiran manusia yang diteruskan oleh pihak gereja. Oleh kerana itu lah , berpegang kepada akal rasional manusia semata-mata, tetapi jika tidak berdasarkan kepada Islam(Allah), maka ia akan tertolak.

Firman Allah swt dalam Surah Al Baqarah ayat 120 :“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.

Katakanlah : “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemahuan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu”.


3. TUJUAN
Tujuan mencipta dan mengungkapkan rasa kasih sayang di persada bumi adalah baik. Tetapi bukan seminit untuk sehari dan sehari untuk setahun. Dan bukan pula bererti kita harus berkiblat kepada Valentine seolah-olah meninggikan ajaran lain di atas Islam. Islam diutuskan kepada umatnya dengan memerintahkan umatnya untuk berkasih sayang dan menjalinkan persaudaraan yang abadi di bawah naungan Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Bahkan Rasulullah s.a.w. bersabda :“Tidak beriman salah seorang di antara kamu sehingga ia cinta kepada saudaranya seperti cintanya kepada diri sendiri”.


4. OPERASIONAL
Pada umumnya acara Valentine Day diadakan dalam bentuk pesta pora dan huru-hara.
Perhatikanlah firman Allah s.w.t.:“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaithon dan syaithon itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”. (Surah Al Isra : 27)

Surah Al-Anfal ayat 63 yang berbunyi : “…walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia (Allah) Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.


Sudah jelas ! Apapun alasannya, kita tidak dapat menerima kebudayaan import dari luar yang nyata-nyata bertentangan dengan keyakinan (akidah) kita. Janganlah kita mengotori akidah kita dengan dalih toleransi dan setia kawan. Kerana kalau dikata toleransi, Islamlah yang paling toleransi di dunia.


Sudah berapa jauhkah kita mengayunkan langkah mengelu-elukan(memuja-muja) Valentine Day ? Sudah semestinya kita menyedari sejak dini(saat ini), agar jangan sampai terperosok lebih jauh lagi. Tidak perlu kita irihati dan cemburu dengan upacara dan bentuk kasih sayang agama lain. Bukankah Allah itu Ar Rahman dan Ar Rohim. Bukan hanya sehari untuk setahun. Dan bukan pula dibungkus dengan hawa nafsu. Tetapi yang jelas kasih sayang di dalam Islam lebih luas dari semua itu. Bahkan Islam itu merupakan 'alternatif' terakhir setelah manusia gagal dengan sistem-sistem lain.


Lihatlah kebangkitan Islam!!! Lihatlah kerosakan-kerosakan yang ditampilkan oleh peradaban Barat baik dalam media massa, televisyen dan sebagainya. Karena sebenarnya Barat hanya mengenali perkara atau urusan yang bersifat materi. Hati mereka kosong dan mereka bagaikan 'robot' yang bernyawa.


MARI ISTIQOMAH (BERPEGANG TEGUH)
Perhatikanlah Firman Allah :
“…dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim”.


Semoga Allah memberikan kepada kita hidayahNya dan ketetapan hati untuk dapat istiqomah dengan Islam sehingga hati kita menerima kebenaran serta menjalankan ajarannya.

Tujuan dari semua itu adalah agar diri kita selalu taat sehingga dengan izin Allah s.w.t. kita dapat berjumpa dengan para Nabi baik Nabi Adam sampai Nabi Muhammad s.a.w.

Firman Allah s.w.t.:
“Barangsiapa yang taat kepada Allah dan RasulNya maka dia akan bersama orang-orang yang diberi nikmat dari golongan Nabi-Nabi, para shiddiq (benar imannya), syuhada, sholihin (orang-orang sholih), mereka itulah sebaik-baik teman”.


Berkata Peguam Zulkifli Nordin (peguam di Malaysia) di dalam kaset 'MURTAD' yang mafhumnya :-

"VALENTINE" adalah nama seorang paderi. Namanya Pedro St. Valentino. 14 Februari 1492 adalah hari kejatuhan Kerajaan Islam Sepanyol. Paderi ini umumkan atau isytiharkan hari tersebut sebagai hari 'kasih sayang' kerana pada nya Islam adalah ZALIM!!! Tumbangnya Kerajaan Islam Sepanyol dirayakan sebagai Hari Valentine. Semoga Anda Semua Ambil Pengajaran!!! Jadi.. mengapa kita ingin menyambut Hari Valentine ini kerana hari itu adalah hari jatuhnya kerajaan Islam kita di Sepanyol..

Rabu, 10 Februari 2010

HIKMAH DI BALIK PERATURAN ILAHI

OLEH: MOH.SAFRUDIN


Secara umum ajaran Islam dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori: 1) Akidah sebagai dasar pokok agama yang meliputi iman, tauhid, dan prinsip hidup; 2) Syari’ah yang meliputi aturan-aturan tata hidup manusia; dan 3) Akhlak sebagai puncak kemuliaan hidup manusia.



Peraturan-peraturan Ilahi yang biasa disebut dengan Syari’ah, sebagaimana juga Aqidah dan Akhlaq, terangkum dalam dua pusaka peninggalan Rasulullah Saw, yaitu al-Qur’an dan Sunnah. Dalam sabdanya, Rasulullah Saw menyatakan: “Tidak akan sesat siapapun yang berpegang teguh kepada keduanya, yaitu al-Qur’an dan Sunnah”. Oleh karena itu, setiap amaliah, baik yang bersifat ibadah maupun muamalah, harus mengikuti al-Qur’an dan Sunnah. Meskipun problematika yang dihadapi dan dialami manusia semakin meningkat jenis dan kualitasnya, sementara secara tekstual al-Qur’an dan Sunnah bersifat statis, hal ini dapat diatasi dengan upaya ijtihad oleh para cendikia dan intelektual muslim.



Mendefinisikan Syari’ah

Dalam kajian fiqh dan ushul fiqh, tujuan utama yang hendak dicapai ketika mempelajari keduanya adalah untuk mengetahui hukum syara’ (syari’ah) yang berkaitan dengan perbuatan manusia mukallaf (yang dibebani hukum), sehingga akan diperoleh ketentuan apakah suatu perbuatan itu dikehendaki, dibolehkan, atau dilarang, atau bagaimana suatu perbuatan dapat dikatakan sah atau tidak. Upaya-upaya mengidentifikasi hukum syariat yang terkandung dalam al-Qur’an dan Sunnah senantiasa berkembang, meskipun sumber utama yang digali itu tidak akan bertambah lagi (statis) hingga akhir zaman. Ini tidak menjadi masalah karena dalam al-Qur’an sendiri, di samping terdapat ayat yang bermakna jelas dan pasti serta rinci, namun tidak sedikit juga ayat-ayat yang bersifat umum dan global. Jenis ayat yang terakhir inilah yang menjadi “ladang” ijtihad para intelektual muslim. Di lain pihak, dalam ayat-ayat lain diserukan kepada manusia untuk senantiasa menggunakan daya pikir dan nalarnya untuk mengkaji dan meneliti ayat-ayat Allah, baik yang tersurat dalam al-Qur’an maupun yang tersirat dalam alam raya. Ayat tersebut misalnya:
إن فى خلق السماوات والأرض واختلاف اليل والنهار لأيات لأولى الألباب

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta perbedaan siang dan malam ada tanda-tanda bagi orang yang menggunakan akalnya”. (QS. Ali ‘Imran: 190).



Hasil-hasil dari penalaran para ulama tentang berbagai ketentuan hukum berdasarkan dalil-dalil syara’ disebut fiqh, yang berbeda dengan Syari’ah. Syari’ah adalah ketentuan-ketentuan umum yang interpretable, terbuka, elastis, dan universal, sedangkan fiqh lebih bersifat uninterpretable (tidak bisa ditafsirkan lagi), baku, statis, dan lokal. Dengan demikian, siapapun atau lembaga apapun yang melaksanakan syari’ah, maka di dalamnya pastilah menganut fiqh tertentu.



Syari’ah meliputi segala perbuatan manusia, baik dalam rangka hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia, maupun hubungan dengan lingkungannya. Jadi, syari’ah mencakup segala aspek amaliah manusia. Karena itu, dalam kajian para ulama, dibuatlah kategori-kategori khusus dalam bidang syari’ah tersebut, antara lain: Ibadah, Perkawinan, Warisan, Dagang, Pidana, Siyasah (politik), dan sebagainya.



Hikmah Syari’ah

Hikmah atau tujuan utama dari hukum-hukum syari’ah tidak lain adalah untuk memberikan kesejahteraan, kedamaian, ketenangan, dan kebahagiaan hidup manusia, baik di dunia maupun akhirat. Dalam sebuah ayat, Allah berfirman:
وما أرسلناك إلا رحمة للعالمين

“Dan tidaklah Kami mengutusmu (Muhammad) melainkan sebagai rahmat ke seluruh alam”



Dengan mengacu kepada tujuan ini, maka hukum Islam (syari’ah) senantiasa mengarah kepada pencapaian tiga hal, yaitu:

1. Pemberdayaan individu (SDM);

Untuk mencapai suatu masyarakat yang damai dan tenteram, maka setiap muslim sebagai anggota masyarakat harus dapat menjadi pelopor kebajikan, bukan provokator keonaran. Ini dapat tercapai dari ketentuan pelaksanaan ibadah. Shalat misalnya, sebagaimana disebutkan dalam ayat:

إن ا لصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر

“Sesungguhnya shalat itu akan mencegah dari perbuatan keji dan munkar”.



Rasa persaudaraan dan kebersamaan tercermin jelas dalam pelaksanaan shalat berjamaah. Kepedulian akan nasib sesama terlihat dalam ibadah puasa dan zakat. Demikian juga halnya dengan perintah untuk menyembelih hewan qurban dan menunaikan ibadah haji.



2. Menegakkan keadilan di tengah-tengah masyarakat.

Keadilan dalam masyarakat termasuk tujuan akhir dari syari’ah. Ini tergambar dari hukum-hukum yang ada semisal persaksian, acara berperkara, penetapan ganti rugi, dan hukum pidana. Demikian pula dalam pergaulan, seorang muslim haruslah mempergauli saudaranya dengan cara yang menyenangkan, seperti sabda Rasulullah Saw:

عامل الناس بما تحب أن يعاملوك به

“Pergaulilah manusia dengan apa yang engkau sukai jika mereka mempergaulimu”.

Dalam penegakan keadilan ini, Islam telah mencanangkan persamaan derajat di kalangan umat manusia. Maka, tidak ditemukan dalam Islam ada perbedaan di depan hukum antara si kaya dan si miskin, atau golongan tertentu dari yang lain. Semua sama, karena mereka semua berasal dari tanah yang sama. Sabda Rasulullah Saw:

كلكم لآدم وآدم من تراب لا فضل لعربى على أعجمى إلا بالتقوى

“Setiap kamu adalah anak cucu Adam, sedangkan Adam berasal dari Tanah. Tidak ada pebedaan antara orang Arab dengan non-Arab selain taqwanya”.



3. Menyebarkan kemaslahatan.

Yang dimaksud dengan kemaslahatan adalah segala kebajkan yang memungkinkan tercapainya kedamaian dan kebahagiaan manusia. Kemashlahatan manusia adalah tujuan inti dari syari’ah. Karena itu, tidak ada satu perintah dalam syar’ah kecuali di dalamnya terdapat maslahat bagi manusia. Sebaliknya, tidak satupun dari larangannya kecuali akan mendatangkan bahaya jika dilakukan. Yang perlu diketahui adalah parameter atau ukuran dari kemashlahatan itu sendiri. Maslahat yang dimaksud di sini adalah maslahat hakiki yang umum dan diakui oleh seluruh manusia, bukan yang berdasarkan nafsu dan keserakahan, atau egoisme kelompok tertentu.



Dalam hal ini, terdapat 5 (lima) unsur pokok kemaslahatan manusia yang sangat dijaga dan dilindungi dalam hukum syari’ah. Kelima hal tersebut adalah: a) Agama; Maka, setiap muslim diwajibkan menjalankan ibadah sebagai upaya untuk membersihkan diri dari hawa nafsu juga untuk meningkatkan ruh keberagamaan itu sendiri. b) Jiwa; Syari’ah melindungi jiwa dengan larangan dan hukuman berat atas pelaku tindak pidana pembunuhan atau penganiayaan yang menghilangkan nyawa orang lain atau penganiayaan yang melukai. c) Akal; Akal bukanlah merupakan hak khusus atas diri orang yang bersangkutan itu saja. Orang lain dan masyarakat sesungguhnya punya hak atas kesehatan dan kestabilan akal seorang anggotanya, karena pengaruh baik atau buruk yang timbul dari kerusakan akal pasti akan menimpa masyarakatnya. Itulah sebabnya, segala yang memabukkan dan dapat merusak akal pikiran manusia sangat diharamkan dalam syari’ah. d) Keturunan; Maksud dari kemaslahatan keturunan adalah tercapainya keluarga dan keturunan yang terikat kuat oleh pernikahan yang sah dan akan melahirkan ikatan kasih sayang yang kuat. Karena itu, perzinaan dilarang keras, termasuk menuduh orang lain berzina tanpa bukti. Ini demi kehormatan keluarga dan keturunan. e) Harta; syari’ah melindungi harta yang diperoleh secara sah dengan memberi hukuman berat kepada pelaku perampokan, pencurian, dan penipuan. Di lain pihak, syari’ah menetapkan hak-hak tertentu atas orang miskin dan melarang pemborosan.



4. Memberikan Keteladanan

Rasulullah Saw. sebagai pembawa syari’ah lebih dahulu memberikan keteladanan dalam pelaksanaan syari’ah. Beliau bahkan pernah mengancam akan menghukum putrinya sendiri bila terbukti melanggar ajaran agama. Nah, demikian pula seharusnya yang dilakukan oleh setiap Muslim dalam melaksanakan syari’ah. Allah berfirman:

لقد كان لكم فى رسول الله أسوة حسنة

“Sungguh ada pada diri Rasullah teladan yang baik”.



5. Kontinyuitas

Syari’ah Islam bersifat permanen, sehingga tidak ada batasan waktu bagi masa berlakunya. Seorang muslim seumur hidupnya senantiasa terikat dengan aturan-aturan Ilahi, karena kemapanan hidup dan bermasyarakat hanya akan tercapai dengan kemapanan sistem aturan hidup. Dalam hal ini, syari’ah mencela keras bagi orang yang telah menyatakan diri memeluk Islam kemudian berpaling atau keluar dari agama.



Dengan demikian, syari’ah yang ada di hadapan kita sesungguhnya merupakan peraturan-peraturan suci yang di dalamnya Allah menunjukkan tata hidup ideal bagi manusia. Karena itu, selayaknya kita kembali menilai apakah amaliah yang kita lakukan sehari-hari sudah sesuai dengan tuntunan syari’ah atau tidak. Karena, hanya dengan senantiasa mengintrospeksi diri niscaya akan diperoleh jawaban yang memadai atas pertanyaan: Apakah saya sudah menjadi hamba Tuhan yang taat kepada-Nya? Semoga, dengan khutbah ini kita semakin terpicu untuk terus memperbaiki diri. Barakallâhu lî wa lakum.

Kamis, 04 Februari 2010

MEWUJUDKAN KEBERKAHAN DALAM MASYARAKAT

Hadirin Jamaah Sholat Jumat yang dimuliakan Allah
Dari mimbar khutbah jumat ini khatib mengajak kepada diri khatib dan jamaah sekalian untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Peningkatan iman yang terus dilakukan dengan peningkatan amal sholeh. Karena derajat kemuliaan seorang hamba di sisi Allah hanyalah dinilai dengan ketakwaannya. Allah berfirman: إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ
“Sesungguhnya orang yang paling bertakwa di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa”.

Hadirin Jama'ah Jum'at yang dimuliakan Allah
Masyarakat yang berkah adalah masyarakat yang jauh dari dosa-dosa dan maksiat. Sebaliknya masyarakat yang penuh dengan dosa-dosa dan kemaksiatan adalah masyarakat yang rentan. Ibarat tubuh penuh dengan penyakit dan kotoran yang menjijikkan. Maka ia tidak produktif dan bahkan tidak bisa diharapkan darinya kebaikan.
Keberkahan suatu masyarakat itu mempunyai syarat khusus yang telah dipatok oleh Al-Quran sehingga dengan mewujudkannya akan terwujudlah masyarakat yang mendapatkan keberkahan, sebagaimana firman Allah:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ .
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Al-A’rof: 96)

Ustadz Sayyid Qutb mengomentari ayat ini sebagaimana yang ditulisnya dalam tafsir zhilal, beliau mengatakan: “Berkah-berkah yang dijanjikan Allah kepada orang-orang yang beriman dan bertakwa secara tegas dan meyakinkan itu, bermacam-macam jenis dan ragamnya. Juga tidak diperinci dan tidak ditentukan batas-batanya oleh nash ayat itu. Isyarat yang diberikan nash Al-Quran itu menggambarkan limpahan yang turun dari semua tempat, bersumber dari semua lokasi, tanpa batas, tanpa perincian, dan tanpa penjelasan. Maka ia adalah berkah dengan segala macam warnanya, dengan segala gambaran dan bentuknya. Keberkahan yang dijanjikan kepada orang beriman dan bertakwa ialah bahwa keberberkahan itu kadang-kadang menyertai sesuatu yang jumlahnya sedikit, tetapi memberikan manfaat yang banyak serta diiringi dengan kebaikan, keamanan, kerelaan, dan kelapangan hati. Berapa banyak bangsa yang kaya dan kuat, tetapi hidup dalam penderitaan, tidak ada rasa aman, penuh goncangan dan krisis, bahkan menunggu kehancuran.”

Kaum muslimin yang dimuliakan Allah
Ketika kehidupan berjalan secara sinergis antara unsur-unsur pendorong dan pengekangnya, dengan bekerja di bumi sambil memandang ke langit, terbebas dari hawa nafsu, menghambakan diri dan tunduk kepada Allah. Berjalan dengan baik menuju ke arah yang diredoin oleh Allah, maka sudah tentu kehidupan model ini akan diliputi dengan keberkahan, dipenuhi dengan kebaikan dan dinaungi dengan kebahagian.
Berkah yang diperoleh bersama iman dan takwa adalah berkah yang meliputi segala sesuatu. Berkah yang terdapat di dalam jiwa, dalam perasaan, dan dalam kehidupan bermasyarakat. Juga berkah yang mengembangkan kehidupan dan meninggikan mutunya dalam setiap waktu. Jadi bukan semata-mata melimpahnya kekayaan namun dibarengi dengan penderitaan, kesengsaraan, kerusakan bahkan kegersangan jiwa.
Tuntutan keberkahan yang dapat diambil dari tuntunan ayat di atas adalah: merealisasikan keimanan dalam keseharian, meningkatkan ketaqwaan dalam setiap amalan. Maka sebaliknya, hal-hal yang akan menghilangkan keberkahan itu adalah karena mendustakan ajaran dan ayat-ayat Allah, kemudian terperosoknya seseorang bahkan masyarakat ke dalam kubangan kemaksiatan.
Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah dalam salah satu bukunya “Al jawaabul Kaafii liman Sa’ala ‘anid Dawaaisy Syaafii” menyebutkan beberapa bahaya dan pengaruh dosa terhadap kehidupan pribadi dan masyarakat yang akan membawa pada hilangnya keberkahan. Di antaranya pengaruh buruk dosa dan kemaksiatan itu adalah:

Pertama: Dosa memperlemah kesadaran akan keagungan Allah dalam hati.
Seorang yang penuh dengan dosa-dosa tidak akan lagi bersungguh-sungguh mengagungkan Allah. Kaki akan terasa malas dan berat berat untuk melangkah ke masjid dan menghadiri pengajian. Badan terasa sulit untuk bangun pada waktu fajar melaksanakan shalat subuh. Telinga tidak suka lagi mendengarkan ayat-ayat Al Qur’an, lama kelamaan hati menjadi keras seperti batu bahkan bisa lebih keras dari pada itu. Maka ia hilanglah rasa sensitive terhadap suatu dosa, tidak bergetar lagi hatinya ketika keagungan Allah disebut. Allah berfirman:
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاءُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ .
"Kemudian setelah itu hati kalian menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang terbelah, lalu keluarlah mata air daripadanya dan di antaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan". (QS. Al-Baqoroh: 74)

Kedua: Dosa membuat seseorang tidak mempunyai rasa malu.
Seseorang yang biasa berbuat dosa, lama-kelamaan tidak merasa berdosa lagi. Bahkan ia tidak merasa malu berbuat dosa di depan siapapun. Bila rasa malu hilang maka hilanglah kebaikan. Rosulullah saw bersabda: “Rasa malu itu semuanya baik”. Maksud dari hadist ini adalah: bahwa semakin kuat rasa malu dalam diri seseorang akan semakin menyebar darinya kebaikan. Dengan demikian masyarakat yang mempunyai rasa malu adalah masyarakat yang baik pula dan penuh nuansa kemanusiaan.

Ketiga: Dosa menghilangkan keberkahan dan nikmat serta menggantikannya dengan bencana.
Allah swt. selalu menceritakan bahwa diazabnya umat-umat terdahulu adalah karena mereka berbuat dosa. Dalam surat Al Ankabuut ayat 40 Allah SWT berfirman:
فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيَظْلِمَهُمْ وَلَكِنْ كَانُوا أَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُونَ .
"Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada yang Kami tenggelamkan, dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri." (QS. An-Ankabut: 40)
Dalam ayat yang lain Allah berfirman:
أَلَمْ يَرَوْا كَمْ أَهْلَكْنَا مِنْ قَبْلِهِمْ مِنْ قَرْنٍ مَكَّنَّاهُمْ فِي الْأَرْضِ مَا لَمْ نُمَكِّنْ لَكُمْ وَأَرْسَلْنَا السَّمَاءَ عَلَيْهِمْ مِدْرَارًا وَجَعَلْنَا الْأَنْهَارَ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمْ فَأَهْلَكْنَاهُمْ بِذُنُوبِهِمْ وَأَنْشَأْنَا مِنْ بَعْدِهِمْ قَرْنًا ءَاخَرِينَ .
"Apakah mereka tidak memperhatikan berapa banyaknya generasi-generasi yang telah Kami binasakan sebelum mereka, padahal (generasi itu), telah Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, yaitu keteguhan yang belum pernah Kami berikan kepadamu, dan Kami curahkan hujan yang lebat atas mereka dan Kami jadikan sungai-sungai mengalir di bawah mereka, kemudian Kami binasakan mereka karena dosa mereka sendiri, dan kami ciptakan sesudah mereka generasi yang lain." (QS. An-an’am: 6)

Kaum muslimin jamaah sholat jumat yang dimuliakan Allah
Keberkahan yang kita inginkan dari kehidupan bermasyarakat dan bernegara ini tidak akan terwujud hanya dengan teori-teori dan arahan tanpa adanya kesadaran untuk saling mengingatkan dan keinginan untuk mau mendengarkan dan menerima kebenaran, serta adanya kepedulian untuk saling menghargai, saling mencintai, saling membantu dan memenuhi hak dan kewajiban. Oleh sebab itulah Rasulullah berpesan kepada istri-istrinya untuk memperbanyak kuah masakan untuk dibagikan kepada tetangga-tetangganya.
Memperbanyak kuah sebagaimana dimaksud oleh Rasulullah adalah, kepedulian kepada tetangga dan masyarakat dalam arti luas. Apabila seorang memiliki kelebihan rezeki janganlah ia melupakan tetangga kiri dan kanan, mungkin di antara mereka ada yang tidak memiliki makanan untuk hari itu, atau mungkin anaknya sedang sakit namun ia malu meminjam uang untuk berobat. Bisa pula kepedulian ini dalam bentuk non makanan, misalnya kesehatan dan biaya pendidikan. Siapakah yang paling memahami kesulitan bersosial seseorang selain tetangganya?
Pentingnya kepedulian ini sehingga di akhirat nanti Allah akan mempertanyakannya kepada kita masing-masing tentang kepedulian kita kepada sesama, Imam Muslim dalam kitab shohihnya meriwayat hadist Qudsi:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم « إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَا ابْنَ آدَمَ مَرِضْتُ فَلَمْ تَعُدْنِى. قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَعُودُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ. قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّ عَبْدِى فُلاَنًا مَرِضَ فَلَمْ تَعُدْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ عُدْتَهُ لَوَجَدْتَنِى عِنْدَهُ يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَطْعَمْتُكَ فَلَمْ تُطْعِمْنِى. قَالَ يَا رَبِّ وَكَيْفَ أُطْعِمُكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ. قَالَ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّهُ اسْتَطْعَمَكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تُطْعِمْهُ أَمَا عَلِمْتَ أَنَّكَ لَوْ أَطْعَمْتَهُ لَوَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى يَا ابْنَ آدَمَ اسْتَسْقَيْتُكَ فَلَمْ تَسْقِنِى. قَالَ يَا رَبِّ كَيْفَ أَسْقِيكَ وَأَنْتَ رَبُّ الْعَالَمِينَ قَالَ اسْتَسْقَاكَ عَبْدِى فُلاَنٌ فَلَمْ تَسْقِهِ أَمَا إِنَّكَ لَوْ سَقَيْتَهُ وَجَدْتَ ذَلِكَ عِنْدِى »
Dari Abu Hurairoh ra, Rosulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt berfirman pada hari kiamat: “Wahai anak adam! Aku sakit kenapa engkau tidak menjengukku, ia berkata:”Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku menjengukmu, sedangkan engkau adalah Tuham semesta alam.” Allah berfirman: “Engkau tahu bahwa seorang hamba-Ku sakit di dunia akan tetapi engkau tidak menjenguknya, seandainya engkau menjenguknya sungguh engkau akan dapati Aku di sisinya.” Wahai anak adam, Aku meminta makan kepadamu, kenapa engkau tidak memberiku?” Orang itu berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana mungkin aku member-Mu makan, sedangkan engkau adalah Tuhan semesta alam? Allah berfirman: “Engkau mengetahui ada dari hamba-Ku yang kelaparan dan engkau tidak memberinya makan, sekiranya engkau memberinya makan, niscaya engkau dapati Aku di sisinya. Wahai anak adam Aku meminta minum padamu, sedang engkau enggan memberik-Ku minum.” Ia berkata: “Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi-Mu minum sedangkan Engkau adalah Tuhan semesta alam?” Allah menjawab: “Seseorang meminta minum padamu dan engkau tak memberinya, sekiranya engkau memberinya minum niscaya engkau dapati Aku di sisinya.” (HR. Muslim)

Kaum muslimin jamaah jumat yang dimuliakan Allah

Kesimpulan yang dapat kita tarik dari khutbah yang singkat ini adalah: bahwa tidak mungkin individu yang kotor, yang hidup di alam dosa, akan melahirkan masyarakat yang baik. Oleh karena itu, jalan satu-satunya untuk membangun masyarakat yang bersih dan beradab, penuh dengan nuansa tolong-menolong dalam kebaikan dan ketaqwaan, yang jauh dari kerjasama dalam keburukan dan dosa, adalah hanya dengan kembali bersungguh-sungguh mentaati Allah dan mengagungkan-Nya. Kembali meramaikan masjid, mengajak keluarga, anak-anak untuk menunaikan sholat sebagai kewajiban kita kepada Allah yang tak boleh dilalaikan apapun kondisinya, membaca dan memahami Al-Quran, menerapkan pengetahuan tentang islam yang sudah diketahui, mengendalikan nafsu dari dosa-dosa dan sesuatu yang mendatangkan murka Allah serta tidak melupakan untuk saling peduli dan saling mengingatkan sesama saudara dan tetangga.
Semoga Allah menjadikan masyarakat dan bangsa kita bangsa yang mendapatkan keberkahan, mengumpulkan kita dalam umat Rosulullah yang terbaik dan terjauhkan dari ketergelinciran ke dalam jurang kemaksiatan. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِيِمْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Rabu, 03 Februari 2010

BANGKIT DARI KETERPURUKAN

Bangkit kembali setelah bisnis anda gagal adalah hal yang berat. Beberapa kejadian yang membuat anda keluar jalur dengan mudah membuat anda tetap demikian, kecuali anda segera bangkit dan memperbaikinya. Bahkan orang yang paling optimispun kehilangan keyakinan, energi, dan minat. Dan ini terjadi pada kita. Seperti pertandingan tinju: jika anda roboh lebih dari hitungan sepuluh, anda kalah. Jadi hal terbaik yang anda lakukan adalah segera bangkit!

Pantang menyerah

Jika menyerah bukanlah pilihan, maka anda melakukan hal yang berbeda. Anda mencari pendekatan yang berbeda daripada mencari jalan keluar! Jika dipikiran anda sedikit saja terlintas pikiran anda bisa berhenti kapanpun anda mau, maka anda ditakdirkan gagal. Karena anda memiliki pilihan lain, maka setiap kali anda terjatuh, pikiran anda akan selalu melihat pilihan lainnya. Jadi hilangkan pilihan untuk menyerah

Kegagalan adalah hal yang wajar. Terimalah.

Saat anda belajar berjalan, beberapa kali pasti terjatuh/gagal. Anda bangkit dan mencobanya lagi. Akhirnya anda dapat berjalan tanpa kendala. Anda harus menyadari bahwa kegagalan adalah bagian dari pertumbuhan. Saat anda terjatuh, langkah alami yang terjadi adalah bangkit. Kita belajar tumbuh dan menjadi lebih kuat dari kegagalan kita. Ketika anda belajar berjalan, dan anda tidak mau bangkit saat anda terjatuh, anda tidak mungkin berjalan saat ini.

Tip bangkit dari kegagalan bisnis:

* Kembali ke saat dimana anda merasa hebat!

Kembali ke saat dimana anda sangat antusias dengan ide bisnis anda. Ingat perasaan yang pernah anda rasakan. Daripada merenungi yang telah terjadi, pikirkan kembali hari-hari yang membuat anda bersemangat dan tidak dapat menunggu untuk segera memulai. Ini akan membantu anda untuk bangkit dan segera bergerak.

* Lihat hasil akhir.

Lihat lebih jauh kedepan daripada hari ini. Lihat tujuan anda jika benar-benar dijalankan. Luangkan beberapa menit untuk berpikir dan rasakan anda telah meraih tujuan anda. Simpan hal tersebut di dalam pikiran anda. Pikirkan bagaimana hal tersebut akan mempengaruhi orang lain dalam kehidupan anda. Pikirkan hal-hal baik yang akan terjadi karena keberhasilan anda.

* Sejenak pikirkan apa yang akan terjadi jika anda tidak segera bangkit.

Misalnya anda memiliki industri rumahan dan berjalan diluar harapan anda. Pikiran yang pertama kali terlintas adalah kembali ke pekerjaan lama. "Setidaknya saya aman disana", begitu pemikiran anda. "Saya tidak memiliki tanggung-jawab yang besar, dan tidak banyak menggunakan waktu saya."

Tapi, apa yang akan dipikirkan rekan kerja mengenai diri anda? Anda telah gagal mengambil langkah yang telah anda ambil. Apa yang ada di dalam pikiran teman-teman anda? Namun yang terpenting, apa yang anda pikirkan di sisa hidup anda? Bagaimana dengan kebebasan? Apakah menurut anda dengan kembali ke pekerjaan lama akan sama saja? Tidak demikian, karena anda kembali dari usaha yang gagal. Sekali lagi, bukan hal yang mudah bangkit dari kegagalan, namun tetap terpuruk akan lebih menyakitkan. Anda yang menentukan!

* Pikirkan orang-orang yang tidak seberuntung anda.

Anda lihat, banyak orang yang mungkin lebih terpuruk dari anda. Pernahkah anda menonton film Cinderella Man yang dibintangi Russell Crowe? Bercerita tentang James Braddock, seseorang yang awalnya kaya dan sukses, yang menjadi korban depresi. Dia bersedia menunggu di dok untuk mendapatkan pekerjaan beberapa jam agar dapat menghidupi keluarganya. Istrinya mengirim anak-anaknya ke orang tuanya sehingga mereka dapat hidup sedikit layak. Setiap kali saya menghadapi saat-saat yang berat, saya ingat film tersebut dan kembali mendapatkan motivasi dan lebih merasa bersyukur daripada mengeluh.

* Pikirkan seberapa kuat anda saat bangkit

Saat anda bangkit, anda telah menjadi orang yang lebih kuat, karena anda telah bangkit. Karena anda terus bangkit, maka semakin sulit jatuh. Anda berlatih untuk menjadi seorang fighter. Anda membangun harga diri, kemauan, dan kepribadian! Bangkit. Anda akan merasa baik-baik saja. Anda akan merasa bersyukur dimasa datang ketika anda menoleh kebelakang dan melihat perjalanan yang telah ditempuh.

* Membuat daftar kesuksesan anda

Buat daftar kesuksesan anda, tidak peduli kesuksesan besar atau kecil. Berikut tipnya. Jangan hanya mendata kesuksesan besar dalam hidup anda. Kesuksesan kecilpun membuat perbedaan. Kegagalan adalah bagian dari pencapaian kemajuan dan pertumbuhan. Kita gagal. Beberapa tetap gagal, dan ada yang segera bangkit. Semakin cepat anda bangkit, semakin baik dan semakin kuat anda dalam menghadapi kegagalan.