Oleh : Moh. Safrudin , M.PdI
(Staf Pengajar MAN 1 Kendari dan Dosen STIK Avicenna)
Setiap pagi saya punya kewajiban untuk mengantar anak ke sekolah, dengan menentang bawaan tas yang berisi buku-buku pelajaran yang akan dipelajari di sekolahnya nantinya.
Setiap kali melihat anak-anak pergi ke sekolah, saya memperhatikan tas mereka yang pada umumnya sedemikian besar-besar, berisi buku-buku pelajaran. Semakin meningkat jenjang pendidikan yang dilalui, tas sekolah itu semakin bertambah besar. Buku-bukunya bertambah jumlahnya dan mungkin juga semakin tebal ukurannya. Mulai pagi hingga sore hari, anak-anak sekolah itu mempelajari buku-buku teks yang dikarang oleh para ahli.
Selama ini kiranya semua pihak berpendapat, bahwa anak-anak sekolah itu harus mempelajari, mengingat-ingat isi buku-buku, dan kalau perlu menghafalkan seluruh isinya. Mereka yang banyak mengenali isi buku-buku tersebut, maka merekalah yang dianggap pintar atau cerdas. Begitu pula sebaliknya, mereka yang tidak hafal dianggap tidak pintar. Oleh sebab itu, tatkala pelaksanaan ujian, buku-buku mereka tidak boleh lagi dibawa masuk ruang ujian. Pelaksanaan ujian diawasi ketat jangan sampai ada di antara mereka yang curang, membawa catatan-catatan untuk mempermudah dalam menjawab soal-soal ujian.
Rupanya hingga saat ini belum terpikirkan, apakah di zaman membanjirnya informasi sebagaimana sekarang ini, pendidikan semacam itu masih tepat. Jika demikian, betapa berat beban para siswa jika orientasi pendidikan di sekolah masih seperti itu. Maka sangat mendesak dikaji ulang untuk mendapatkan metodologi atau pendekatan pendidikan yang tepat di zaman membanjirnya informasi, agar pendidikan tetap berlangsung menggembirakan.
Dalam pelaksanaan pendidikan perlu dikaji ulang, mana hal yang perlu dihafal, dipahami dan yang hanya perlu dikenali oleh para siswa. Perlu dicari pilihan strategis, mana yang penting, mengetahui cara-cara mendapatkan atau sebatas menghafal buku teks berupa kumpulan pengetahuan. Keduanya mungkin masih perlu, tetapi akhirnya betapa berat beban bagi siswa pada saat perkembangan pengetahuan semakin cepat seperti sekarang ini. Apapun, pendidikan tidak boleh menjadi penjara bagi anak-anak.
Buku-buku pelajaran itu, selama ini ditentukan sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Bagi mereka yang memilih jurusan IPA, maka mereka mempelajari matematika, biologi, fisika, kimia, Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia, Pancasila dan lain-lain. Demikian pula, mereka yang memilih jurusan IPS mempelajari matematika, sosiologi, psikologi, sejarah, ekonomi, geografi, antropologi, dan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dan seterusnya. Itulah garis besar yang dipelajari mulai dari sekolah dasar hingga sekolah menengah.
Melalui pelajaran seperti itu, diharapkan para siswa memahami dasar-dasar ilmu pengetahuan tersebut. Dengan pemahaman itu, mereka diharapkan menjadi cerdas dan dewasa. Sebab dengan pengetahuan itu, para siswa akan mengenal tentang alam dan kehidupan yang ada di sekelilingnya. Demikian pula bagi mereka yang mempelajari imu sosial dan humanikora diharapkan, mereka memahami tentang perilaku manusia pada umumnya.
Tatkala mereka mempelajari biologi misalnya, para siswa diajari tentang makhluk hidup, hingga jenis-jenis tumbuhan, binatang dan juga manusia dari aspek biologinya. Para siswa diperkenalkan tentang jenis dan detail-detail tentang kehidupan manusia, tumbuh-tumbuhan maupun binatang. Para siswa diajak mengenal dan memahami dan bahkan menghafal semua itu.
Tentu tidak semua siswa sanggup menanggung beban berat itu dengan cara mudah. Oleh karena itu, di antara mereka menambah jam pelajaran lagi di luar jadwal sekolah. Mereka mengikuti kursus sepanjang hari, harus bergelut dengan materi pelajarannya. Mempelajari IPA, IPS dan Bahasa menjadi tugas wajib bagi para anak-anak usia sekolah.
Kiranya jarang orang memikirkan, atau setidaknya membayangkan betapa beratnya beban yang harus dihadapi oleh anak-anak di zaman modern ini. Bahkan banyak orang menuntut, agar anak-anak belajar dan belajar. Sedangkan konsep belajar yang dimaksud adalah membaca buku, mengingat-ingat konsep, rumus-rumus hingga hafal di luar kepala.
Mungkin di antara orang tua dan juga para guru tidak ada yang membayangkan bahwa beban para anak-anak usia sekolah itu dirasakan sedemikian beratnya. Oleh sebab itu menjelang ujian akhir, yang dipikirkan dan bahkan ditakutkan adalah tentang kelulusannya. Ujian menjadi beban berat namun harus diikuti. Para guru, orang tua, kepala sekolah dan juga pejabat, hanya berpikir bahwa sekolah harus diakhiri dengan ujian. Perkara berat atau menyusahkan bagi para siswa tidak peduli, bahwa bersekolah sejak dulu-dulu juga begitu. Pokoknya ujian harus diikuti dan lulus.
Proses pendidikan seperti itu rupanya sudah dirasakan sebagai beban berat bagi para siswa. Hal itu tampak dari tatkala mereka dinyatakan lulus pada ujian akhir. Pada saat itu para siswa bagaikan ayam keluar dari sangkar, berhamburan dan sekaligus mengekspresikan kebahagiaannya dengan berbagai cara yang kadang berlebihan. Seolah-olah mereka sudah terbebas, dan merdeka dari kungkungan berat. Sekolah akhirnya dirasakan sebagai penjara. Proses pendidikan seperti itu diikuti, karena dipahami bahwa, setiap anak di negeri ini harus melalui tahap-tahap hidup seperti itu, senang atau tidak harus bersekolah.
Padahal pendidikan sebenarnya harus berlangsung menggembirakan, agar ilmu yang dikperoleh menjadi miliknya dan mempengaruhi sikap dan perilakunya. Melalui pendidikan di sekolah, para siswa semakin lama harus menjadi semakin senang dan bahkan mencintai pelajaran yang diberikan oleh guru. Pendidikan tidak boleh dijalankan atas dasar keterpaksaan. Sebab, apa saja yang dilakukan secara terpaksa, maka hasilnya kurang maksimal. Oleh karena itu pendidikan dan pengajaran harus berlangsung dalam suasana gembira dan menyenangkan.
Pendidikan sebagaimana digambarkan, dan oleh sementara orang dirasakan berat itu sudah berlangsung lama. Mekanisme pendidikan tersebut juga telah membentuk watak dan perilaku anak-anak. Diharapkan perilaku yang terbentuk dari proses pendidikan itu adalah perilaku unggul, artinya berakhlak mulia, cerdas, bertanggung jawab, dewasa, terampil dan seterusnya. Akan tetapi, hal yang mengejutkan, akhir-akhir ini disadari bahwa pendidikan selama ini belum berhasil mengantarkan peserta didik memiliki karakter yang diinginkan itu. Pendidikan karakter dianggap penting tetapi belum sepenuhnya berhasil. Akhirnya pembahasan tentang pendidikan karakter menjadi bomming, dimana-mana dilakukan.
Pendidikkan karakter yang dirasakan belum sepenuhnya berhasil selama ini sebenarnya membuktikan bahwa pelajaran IPA, IPS, dan Bahasa serta lain-lainnya itu belum mencukupi untuk mengantarkan anak-anak memiliki karakter unggul sebagaimana yang diinginkan. Atau boleh dikatakan bahwa pendidikan selama ini belum berhasil melahirkan karakter unggul. Melalui kurikulum yang dikembangkan itu, para siswa baru diajak mempelajari tentang tumbuh-tumbuhan, berbagai binatang, dan alam lainnya.
Mungkin hal mendasar yang justru masih terlewatkan, adalah bahwa para siswa belum cukup diajak mempelajari tentang dirinya sendiri. Dengan pelajaran IPA, IPS dan humaniora, mereka menjadi tahu tentang kehidupan berbagai jenis binatang dan tumb uh-tumbuhan. Tetapi masih terlewatkan belum banyak diajak mempelajari tentang siapa sesungguhnya dirinya sendiri, dari mana asalnya, harus berperilaku seperti apa selama menjalani kehidupan ini, dan mau kemana kelak setelah dunia ini berakhir.
Jawaban atas pertanyaan mendasar tentang kehidupan dirinya sendiri itu memang tidak tersedia pada mata pelajaran IPA, IPS, dan humaniora. Jawaban itu secara lengkap, bisa dipelajari dari kitab suci dan sejarah kehidupan nabi. Oleh karena itu, jika para siswa diharapkan sanggup menjawab pertanyaan mendasar tentang dirinya sendiri itu, maka mau tidak mau, mereka harus diperkenalkan isi kitab suci dan sejarah nabi agama yang dianutnya. Pendidikan karekter terkait dengan petunjuk kitab suci, sejarah para pembawa misi ajaran yang dipandang mulia itu dan berbagai hal tentang posisi manusia sebagai makhluk Tuhan yang seharusnya dipahami secara cukup dan benar.
Pendidikan IPA, IPS dan humaniora adalah penting dan harus diajarkan. Kitab suci al QurĂ¡n dan hadits nabi juga memerintahkan manusia agar mempelajari alam, manusia dan makhluk lain, baik yang ada di langit maupun yang ada di bumi. Akan tetapi perlu disadari, bahwa pendidikan sebatas itu belum mencukupi untuk mengantarkan peserta didik berkarakter unggul sebagaimana diharapkan.
Oleh karena itu, melihat kenyataan hasil pendidikan selama ini, ------belum siap bekerja dan berkarakter, mengingatkan kembali bahwa masih ada sesuatu yang perlu disempurnakan terkait system maupun pendekatannya. Pendidikan mestinya berhasil mengantarkan para siswa menghadapi kenyataan hidup dengan berbagai problematikanya. Sementara ini, kita menyaksikan, sebatas mendapatkan lapangan pekerjaan saja setelah lulus ternyata tidak lulus, atau belum berhasil. Mereka masih bingung dan akhirnya bekerja apa saja, sekalipun harus menjadi TKW di luar negeri. Hal itu terjadi karena tatkala belajar ada yang terlewatkan, yaitu lupa mempelajari tentang dirinya sendiri. Wallahu a’lam.
Jumat, 07 Januari 2011
Langganan:
Postingan (Atom)