Rabu, 30 Juni 2010

PELAJARAN POLITIK DARI SEPAK BOLA

PELAJARAN POLITIK DARI PERMAINAN SEPAK BOLA
Oleh : Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI
(Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Avicenna Kendari Sultra)
Politik dan sepak bola memang merupakan dua hal yang sama sekali berbeda. Politik terkait dengan kekuasaan, sedangkan sepak bola adalah merupakan sebuah cabang olah raga. Sekalipun berbeda, keduanya memiliki kesamaan, yakni sama-sama punya tujuan untuk meraih kemenangan. Politikus yang benar ingin memenangkan politiknya agar berhasil mensejahterakan rakyat, sedangkan para pemain sepak bola memenangkan permainan, dengan berusaha memasukkan bola ke gawang lawan.
Apa sesungguhnya daya tarik sepakbola? Mengapa 22 pemain yang berebut bundaran berisi udara di sebidang lapangan mampu menyedot perhatian luar biasa umat manusia sejagat?


Rahasia apa di balik ketergila-gilaan orang kepada Piala Dunia, sehingga melakukan persiapan penyambutan layaknya sebuah religi yang bertaut dengan hidup dan masa depan manusia?
Di mana-mana orang membiacarakan sepak bola. Bahkan keponakan penulis yang masih sekolah dasar begitu fasih membicarakan Ronaldo, Kaka, Torres, Lampard, Rooney, Drogba dan pemain-pemain bola lainnya. Ia bahkan hafal di luar kepala, siapa, bermain sebagai apa, di negara yang mana, beserta dengan semua gosipnya.

Kita di Indonesia, bukankah selalu rela menyisihkan waktu untuk menyuntuki pertandingan demi pertandingan, bahkan ketika Piala Dunia dilangsungkan di benua Afrika yang memaksakan penyesuaian waktu pada larut malam atau dini hari?

Bahwa Indonesia menjadi bagian dari "umat bola'', itu adalah fenomena global jika dikaitkan dengan rekor penonton Piala Dunia di televisi. Pesta bola adalah "jeda" atau "moratorium" rakyat Indonesia untuk melupakan tumpukan beban hidup dengan menyaksikan permainan ini.

Lalu bagaimana "keterlibatan'' bangsa Indonesia pada sebuah Piala Dunia? Jelas bukan keterlibatan karena ada wakil kita di sana. Juga bukan keterlibatan karena kualitas sepakbola nasional yang sudah layak dipersinggungkan dalam konteks rivalitas. Selalu ada yang ideal, yaitu imbauan untuk belajar, transfer of technology, dan semacamnya.

Sepak bola, menurut pendapat Richard D Mandell dalam Sport: A Cultural History, mendorong pencapaian dan prestasi berdasarkan prinsip-prinsip demokratis. Ada kesempatan berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai prestasi terbaik bagi semua orang. Ada inspirasi kebebasan, moralitas, keindahan, dan keadilan. Orang bisa mengembangkan diri, meningkatkan kualitas untuk mencapai prestasi
Kesamaan lainnya, keduanya bermain dalam satu tim. Berpolitik melibatkan banyak orang, dan demikian pula permainan sepak bola. Dalam berpolitik, ada pembagian kekuasaan, yaitu legislative, ekseklutif, dan yudikatif. Masing-masing bermain sesuai dengan fungsinya masing-masing untuk menghasilkan tatanan kehidupan yang sehat dan dinamis.

Demikian pula dalam permainan sepak bola, masing-masing anggota tim memiliki tugas atau peran beda, dan semua pihak bekerja, agar bisa memenangkan permainan. Selain itu, baik pemain politik dan pemain sepak bola mengetahui bahwa bekerja sendiri-sendiri dan apalagi saling berebut di antara intern anggota tim akan mengakibatkan kekalahan. Kemenangan dalam permainan apapun banyak ditentukan oleh kualitas kerjasama di antara semua anggotanya.

Di samping persamaan, ternyata antara bermain politik dan sepak bola terdapat beberapa perbedaan. Dalam permainan politik, -----lebih-lebih yang bisa disaksikan di negeri kita pada akhir-akhir ini, kecurigaan antar sesama pemain selalu muncul. Bahkan sering dikatakan bahwa tidak ada teman yang abadi, dan justru yang ada adalah kompetitor, lawan, atau musuh. Akibatnya, lawan atau kompetitor sebenarnya tidak selalu dikenali. Padahal sebagai bangsa yang selalu bermain di pentas dunia, mestinya lawan atau kompetitor mereka adalah bangsa lain. Tidak adanya kejelasan terhadap hal itu, maka menjadikan antar sesama saling melemahkan dan bahkan juga menjatuhkan.

Berbeda dengan permainan politik, dalam permainan sepak bola, antara kawan dan lawan dikenali secara jelas. Di antara tim pemainnya tidak ada yang saling mencurigai, dan juga tidak saling menyalahkan. Bahkan tatkala penjaga gawang gagal mengamankan gawangnya, hingga kemasukan bola, maka pemain lainnya tidak ada yang menyalahkan. Kekalahan biasanya diterima oleh semua pihak.

Selain itu dalam politik, rakyat tidak selalu melakukan peran-peran sebagai supporter, agar para politikus dan pemerintahannya sukses menunaikan amanahnya. Yang terjadi kadang justru sebaliknya, yaitu selalu menuntut, mengkritik dan bahkan kalau perlu menurunkan dari kekuasaannya. Hal itu berbeda dengan peremainan sepak bola, suporternya sedemikian fanatik, membela, dan memberi dukungan dengan berbagai cara yang luar biasa.

Mengamati hal-hal tersebut, tatkala sedang menyaksikan permainan sepak bola dunia sejak beberapa hari yang lalu, saya selalu membayangkan terhadap perpolitikan di tanah air. Umpama saja, para politikus di negeri ini, sebagaimana pemain sepak bola, selalu menyadari bahwa sebenarnya, mereka sedang berkompetisi dengan negara lain, ------dan harus menang, maka tidak seorang anggota tim yang selalu dicurigai dan apalagi tidak dipercaya. Kecurigaan dan ketidak percayaan akan melemahkan tim, dan hal itu tidak akan ada gunanya kecuali hanya akan mengantarkan pada kekalahan dan kehancuran.
Selain itu, sebagaimana pemain sepak bola, mestinya para politikus dan elite bangsa selalu dielu-elukan dan dibanggakan oleh semua rakyatnya. Namun sejalan dengan itu, para politikus semestinya juga selalu berusaha menampilkan permainan politik sebaik dan semaksimal mungkin, adil, jujur, arif, dan professional. Selain dielu-elu dan dibanggakan, para politikus atau elite bangsa semestinya juga tidak selalu diberi beban psikologis yang berat, misalnya berupa kritik terlalu tajam dan bahkan selalu dipersalahkan.
Negara dan bangsa ini harus bangkit, dan sebagai modal yang tidak boleh diabaikan adalah saling memahami, percaya mempercayai, menghormati sesama, dan saling mendukung dan memperkukuh. Pembidikan terhadap kesalahan pihak-pihak lain, hanya akan melahirkan sikap dendam yang tidak mudah disembuhkan. Oleh karena itu, belajar dari sepak bola dunia ini, maka jalannya perpolitikan bangsa ini perlu direnungkan, dievalusi, dan diperbaiki secara terus menerus. Dengan demikian kehidupan bangsa ini akan tampak indah, seindah permainan sepak bola tingkat dunia yang setiap hari kita saksikan bersama. Wallahu a’lam.

PELAJARAN POLITIK DARI SEPAK BOLA

Oleh : Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI
(Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Avicenna Kendari Sultra)
Politik dan sepak bola memang merupakan dua hal yang sama sekali berbeda. Politik terkait dengan kekuasaan, sedangkan sepak bola adalah merupakan sebuah cabang olah raga. Sekalipun berbeda, keduanya memiliki kesamaan, yakni sama-sama punya tujuan untuk meraih kemenangan. Politikus yang benar ingin memenangkan politiknya agar berhasil mensejahterakan rakyat, sedangkan para pemain sepak bola memenangkan permainan, dengan berusaha memasukkan bola ke gawang lawan.
Apa sesungguhnya daya tarik sepakbola? Mengapa 22 pemain yang berebut bundaran berisi udara di sebidang lapangan mampu menyedot perhatian luar biasa umat manusia sejagat?


Rahasia apa di balik ketergila-gilaan orang kepada Piala Dunia, sehingga melakukan persiapan penyambutan layaknya sebuah religi yang bertaut dengan hidup dan masa depan manusia?
Di mana-mana orang membiacarakan sepak bola. Bahkan keponakan penulis yang masih sekolah dasar begitu fasih membicarakan Ronaldo, Kaka, Torres, Lampard, Rooney, Drogba dan pemain-pemain bola lainnya. Ia bahkan hafal di luar kepala, siapa, bermain sebagai apa, di negara yang mana, beserta dengan semua gosipnya.

Kita di Indonesia, bukankah selalu rela menyisihkan waktu untuk menyuntuki pertandingan demi pertandingan, bahkan ketika Piala Dunia dilangsungkan di benua Afrika yang memaksakan penyesuaian waktu pada larut malam atau dini hari?

Bahwa Indonesia menjadi bagian dari "umat bola'', itu adalah fenomena global jika dikaitkan dengan rekor penonton Piala Dunia di televisi. Pesta bola adalah "jeda" atau "moratorium" rakyat Indonesia untuk melupakan tumpukan beban hidup dengan menyaksikan permainan ini.

Lalu bagaimana "keterlibatan'' bangsa Indonesia pada sebuah Piala Dunia? Jelas bukan keterlibatan karena ada wakil kita di sana. Juga bukan keterlibatan karena kualitas sepakbola nasional yang sudah layak dipersinggungkan dalam konteks rivalitas. Selalu ada yang ideal, yaitu imbauan untuk belajar, transfer of technology, dan semacamnya.

Sepak bola, menurut pendapat Richard D Mandell dalam Sport: A Cultural History, mendorong pencapaian dan prestasi berdasarkan prinsip-prinsip demokratis. Ada kesempatan berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai prestasi terbaik bagi semua orang. Ada inspirasi kebebasan, moralitas, keindahan, dan keadilan. Orang bisa mengembangkan diri, meningkatkan kualitas untuk mencapai prestasi
Kesamaan lainnya, keduanya bermain dalam satu tim. Berpolitik melibatkan banyak orang, dan demikian pula permainan sepak bola. Dalam berpolitik, ada pembagian kekuasaan, yaitu legislative, ekseklutif, dan yudikatif. Masing-masing bermain sesuai dengan fungsinya masing-masing untuk menghasilkan tatanan kehidupan yang sehat dan dinamis.

Demikian pula dalam permainan sepak bola, masing-masing anggota tim memiliki tugas atau peran beda, dan semua pihak bekerja, agar bisa memenangkan permainan. Selain itu, baik pemain politik dan pemain sepak bola mengetahui bahwa bekerja sendiri-sendiri dan apalagi saling berebut di antara intern anggota tim akan mengakibatkan kekalahan. Kemenangan dalam permainan apapun banyak ditentukan oleh kualitas kerjasama di antara semua anggotanya.

Di samping persamaan, ternyata antara bermain politik dan sepak bola terdapat beberapa perbedaan. Dalam permainan politik, -----lebih-lebih yang bisa disaksikan di negeri kita pada akhir-akhir ini, kecurigaan antar sesama pemain selalu muncul. Bahkan sering dikatakan bahwa tidak ada teman yang abadi, dan justru yang ada adalah kompetitor, lawan, atau musuh. Akibatnya, lawan atau kompetitor sebenarnya tidak selalu dikenali. Padahal sebagai bangsa yang selalu bermain di pentas dunia, mestinya lawan atau kompetitor mereka adalah bangsa lain. Tidak adanya kejelasan terhadap hal itu, maka menjadikan antar sesama saling melemahkan dan bahkan juga menjatuhkan.

Berbeda dengan permainan politik, dalam permainan sepak bola, antara kawan dan lawan dikenali secara jelas. Di antara tim pemainnya tidak ada yang saling mencurigai, dan juga tidak saling menyalahkan. Bahkan tatkala penjaga gawang gagal mengamankan gawangnya, hingga kemasukan bola, maka pemain lainnya tidak ada yang menyalahkan. Kekalahan biasanya diterima oleh semua pihak.

Selain itu dalam politik, rakyat tidak selalu melakukan peran-peran sebagai supporter, agar para politikus dan pemerintahannya sukses menunaikan amanahnya. Yang terjadi kadang justru sebaliknya, yaitu selalu menuntut, mengkritik dan bahkan kalau perlu menurunkan dari kekuasaannya. Hal itu berbeda dengan peremainan sepak bola, suporternya sedemikian fanatik, membela, dan memberi dukungan dengan berbagai cara yang luar biasa.

Mengamati hal-hal tersebut, tatkala sedang menyaksikan permainan sepak bola dunia sejak beberapa hari yang lalu, saya selalu membayangkan terhadap perpolitikan di tanah air. Umpama saja, para politikus di negeri ini, sebagaimana pemain sepak bola, selalu menyadari bahwa sebenarnya, mereka sedang berkompetisi dengan negara lain, ------dan harus menang, maka tidak seorang anggota tim yang selalu dicurigai dan apalagi tidak dipercaya. Kecurigaan dan ketidak percayaan akan melemahkan tim, dan hal itu tidak akan ada gunanya kecuali hanya akan mengantarkan pada kekalahan dan kehancuran.
Selain itu, sebagaimana pemain sepak bola, mestinya para politikus dan elite bangsa selalu dielu-elukan dan dibanggakan oleh semua rakyatnya. Namun sejalan dengan itu, para politikus semestinya juga selalu berusaha menampilkan permainan politik sebaik dan semaksimal mungkin, adil, jujur, arif, dan professional. Selain dielu-elu dan dibanggakan, para politikus atau elite bangsa semestinya juga tidak selalu diberi beban psikologis yang berat, misalnya berupa kritik terlalu tajam dan bahkan selalu dipersalahkan.
Negara dan bangsa ini harus bangkit, dan sebagai modal yang tidak boleh diabaikan adalah saling memahami, percaya mempercayai, menghormati sesama, dan saling mendukung dan memperkukuh. Pembidikan terhadap kesalahan pihak-pihak lain, hanya akan melahirkan sikap dendam yang tidak mudah disembuhkan. Oleh karena itu, belajar dari sepak bola dunia ini, maka jalannya perpolitikan bangsa ini perlu direnungkan, dievalusi, dan diperbaiki secara terus menerus. Dengan demikian kehidupan bangsa ini akan tampak indah, seindah permainan sepak bola tingkat dunia yang setiap hari kita saksikan bersama. Wallahu a’lam.

Selasa, 22 Juni 2010

SAMPAI KAPAN ISLAM MENJADI KENYATAAN SEHARI-HARI

Oleh : Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Majelis Alumni IPNU Sultra)
Bagi orang Islam tidak akan mungkin bisa menunjukkan sisi-sisi lemah ajaran agamanya. Begitu juga akan sulit menunjukkan celah kekurangan perilaku rasul yang menjadi anutannya, yaitu Muhammad saw. Al Qurán dan hadits nabi sedemikian indah isinya. Jika dua sumber ajaran Islam itu berhasil dijalankan dalam kehidupan sehari-hari oleh siapapun, akan mendatangkan kebahagiaan dan keselamatan, tidak saja di akherat kelak, tetapi juga di dunia ini.

Memang ada saja sementara orang yang merendahkan Islam. Bahwa Islam hanya dianggap sebatas berhasil mengantarkan seseorang meraih ketenangan hidup. Padahal masih menurut pendapat mereka pula, ketenangan yang dimaksudkan hanyalah bersifat semu. Hidup di dunia tidak hanya membutuhkan ketenangan, tetapi adalah kenyataan-kenyataan yang harus dihadapi dan diselesaikan. Sedangkan Islam dianggap belum memberikan konsep untuk menghadapi persoalan hidup itu.

Komentar seperti itu muncul karena melihat Islam bukan dari ajarannya, melainkan mereka melihat Islam dari perilaku semetara kaum muslimin. Memang tidak sedikit kaum muslimin, yang perilaku, kharakter, atau wataknya masih jauh dari ajaran Islam itu sendiri. Islam yang sedemikian luas dan mulia, oleh sementara umatnya sendiri, baru ditangkap dan dijalankan dari aspek-aspek tertentu, dan bahkan kehidupan mereka sehari-hari masih jauh dari konsep ideal ajaran Islam itu sendiri.

Pengamalan Islam selalu dilakukan secara bertahap, sebagian demi sebagian. Pada kenyataannya tidak ada orang yang berhasil mengamalkan Islam sepenuhnya. Mungkin hanya nabi saja yang berhasil menjalankan Islam secara sempurna itu. Selainnya, Islam hanya dijalankan sebagian-sebagiannya. Mungkin banyak orang menangkap Islam, hanya dari aspek tertentu, misalnya aspek ritualnya, dan bahkan ritual itupun juga belum dijalankan secara sempurna.

Kegiatan ritual Islam, antara lain dijalankan agar berdampak pada kehidupan sosial. Misalnya dengan sholat, agar seseorang berhasil menghindarkan diri dari perbuatan keji dan mungkar. Namun demikian, bisa jadi dampak itu juga belum bisa diperoleh secara sempurna. Sekalipun sehari-hari seseorang sudah menjalankan ritual dengan tertib, tetapi juga masih belum berhasil menghindarkan diri dari perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan. Misalnya, mereka masih berlaku kasar terhadap suami/isteri dan anaknya, sekali-kali masih berbohong, merasa sakit hati tatkala orang lain dan atau tetangganya mendapatkan nikmat, kurang bersyukur, dan seterusnya.

Islam memang sedemikian agung dan indah, hingga hampir tidak ada orang yang mampu menangkap keagungan dan keindahan itu secara sempurna. Islam yang sedemikian besar, mulia, dan tinggi tidak akan bisa secara sempurna ditangkap oleh hati dan pikiran manusia yang serba sempit dan berkekurangan. Keadaan manusia yang serba berkekurangan seperti itu menjadikan Islam tampil sempit, sebagaimana sempitnya pikiran dan hati masing-masing pemeluknya.

Gambaran di muka, baru menjelaskan tentang Islam tatkala dilihat dari aspek ritualnya. Padahal ajaran Islam meliputi aspek-aspek lain yang lebih luas, dari sebatas tuntunan ritual itu. Islam memberikan gambaran tentang wilayah kehidupan intelektual atau ilmu yang sedemikian luas yang harus dicari dan digali. Selain itu, Islam mengajarkan tentang watak, karakter, perilaku atau akhlak sebagai seorang muslim, serta bagaimana kehidupan sosial dibangun. Islam juga mengajarkan tentang konsep amal saleh atau berbuat yang terbaik.

Terkait dengan ilmu pengetahuan, Islam memberikan gambaran yang sedemikian luas. Dalam al Qurán diperkenalkan tentang ciptaan Allah baik di langit maupun di bumi. Melalui al Qurán diperkenalkan kepada manusia tentang kehidupan dunia dan akherat. Melalui kitab suci itu pula, diberikan informasi tentang jagad raya ini serta seisinya, meliputi bumi, bulan, matahari, bintang, langit yang berlapis tujuh, laut dan samudera, gunung-gunung, manusia, kehidupan binatang dan tumbuh-tumbuhan. Semuanya itu terhampar secara terbuka agar dikaji oleh manusia. Namun ditegaskan, bahwa sebanyak apapun ilmu yang berhasil ditangkap atau digali oleh manusia, maka semua itu masih merupakan bagian yang amat kecil saja dari ilmu Allah.

Islam melalui al Qurán dan hadits nabi, -----dengan demikian, memberikan pandangan yang sedemikian luas kepada manusia. Atas dasar pandangan itu semestinya, kaum muslimin adalah kaum yang memiliki jangkauan pikiran yang luas dan besar, hati yang lapang dan, serta jiwa yang kuat dan besar. Dengan memeluk Islam, semestinya seseorang menjadi mulia dan berderajat tinggi, melebihi umat lainnya.

Akan tetapi pada kenyataannya, kebesaran dan kemuliaan itu belum sepenuhnya diraih oleh umat Islam secara keseluruhan. Umat Islam sementara ini belum berhasil memenuhi perintah ajarannya, untuk menggali ilmu pengetahuan seluas-luasnya. Bahkan umat Islam masih tertinggal dari umat lain, misalnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Sementara umat Islam, masih sibuk berdebat soal ritual. Padahal ritual tidak perlu diperdebatkan, melainkan semestinya segera diamalkan. Tetapi pada kenyataannya, umat masih sebatas itu, walaupun mereka tahu bahwa hal itu akhirnya hanya berujung pada perpecahan, sehingga umat Islam menjadi lemah.

Sebagai contoh sederhana lainnya, terkait dengan kehidupan sehari-hari, umat Islam juga belum berhasil pengembangan ekonomi. Sebagai akibatnya, masih terjadi kemiskinan di mana-mana, kesenjangan ekonomi di kalangan umat, pengangguran, ketidak pedulian terhadap yang miskin, yatim dan papa. Padahal terkait dengan hal itu, Islam memberikan tuntunan yang amat jelas. Umat Islam harus peduli terhadap orang miskin dan anak yatim. Mengabaikan hal itu dianggap sebagai telah mendustakan agamanya

Islam menganjurkan agar kaum muslimin mau berbagi atau berinfaq, bersedekah, zakat, dan semacamnya. Akan tetapi pada kenyataannya, sebagian besar umat Islam masih merasa berat untuk melepaskan sebagian hartanya untuk kepentingan orang lain yang membutuhkan. Ajaran Islam yang terkait dengan harta atau ekonomi ini, sesungguhnya sedemikian jelas. Akan tetapi lagi-lagi, ternyata sebagian besar umat, ----sekalipun mampu, masih banyak yang belum mengamalkannya. Oleh sebab itu, hingga sampai menjadi kenyataan sehari-hari, keindahan Islam itu, ternyata masih harus ditunggu lebih lama lagi. Sampai kapan ? Wallahu a’lam.

Jumat, 18 Juni 2010

MEMILIH SEKOLAH YANG BERMUTU ATAU SEKEDAR GENGSI

Oleh : Moh. Safrudin,S.Ag, M.PdI
(Staf Pengajar STIK Avicenna Kendari Peneliti Sangia Institut)

Jumlah dan jenis lembaga pendidikan sekarang ini sudah sedemikian banyaknya. Dulu orang sulit mencari lembaga pendidikan, tetapi sekarang kesulitan itu berubah, yaitu tatkala harus memilih. Bagi orang-orang tertentu memilih lembaga pendidikan, biasanya mencari yang bermutu atau berkualitas unggul.
Namun ukuran keunggulan atau kualitas ternyata berbeda-beda. Sementara orang menyebut lembaga pendidikan itu unggul, manakala semua siswanya pada setiap tahun lulus ujian nasional, atau lulusannya bisa diterima di lembaga pendidikan jenjang berikutnya yang dianggap maju. Sedangkan untuk tingkat perguruan tinggi, sementara orang memilih lembaga yang lulusannya cepat mendapatkan pekerjaan.
Sebatas memilih lembaga pendidikan ternyata juga tidak mudah. Bahkan masing-masing orang memiliki ukuran-ukuran tersendiri. Sementara orang, kualitas hanya dilihat dari penampilan gedung dan fasilitas pendidikannya. Selainnya, ada yang memperhatikan misi yang diemban oleh lembaga pendidikan yang bersangkutan. Misalnya, seorang pengikut fanatik organisasi keagamaan tertentu, maka akan mengirim anak-anaknya ke lembaga pendidikan yang dikelola oleh organisasi tersebut.
Berbeda dengan gambaran tersebut di muka, ada juga orang yang memilihkan lembaga pendidikan bagi anak-anaknya dengan ukuran-ukuran tertentu lainnya, yang sangat berbeda dengan masyarakat pada umumnya. Misalnya, sekalipun banyak orang membanggakan dan memilih lembaga pendidikan modern di kota, ternyata juga banyak orang yang justru memilih pesantren yang berada jauh di pedesaan.
Mereka yang memilih lembaga pendidikan pesantren tersebut, ternyata tidak selalu orang yang tidak berpendidikan dan memiliki tingkat ekonomi lemah. Oleh karena itu di beberapa pesantren tertentu, bisa kita temukan putra-putri orang-orang yang berpendidikan tinggi dan berekonomi cukup. Mereka sangat mampu menyekolahkan anaknya di sekolah modern dan mahal, tetapi justru mengirim putra putrinya ke pesantren sederhana di pedesaan.
Keputusan yang diambil oleh mereka itu ternyata cukup mendasar. Mereka tahu bahwa pendidikan pesantren tidak menjanjikkan lapangan kerja bagi lulusannya, tetapi tetap menjadi pilihannya. Mereka berkeyakinan bahwa pendidikan pesantren akan memberikan bekal kehidupan yang justru sangat diperlukan kelak, ialah akhlak yang mulia. Mereka berpandangan bahwa, seseorang yang berilmu tinggi, tetapi tidak menyandang akhlak yang terpuji, justru akan membahayakan hidupnya.
Mereka melihat kenyataan, bahwa tidak sedikit orang telah melewati lembaga pendidikan yang dianggap berkualitas atau unggul, dan segera mendapatkan lapangan pekerjaan serta gaji yang membanggakan. Tetapi ternyata, belum terlalu lama mereka bekerja di tempat itu, sudah berpekara, dituduh korupsi, dan akhirnya masuk penjara. Kenyataan itu kemudian disimpulkan bahwa, —–bisa jadi, lembaga pendidikan yang dianggap berkualitas dan unggul itu, hanya mengantarkan lulusannya ke lembaga pemasyarakatan.
Kenyataan-kenyataan seperti itu, menjadikan semakin tidak mudah memilih lembaga pendidikan yang dianggap baik. Pilihan yang tepat, —–jika ada dan terjangkau, memang adalah lembaga pendidikan yang memiliki berbagai keunggulan sekaligus. Yaitu lembaga pendidikan yang mampu mengantarkan para siswanya menjadi orang menyandang kesalehan secara sempurna, yaitu saleh intelektualnya, saleh kepribadiannya, saleh sosialnya, saleh ritualnya, dan juga saleh keahlian atau profesionalnya.
Namun pada kenyataanya, mencari lembaga pendidikan yang sempurna seperti itu, sekalipun jumlah lembaga pendidikan sudah terlalu banyak, ternyata juga tidak mudah. Selama ini keunggulan yang ditawarkan baru masih sangat sederhana, misalnya hanya dari kelengkapan fasilitas yang tersedia, tingkat kelulusan, dan kemudahan mendapatkan pekerjaan bagi lulusannya. Selama ini, rupanya masih sulit mencari lembaga pendidikan yang berani menjanjikan hasil lulusannya akan memiliki kelebihan secara sempurna, yaitu termasuk unggul akhlak atau kepribadiannya
Terkait dengan persoalan memilih sekolah ini, dulu saya pernah mendapatkan pesan dari orang tua tentang kriteria sekolah yang baik. Disarankan agar memilih sekolah, yang memiliki guru-guru yang baik. Bersekolah itu sama artinya dengan belajar atau berguru. Agar berhasil, maka bergurulah kepada orang yang mencintai ilmu dan sekaligus mengamalkannya. Selanjutnya, untuk mengetahui apakah guru tersebut telah mengamalkan ilmunya, maka saya dipesan agar melihat apakah guru-guru sekolah tersebut, selalu hadir di masjid ketika sholat berjama’ah.
Pesan tersebut sederhana sekali, tetapi sesungguhnya amat mendasar. Agar menjadi orang pintar dan sekaligus baik, maka harus berguru kepada orang pintar dan sekaligus mampu mengamalkan ilmunya. Kualitas pendidikan selalu terletak pada guru. Disebut sebagai guru berkualitas, di antaranya mereka sanggup mengamalkan ilmunya, hingga pada hal yang dianggap sederhana, misalnya bagaimana sholat subuhnya, apakah berjama’ah di masjid, atau justru selalu terlambat. Saya pernah dipesan, jangan berguru kepada orang yang sholatnya saja tidak tertib, dengan alasan guru tersebut sesungguhnya tidak bermutu. Wallahu a’lam

Kamis, 17 Juni 2010

PENYAKIT HATI DAN OBATNYA DALAM ALQUR'AN

Oleh : Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI
(Dosen STIK Avicenna Kendari Peneliti Sangia Institut)
mengawali tulisan saya tentang penyakit hati, saya mengutip salah satu surat dalam alqur’an yakni surat al-Hujarat ayat 12 Allah berfirman: “Hai orang yang beriman, jauhilah olehmu sekalian dari banyak buruk sangka, karena sesungguhnya buruk sangka itu adalah dosa. Dan janganlah kamu sekalian mencari aib atau kesalahan orang dan jangan pula berghibah (membicarakan aib) sebagian kamu terhadap sebagian yang lain. Apakah di antara kamu ada yang suka makan daging saudaranya dalam keadaan sudah mati (bangkai), maka kamu sendiri tidak menyukainya? Dan takutlah kamu sekalian kepada Allah; sesungguhnya Alah itu maha menerima tubat lagi maha kasih sayang.
Dalam kutipan ayat di atas setidaknya ada tiga penyakit hati yang harus dijauhi oleh orang yang beriman. Pertama, berburuk sangka. Berburuk sangka artinya menduga-duga atau menuduh orang lain berbuat sesuatu kesalahan, yang belum tentu orang tersebut melakukan kesalahan. Berburuk sangka terhadap orang lain tanpa didukung oeh bukti atau saksi, sangat dilarang oleh agama, karena akibat yang ditimbulkannya sangat dahsyat sekali terhadap orang yang belum tentu bersalah. Kalau dugaan itu salah, bisa menimbulkan fitnah terhadap seseorang, sementara dosa fitnah sebanding dengan membunuh orang. Oleh karena Allah swt melarang orang yang beriman berburuk sangka terhadap saudaranya.
Kedua, mencari-cari kesalahan orang lain. Apabila buruk sangka terus bergejolak pada hati seseorang, malahan sudah berkeyakinan orang tersebut melakukan kesalahan, maka orang-orang yang ditimpa penyakit hati ini akan mencari-cari kesalahan orang lain. Kadang-kadang menghubung-hubungkan suatu peristiwa atau kejadian dengan kelakuan orang lain, yang sebenarnya tidak ada hubungan sama sekali. Orang yang terkena penyakit hati ini, tidak bisa lagi berfikir positif mengunakan akal sehat, tidak bisa lagi membedakan mana yang benar dan mana yang salah, yang ada dalam hatinya adalah kebencian. Semua yang dilakukan orang selalu dinilai salah.
Ketiga, ghibah (membicarakan aib orang lain). Ghibah dalam bahasa sehari-hari dikenal dengan mengunjing, yaitu membicarakan aib orang lain, yang orang lain itu tidak senang aibnya itu dibicarakan. Dalam hadist Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, yang terjemahannya
“Ghibah itu lebih /besar dosanya dari berbuat zina”. Sahabat bertanya, “Mengapa bisa demikian wahai Rasulullah?”. Nabi menjawab, “Orang laki-laki yang melacur kemudian bertobat, maka Allah akan memberi ampunan kepadanya. Adapun orang yang berghibah tidak akan diampuni dosanya kecuali temannya (orang yang berghibah) memaafkannya lebih dahulu.”
Orang yang melakukan buruksangka, mencari kesalahan orang lain, dan melakukan ghibah terhadap saudaranya yang seiman, pada hal apa yang diduga-duganya belum tentu benar, maka sebenarnya dia sudah melakukan dosa besar. Allah menyamakan orang yang berperilaku demikian seperti memakan bangkai saudaranya yang telah mati. Siapa pun tentu akan merasak jijik memakan bangkai.
Dalam kehidupan sehari-hari ketiga penyakit hati ini sudah semakin parah di masyarakat. Penyakit ini bisa menimpa siapa saja dan kapan saja, sadar atau tidak sadar, sengaja atau tidak sengaja termasuk orang yang beriman. Karena penyakit ini adalah penyakit hati, sehingga kehadiran dan gejalanya tidak bisa dirasakan oleh orang yang bersangkutan, termasuk oleh dokter sekali pun.
Malahan sebagian program-program televisi swasta berpacu menjadikan ghibah sebagai program unggulan, yang dibungkus dengan berbagai nama yang pada dasasnya adalah ghibah. Simak saja acara-acara semisal KISS, Spot, Kasak-Kusuk, Silet, dan lain-lain yang jam tayangnya di pagi hari atau sore hari, disaat orang-orang lagi berkumpul atau beristirahat. Malahan mungkin jamaah program-program televisi ini bisa mengalahkan jamaah sholat magrib, majelis taklim, atau sholat jum`at. Bisa jadi, akibat acara ini seseorang bisa tertunda sholat atau pekerjaannya.
Akibat Penyakit Hati.
Kita sudah bisa melihat dan merasakan orang yang terinfeksi penyakit hati sudah jelas jauh dari manusia dan juga dari Allah. Penyakit hati bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi jelas merugikan orang lain dan dimurkai oleh Allah.
Minimal ada tiga akibat yang ditimbulkan oleh orang yang mempunyai penyakit hati. Pertama, kerugian terhadap diri sendiri. Orang yang terkena virus penyakit hati, jelas tidak akan pernah merasakan ketenangan dan kenikmatan dalam hidup,walau pun jabatan dan hartanya berlimpah, tetapi harta dan jabatan tersebut tidak akan pernah mendatangkan berkah dan manfaat baginya, karena kerja sibuk dengan mencar-cari dan memikirkan kesalahan orang lain, yang tidak mempunyai kesudahan Hadist Nabi dari Ali ibn Thalib, berbunyi, “Jauhilah olehmu sekalian dari ghibah, karena sesudngguhnya di dalam ghibah itu terdapat tiga bencana, yaitu: 1) do`anya tidak dikabulkan, 2) kebaikannya tidak diterima, 3) kejelekannya akan bertambah”.
Kedua, kerugian terhadap masyarakat. Kelompok masyarakat mana pun tentunya tidak akan suka bergaul, bertetangga dan berteman dengan orang yang terkena penyakit hati, kecuali masyarakat yang sama-sama terindikasi mengindap penyakit hati. Hanya orang-orang yang sama-sama satu penyakit saja yang mau bergaul.
Ketiga, mengundang murka Allah. Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Alauddin ibn al-Harits yang artinya: “Orang-orang yang mengupat, orang-orang yang mencela, dan orang-orang yang menghendaki adu domba serta orang-orang yang aniaya terhadap orang-orang yang tidak bersalah, makapada hari qiamat mereka semua akan digiring Allah dalam bentuk wajah-wajah anjing”.
Obat Penyakit Hati
Orang-orang yang terlanjur mengidap virus penyakit hati, kalau ingin sembuh satu-satunya jalan adalah bertobat, sebagaimana yang dijelaskan pada ujung ayat 12 surat al-Hujarat di atas. Penyakit hati tidak bisa terdeteksi oleh dokter spesialis, obatnya pun tidak ada yang menjual. Hanya dengan kesadaran orang yang bersangkutan penyakit hatinya bisa sembuh. Minimal ada tiga cara yang dilakukan oleh orang yang terindikasi virus penyakit hati.
Pertama, bertaubat kepada Allah SWT. Bertekad tidak melakukan kesalahan-kesalahan dan mengganti semua kesalahana dengan banyak beribadah, memperbaiki silaturahmi kepada orang-orang yang telah dizalimi.
Kedua, meminta nasehat. Seseorang yang terkena penyakit hati, bisa diketahui oleh orang lain, seperti teman dan keluarganya. Kita harus siap menerima masukan nasehat, kritikan dan saran dari orang-orang yang memberikan masukan. Kalau bisa mendatangi para ulama atau Ustad untuk meminta nasehatnya
Ketiga, menuntut ilmu. Penyakit hati banyak disebabkan oleh kurangnya ilmu dan ibadah yang bersangkutan. Jalan yang terbaik bagi orang yang terkena penyakit hati adalah terus menerus menuntut ilmu dan melakukan ibadah kepada Allah SWT, sehingga tidak ada waktu yang terluang tanpa nilai ibadah, dan kita disibukkkan dengan dengan mengoreksi aib kita sehinggga tidak sempat lagi mengoreksi aib orang lain dan terus-menerus mengingat-ingata dosa kita serta melupakan kebaikan yang pernah dilakukan wallahu ‘alam bissawab

Rabu, 16 Juni 2010

PIALA DUNIA DI AFRIKA SELATAN DAN KEKERASAN ISRAIL DI PALESTINA

Oleh : Moh. Safrudin,S.Ag, M.PdI
(Dosen STIK Avicenna Kendari dan Peneliti Sangia Institut)
Saat ini berjuta-juta mata masyarakat internasional tertuju pada sebuah negara di benua hitam, Afrika Selatan, untuk menyaksikan pesta olah raga paling populer di planet bumi ini. Ini untuk pertama kalinya hajatan akbar itu diselenggarakan di benua Afrika setelah sebelumnya di Asia (Jepang, Korea dan China). Afrika Selatan berhasil menjadi tuan rumah penyelenggaraan perhelatan akbar empat tahunan itu lewat perjuangan panjang dengan mengalahkan banyak pesaing dan dengan beberapa alasan. Pertama, Afrika Selatan ingin membuktikan dirinya mampu menyelenggarakan event olah raga itu sebagaimana bangsa-bangsa lain yang lebih maju. Event internasional bukan sembarang event. Di dalamnya ada kekuatan mengorganisasi seluruh resources, dana, semangat kerja keras, politik, kekuatan ekonomi, dan teknologi yang mendukung ketersediaan sarana dan prasarana kegiatan.
Kedua, Afrika Selatan ingin membangun citra positif sebagai sebuah bangsa bermartabat. Sebab, selama berpuluh-puluh tahun masyarakat dunia mengenalnya sebagai negara dengan sistem politik rasial berbasis warna kulit atau apartheid. Lewat politik apartheid warga kulit hitam terpinggirkan di hampir semua sektor kehidupan, politik, sosial, budaya, dan ekonomi. Penindasan berbasis warna kulit sungguh kejam dan tak berperikemanusiaan. Kita bisa mengajukan pertanyaan apa salahnya mereka berkulit hitam. Sebab, manusia terlahir tidak bisa memilih warna kulit, orangtua, dan tempat kelahiran. Andai saja bisa memilih, mungkin warga Afrika Selatan itu memilih berwarna kulit putih, atau sawo matang, atau apa saja yang mereka sukai dan memilih orangtua yang warna kulitnya juga tidak hitam agar tidak jadi korban politik apartheid..
Saya teringat sebuah majalah asing yang terbit awal 1980-an mengupas kekejaman apartheid dengan membatasi jalan tempat warga lewat dan rumah-rumah makan melalui pengumuman besar yang terpampang “The Road for White Only”, dan “Restaurat for Black”. Siapapun yang melanggar ketentuan itu pasti kena saksi ditangkap dan dipenjara. Afrika Selatan menjadi negara dengan sistem apartheid paling kejam di muka bumi. Pejuang Afrika Selatan, Nelson Mandela, kini 91 tahun, yang memperjuangkan penghapusan politik apartheid dan akhirnya menjadi presiden pasca-politik apartheid harus meringkuk di penjara selama dua puluh lima tahun.
Konon Organisasi Sepak Bola Internasional (FIFA) meloloskan Afrika Selatan sebagai tuan rumah tidak lepas dari peran Nelson Mandela. Bagaimana pun Nelson Mandala adalah putra terbaik Afrika Selatan yang sebagian besar waktu hidupnya dipakai untuk memperjuangkan rakyatnya agar bebas dari penindasan bangsa-bangsa lain. Nelson Mandela adalah simbol negarawan sejati bagi masyarakat benua hitam itu.
Ketiga, Afrika Selatan ingin menunjukkan ke dunia internasional sebuah platform politik rekonsiliasi yang dibangun setelah berakhirnya politik apartheid. Lewat kebijakan rekonsiliasi, Afrika Selatan ingin menunjukkan kepada dunia luar bahwa mereka adalah bangsa besar dan bukan bangsa pendendam. Sebab, lewat rekonsiliasi nasional yang dibangun, pemimpin Afrika Selatan di bawah Nelson Mandela memaafkan semua pemimpin dan siapa saja yang berafiliasi ke politik apartheid.
Di bawah Nelson Mandela, Afrika Selatan ingin menatap masa depan dengan menghilangkan rasa saling dendam dan benci sesama bangsa Afrika Selatan. Mereka tidak mau larut dalam kesedihan yang mendalam karena ditindas, tetapi ingin segera bangkit dan membangun diri dengan membuka hubungan dengan dunia luar dengan mengolah sumber daya alam yang sangat melimpah yang selama berlangsungnya politik apartheid hubungan itu terputus karena sanksi internasional. Politik rekonsiliasi model Afrika Selatan ini menjadi contoh model solusi konflik negara yang baru saja lepas dari konflik politik.
Keempat, Afrika Selatan ingin menjadikan dirinya tidak saja sebagai pemimpin bagi bangsa Afrika yang lain, tetapi ingin mengambil posisi sebagai sebuah kekuatan dunia yang patut diperhitungkan. Di dalam geopolitik internasional, di mana Barat ingin menjadi pemimpin dunia satu-satunya, Afrika Selatan tampil merebut perhatian dunia lewat event olah raga paling bergengsi. Sampai saat ini Afrika Selatan memang belum berhasil memerangi kemiskinan, pengangguran, kriminalitas setelah lepas dari politik apartheid. Konon di jalan-jalan protokol masih sering terjadi perampokan di siang bolong, sehingga angka kriminalitas sangat tinggi. Tetapi Afrika Selatan telah berhasil membuktikan ambisinya untuk mewakili kekuatan rakyat dari benua hitam.
Lewat hajatan akbar itu Afrika Selatan ingin dicatat bukan sebagai bangsa bekas korban apartheid, melainkan sebagai sebuah bangsa besar yang bermartabat. Keinginan itu kini terbukti. Mungkin di benak Afrika Selatan kemenangan atau seri melawan Mexico tidak begitu penting. Tapi yang lebih penting dari itu adalah kini semua mata warga dunia diajak menyaksikan bahwa negara hitam itu sanggup menyelenggarakan event akbar sebagai simbol peradaban modern. Perhelatan itu diselenggarakan di tengah kemajuan sains dan teknologi informasi yang demikian pesat dan ditayangkan oleh ribuan wartawan ke seluruh penjuru dunia.
Untuk sementara masyarakat internasional lupa penderitaan warga Gaza, Palestina, yang disandra Israel dengan tidak bisa keluar dan tidak boleh menerima sumbangan kemanusiaan. Padahal, kebutuhan dasar hidup sangat terbatas, sarana dan prasarna umum hancur berantakan karena buldoser Israel, dan pengangguran sangat tinggi. Saya yakin warga Palestina juga menonton pertandingan sepakbola akbar itu. Tetapi rasanya, mereka tidak bisa menikmati indahnya teknis dan kecanggihan sepak bola modern itu, karena penderitaan yang merekan alami akibat blokade Israel. Bagi warga Palestina, yang diperlukan saat ini bukan sepak bola melainkan lepas dari belenggu zionis Israel untuk selanjutnya hidup layak sebagai manusia merdeka. !

Jumat, 11 Juni 2010

DEMAM PIALA DUNIA

oleh : Moh. safrudin
Apa sesungguhnya daya tarik sepakbola? Mengapa 22 pemain yang berebut bundaran berisi udara di sebidang lapangan mampu menyedot perhatian luar biasa umat manusia sejagat?


Rahasia apa di balik ketergila-gilaan orang kepada Piala Dunia, sehingga melakukan persiapan penyambutan layaknya sebuah religi yang bertaut dengan hidup dan masa depan manusia?

Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan kick-off baru 11 Juni 2010, tetapi "suasana" perhelatan yang disebut-sebut sebagai the greatest show on earth itu sudah berlangsung sejak beberapa bulan lalu. Hasilnya, kemeriahannya sudah terasa di Kampung Kalilangse, Kelurahan Gajahmungkur, Kecamatan Gajahmungkur Semarang.

Ya, Warga RT 7/RW 4 Kalilangse mendekorasi kampungnya dengan tema Piala Dunia. Hebatnya lagi, banyak kampung yang dilanda demam piala dunia seperti Kampung Kalilangse. Di mana-mana orang membiacarakan sepak bola. Bahkan keponakan penulis yang masih sekolah dasar begitu fasih membicarakan Ronaldo, Kaka, Torres, Lampard, Rooney, Drogba dan pemain-pemain bola lainnya. Ia bahkan hafal di luar kepala, siapa, bermain sebagai apa, di negara yang mana, beserta dengan semua gosipnya.

Kita di Indonesia, bukankah selalu rela menyisihkan waktu untuk menyuntuki pertandingan demi pertandingan, bahkan ketika Piala Dunia dilangsungkan di benua Afrika yang memaksakan penyesuaian waktu pada larut malam atau dini hari?

Bahwa Indonesia menjadi bagian dari "umat bola'', itu adalah fenomena global jika dikaitkan dengan rekor penonton Piala Dunia di televisi. Pesta bola adalah "jeda" atau "moratorium" rakyat Indonesia untuk melupakan tumpukan beban hidup dengan menyaksikan permainan ini.

Lalu bagaimana "keterlibatan'' bangsa Indonesia pada sebuah Piala Dunia? Jelas bukan keterlibatan karena ada wakil kita di sana. Juga bukan keterlibatan karena kualitas sepakbola nasional yang sudah layak dipersinggungkan dalam konteks rivalitas. Selalu ada yang ideal, yaitu imbauan untuk belajar, transfer of technology, dan semacamnya.

Sepak bola, menurut pendapat Richard D Mandell dalam Sport: A Cultural History, mendorong pencapaian dan prestasi berdasarkan prinsip-prinsip demokratis. Ada kesempatan berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai prestasi terbaik bagi semua orang. Ada inspirasi kebebasan, moralitas, keindahan, dan keadilan. Orang bisa mengembangkan diri, meningkatkan kualitas untuk mencapai prestasi.

Kamis, 10 Juni 2010

BATASAN PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI

Islam memberikan definisi yang jelas dan tidak mengambang tentang pornografi dan pornoaksi. Pornografi adalah produk grafis (tulisan, gambar, film)-baik dalam bentuk majalah, tabloid, VCD, film-film atau acara-acara di TV, situs-situs porno di internet, ataupun bacaan-bacaan porno lainnya-yang mengumbar sekaligus menjual aurat, artinya aurat menjadi titik pusat perhatian. Sedangkan pornoaksi adalah sebuah perbuatan memamerkan aurat yang digelar dan ditonton secara langsung dari mulai aksi yang 'biasa-biasa' saja seperti aksi para artis di panggung-panggung hiburan umum hingga luar biasa dan atraktif seperti tarian telanjang atau setengah telanjang di tempat-tempat hiburan khusus (diskotek-diskotek, klab-klab malam, dll). Tentu saja, dalam konteks pornografi dan pornoaksi yang mengumbar aurat ini, yang dimaksud adalah aurat menurut syariat islam Islam. Seorang wanita yang memperlihatkan sekadar rambut atau bagian bwah kakinya, misalnya jelas termasuk orang yang mengumbar aurat. Sebab aurat wanita dalam pandangan Islam adalah seluruh tubuhnya kecuali muka dan telapak tangan.

Secara fikih, menyaksikan secara langsung aurat seseorang yang bukan haknya (pornoaksi) adalah HARAM, kecuali untuk tujuan yang dibolehkan oleh syara, misalnya memberi pertolongan medis. Ini akan berlaku juga pada para pembuat pornografi (kamerawan, pengarah gaya, sutradara etc.)

Sementara itu sebuah benda dengan muatan pornografi dihukumi seabagai benda yaitu mubah. Namun demikian, kemubahan ini bisa berubah menjadi haram ketika benda (baca: sarana/wasilah) itu dipastikan dapat menjerumuskan pada tindakan keharaman. Sebab kaidah ushul fikih yang mu'tabar menyebutkan :

Sarana yang menjerumuskan pada tindakan keharaman adalah haram

Karena itu, kemubahan ini juga tidak berlaku untuk penyebarluasan dan propaganda pornografi/pornoaksi yang akan memiliki dampak serius di masyarakat. Seseorang yang dihadapkan pada suatu media porno, misalnya memang dipandang belum melakukan aktivitas haram (karena media sebagai benda adalah mubah). Akan tetapi, bila orang itu ikut dalam usaha membuat dan/atau menyebarkaluaskan media porno, maka menurut syariat, dia dianggap telah melakukan aktivitas yang haram

Solusi Islam

Islam menghargai kebebasan untuk berekspresi, namun dalam koridor syariat. Islam juga mengakui bahwa setiap manusia memiliki naluri seksual, namun mengarahkanya supaya disalurkan dalam cara-cara sesuai syariat. Islam sebagai mabda' (ideologi) memiliki cara yang khas, untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi manusia tanpa menelantarkan kebutuhannya yang lain, dan juga tanpa mengabaikan kebutuhan manusia lainnya dalam masyarakat.

Oleh karena itu, Islam tidak sekedar menetapkan agar tak ada seorangpun dalam wilayah Islam yang mengumbar aurat, kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan syariat; namun Islam juga memberikan satu perangkat agar ekonomi berjalan dengan benar, sehingga tak perlu ada orang yang harus mencari nafkah dalam bisnis pornografi/pornoaksi. Islam juga memberikan tuntunan hidup dan aturan bermasyarakat yang akan menjaga agar setiap orang memahami tujuan hidup yang sahih serta tolok kebahagiaan yang hakiki sehingga demand (permintaan) pada bisnis pornografi/pornoaksi pun akan merosot tajam. Bagaimanapun, setiap bisnis hanya akan berputar kalau ada supply (penawaran) dan demand (permintaan). Karena itu, keduanya harus dihancurkan.

Pemerintah Islam akan mendidik rakyatnya untuk berpola sikap dan perilaku islami. Media massa akan diarahkan agar tidak lagi memprovokasi umat dengan stimulasi-stimulasi yang merangsang kebutuhan pornografi/pornoaksi. Demikian juga keberadaan berbagai sarana hiburan yang selama ini menjadi ajang pertemuan pelaku kemaksiatan akan dibersihkan, tanpa harus merusak fisiknya.

Jika setelah langkah-langkah ini dilakukan, setelah negara mengatasi masalah di sisi supply (penawaran) dengan perbaikan pendidikan dan ekonomi, kemudian mengatasi masalah di sisi



Definisi zina dalam Islam adalah jelas, yakni setiap hubungan seksual yang dikehendaki dari pihak-pihak yang tidak diikat pernikahan. Ini jelas berbeda dengan definisi KUHP yang hanya membatasi perzinaan sebatas pada orang-orang yang berstatus kawin dan pasangannya keberatan atas selingkuhnya.

Walhasil, memberantas pornografi/pornoaksi tak bisa sepotong-sepotong, namun harus komprehensif. Ini tak bisa tidak harus dimulai dari dasar fundamentalnya, yakni dengan melibas sistem hukum sekular dan menggantinya dengan sistem hukum Islam. Bukankah Allah Swt. telah berfirman: Apakah hukum Jahiliah yang kalian kehendaki? Siapakah yang lebih baik hukumnya selain Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS al-Maidah [5]: 50)

Minggu, 06 Juni 2010

CALON PEMIMPIN YANG SUKA MEMPROMOSIKAN DIRI

Oleh : Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI
(Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Avicenna Kendari)
Dalam beberapa bulan mendatang di daerah kita Sulawesi Tenggara akan digelar Pemilukada, yakni, Bombana, Konawe utara, Muna, masing-masing calon Bupati dan wakil bupati disibukan dengan sosialisasi diri, kampanyekan diri atau mempromosikan diri, yang menjadi budaya masyarakat sekarang ini.
Dalam tradisi orang Timur, terutama bagi masyarakat jawa, sesungguhnya malu dan dianggap aib untuk memamerkan,menonjolkan kehebatan dirinya, sampai-sampai muncul ungkapan yang sangat populer: ojo dumeh, jangan mentangmentang berjasa.
Sikap adigangadigung- adiguna sangatlah tercela bagi masyarakat Jawa, yaitu merasa dirinya kuat,merasa dirinya keturunan ningrat, dan merasa dirinya paling berguna bagi orang lain. Tradisi ini juga pengaruh dari ajaran agama yang selalu menekankan keutamaan berbuat ikhlas, bekerja semata mengharap rida Allah, bukan mengharap pujian dan tepuk tangan manusia.
Karena itu, sering kita jumpai daftar penyumbang pembangunan masjid, misalnya, yang hanya menuliskan sebagai “hamba Allah”. Identitasdirinya disembunyikan untuk menghindari sikap pamer yang potensial merusak keikhlasan. Namun, sesungguhnya mengumumkan bahwa seseorang telah berbuat kebajikan juga disarankan Alquran.
”Jika engkau mendapatkan kenikmatan dari Tuhan,maka beritakanlah pada orang lain.”(QS 93:11). Menyampaikan berita kenikmatan dari Tuhan kepada masyarakat merupakan tanda syukur dan semoga menjadi pelajaran dan dorongan agar orang lain juga berbuat serupa, sehingga mendatangkan kebaikan berlipat ganda bagi masyarakat.
Dalam ajaran agama, seseorang yang memperoleh hidayah, lalu diringankan untuk beramal saleh, juga tidak salah memberitakan kenikmatankenikmatan itu kepada orang lain. Para rasul Tuhan juga, karena merasa dirinya mendapat amanah dari Tuhan dan jiwanya merasa terpanggil untuk memimpin umat, maka mereka tampil mengumumkan diri sebagai pemimpin.
Namun, para Rasul ini tampil dengan kekuatan moral dan tawaran gagasan yang sarat kebenaran dan mereka tidak membagi uang serta membujuk masyarakat agar dirinya diakui sebagai rasul. Pepatah lama bahwa “diam itu emas” (silent is golden) tampaknya tidak lagi berlaku.
Sebaliknya,untuk jadi pemimpin justru seseorang harus banyak tampil di forum, banyak bicara, dan membuat baliho sebesar dan sebanyak mungkin agar wajahnya dikenal luas masyarakat. Bahkan tidak segan-segan mereka membeli jam siaran di televisi dengan ongkos miliaran rupiah untuk mendongkrak citra dan polularitas.
Yang kemudian muncul di benak masyarakat, demokrasi berarti kompetisi. Kompetisi mesti menimbulkan kegaduhan dan berlomba menjual diri agar dibeli masyarakat. Anehnya, para politisi kita bukannya disumbang dana oleh masyarakat seperti Obama, misalnya, namun justru mereka yang membagi uang kepada masyarakat.
Saya tidak tahu, apakah ini simbol kedermawanan dan cinta pada rakyat ataukah sebuah upaya ibarat memancing ikan mesti diperlukan umpan? Apakah ini penghargaan pada rakyat ataukah pembodohan dan penghinaan pada rakyat? Dengan segala kekurangan yang ada,yang pasti rakyat saat ini semakin memiliki kedaulatan untuk memilih pemimpin melalui pemilihan umum secara langsung.
Hanya,karena tingkat pendidikan dan ekonomi masyarakat yang masih rendah,cara yang ditempuh para politisi untuk mempromosikan diri bukannya dengan kekuatan gagasan,moralitas,dan prestasi kerja yang meyakinkan, melainkan dengan membagi uang dan obral janji menebar angin surga serta memoles pesona.
Tradisi promosi diri ini sebagian karena pengaruh tradisi demokrasi Barat, terutama Amerika Serikat, yang secara kultural demografis mirip Indonesia,yaitu masyarakatnya yang sangat majemuk. Ketika sebuah masyarakat masih bersifat homogen dengan jumlah penduduk terbatas, maka pepatah “diam itu emas” masih tetap berlaku dan sangat mudah dipahami.

Tanpa kampanye secara lisan semua warga masyarakat sudah bisa menilai kualitas dan prestasi setiap warganya.Pada masyarakat yang homogen dan komunalistik bahasa tindakan lebih kuat ketimbang bahasa lisan. Namun ketika penduduk semakin banyak, perjumpaan lintas etnik, profesi, agama dan budaya semakin intens, maka seseorang dituntut untuk aktif memperkenalkan diri agar dikenal dan diterima masyarakat luas.
Terlebih kalau seseorang ingin jadi wakil rakyat, bupati,gubernur,atau presiden.Jika mereka diam saja,tak akan ada yang mengenal dan memilihnya.Sepintar apa pun seseorang, kalau tak ada forum untuk tampil mengampanyekan dirinya secara nasional, maka sulit untuk jadi pemimpin.
Di sinilah makanya peran media massa sangat strategis setiap musim kampanye. Masa kampanye calon Bupati wakil bupati (cabub-cawabub) yang relative singkat, akan semakin menguntungkan bisnis televisi karena panen iklan.Hanya melalui media televisi wajah dan pikiran calon akan dikenal luas masyarakat.
Hanya saja, titik lemah dari media televisi adalah bisa direkayasa sedemikian rupa agar menimbulkan efek kesan yang jauh lebih bagus dan lebih hebat dari kualitas aslinya. Mekanisme rekayasa virtual itu sulit dilakukan dalam sebuah komunitas yang homogen dan terbatas.
Ibarat sebuah keluarga besar, masing-masing kenal secara mendalam. Namun, dalam masyarakat Indonesia yang sangat majemuk,yang jumlah penduduknya tinggi dan tersebar ke dalam ribuan pulau, politisi yang ingin memenangi persaingan harus berlimpah dananya untuk biaya iklan dan membeli jam tayang agar dirinya dikenal secara nasional.

Itu sungguh bukan hal yang mudah dilakukan. Dengan demikian,saat ini politik citra menjadi bagian dari tradisi baru promosi diri.Panggung politik dan panggung sinetron lalu memiliki kemiripan dalam proses produksi dan mekanisme kerjanya, meski tujuannya berbeda. Sebaiknya para politisi maupun masyarakat bersama-sama menyadari perkembangan dan perubahan budaya “pamer diri” ini.
Kata pamer rasanya memang tidak tepat untuk kultur Indonesia. Tetapi dalam bahasa Inggris memang terdapat ungkapan: self-exposure dan selfpromotion dalam konotasi yang datar-datar saja. Di situ berlaku adagium, tak akan ada yang memperjuangkan diri Anda secara serius,kecuali Anda sendiri karena padadasarnya setiaporangcintadiri dan sibuk dengan dirinya sendiri.
Promosi diri akan menjadi persoalan moral ketika dilakukan dengan membohongi rakyat. Ketika mereka maju hanya dengan mengandalkan kekuatan uang tanpa visi, gagasan dan program jelas serta integritas kuat.Promosi diri agar terpilih menjadi pemimpin tingkat lokal maupun nasional jelas memerlukan dana besar, tim sukses yang solid dan profesional.
Dan itu semua memerlukan dana yang kuat. Pertanyaannya, dari mana miliaran itu didapat? Kapan bangsa ini lebih menghargai gagasan dan moral sehingga mampu mengalahkan rayuan uang?
Pemimpin Transaksional
Banyak orang mengatakan bahwa, masyarakat itu tergantung pada pimpinannya. Jika pimpinannya hebat, maka masyarakat akan dinamis dan berkembang dengan hebatnya. Sebaliknya, jika masyarakat itu dipimpin oleh orang yang biasa-biasa saja, maka masyarakatnya juga tidak akan maju. Apalagi, jika pemimpinnya lembek, maka bisa dibayangkan sendiri keadaannya.

Demikian pula sebuah institusi, tidak terkecuali institusi pendidikan. Lembaga pendidikan akan maju jika dipimpin oleh kepala sekolah yang maju dan dinamis. Tetapi jika kebetulan tidak sedang memiliki pimpinan yang dinamis dan kreatif, maka lembaga pendidikan tersebut tidak akan maju, stagnan, atau jalan di tempat. Kasus-kasus tentang itu banyak jumlahnya, sehingga dengan mudah dapat ditemui di mana saja. Misalnya, lembaga pendidikan yang semula maju pesat, karena pimpinannya berganti orang yang tidak kapabel dan kreatif, maka kemajuan itu segera berhenti, selanjutnya lembaga itu hanya sebatas bertahan, dan bahkan menurun.

Komunitas terkecil, seperti rumah tangga pun juga begitu. Sebuah keluarga kelihatan dinamis, karena kepala keluarganya berpikiran maju dan atau cerdas. Bahkan kalau ada siswa berprestasi di sebuah sekolah, maka segera akan ditanyakan, siapa nama guru dan orang tuanya. Pertanyaan itu muncul karena guru dan orang tuanya yang memimpin dan mendidik anak yang bersangkutan dianggap memiliki peran strategis.

Posisi pemimpin yang sedemikian strategis, ternyata masih belum terlalu disadari oleh sebagian besar masyarakat. Hal itu kelihatan dari tatklala terjadi proses pemilihan calon pemimpin. Di alam demokrasi seperti sekarang ini, pemimpin dipilih langsung oleh rakyat. Rakyat pun juga belum selalu tahu, siapa sesungguhnya calon pemimpinnya itu.

Untuk mengenalkan diri, calon pemimpin mereklamekan diri, lewat berbagai cara, baik melalui media elektronik maupun media lainnya. Kita lihat di berbagai sudut kota, bahkan juga di desa, setiap menjelang pemilihan pimpinan daerah, terpampang foto-foto berukuran besar, sebagai cara mempromosikan diri. Menawarkan diri sebagai calon pemimpin tak ubahnya mempromosikan barang-barang kebutuhan sehari-hari agar laku diajual.

Pemilihan secara langsung calon pemimpin sesungguhnya bukan hal baru di negeri ini. Rakyat di pedesaan pun sejak lama sudah terbiasa memilih calon pemimpin tingkat desa. Jika kepala desa berhenti, dengan sebab apapun, maka rakyat memilih calon kepala desa yang baru. Pemilihannya dilakukan secara langsung. Hal yang menarik, apakah para calon ketika itu masih malu-malu, ataukah karena belum ada pasphoto, sehingga identitas masing-masing calon disamarkan dengan lambang-lambang atau simbol. Misalnya calon A menggunakan lambang kelapa, calon B menggunakan pisang, calon C menggunakan lambang buang nangka dan seterusnya.

Orang zaman dulu rupanya masih malu-malu mengajukan dirinya sebagai calon pemimpin, sehingga harus menggunakan lambang atau simbol-simbol itu. Berbeda dengan itu, sekarang orang secara terus terang menyatakan diri sanggup dan bahkan menawarkan diri menjadi calon pemimpin. Bahkan, agar keinginannya berhasil terwujud, orang harus menebar janji-janji, dan bahkan juga secara langsung memberi uang, agar mereka memilihnya. Padahal dengan cara itu, posisi pemimpin menjadi kurang berwibawa dan sacral, dan hanya akan dianggap sebagai seorang yang bernafsu untuk menjadi pemimpin.

Pemilihan pimpinan di zaman demokratis seperti itu menjadikan orang yang tidak punya uang, sekalipun lebih mampu, tidak akan terpilih sebagai pemimpin. Begitu sebaliknya, seorang yang tidak memiliki kapabilitas apa-apa bisa terpilih, karena sejumlah uang yang dimilikinya. Sebagai akibat cara pemilihan pemimpin seperti itu, maka masyarakat yang dipimpinnya tidak maju. Bahkan pemimpin yang terpilih pun, karena harus mencari uang untuk mengembalikan biaya pemilihan, terpaksa korupsi, dan ketahuan lalu ditangkap, diadili, dan akhirnya masuk penjara. Dengan kenyataan seperti itu, masyarakat yang dipimpinnya tidak maju, sedangkan pemimpinnya masuk penjara. Maka, sempurnalah kebobrokan masyarakat yang bersangkutan.

Gejala yang memprihatinkan seperti ini merata di semua lapisan, mulai dari tingkatan yang terendah hingga yang tertinggi. Pemimpin yang sesungguhnya memiliki posisi yang amat strategis, selalu menentukan maju mundur, atau dinamika masyarakat yang dipimpin, -------sebatas hanya berdalih menjalankan demokrasi, ternyata dipilih melalui cara-cara yang tidak benar. Pemimpin hanya dipilih dan muncul atas dasar kekuatan financial. Pemilihan pemimpin yang dilakukan lewat cara transaksi-transaksi itu akhirnya bagaikan proses jual beli di pasar.

Padahal, pemimpin yang sukses adalah orang yang memiliki kapabilitas kepemimpinan, jujur, adil, dan memiliki jiwa pengabdian yang tinggi. Bahkan, pemimpin seharusnya selalu berjuang demi masyarakat yang dipimpinnya. Perjuangan yang dilakukan, masih harus disempurnakan oleh kesediaan berkorban. Sayang sekali, bangsa yang sudah sekian lama menginginkan kemakmuran dan keadilan, tatkala memilih para pemimpinnya, masih berada di jalan yang kurang benar, yaitu dilakukan di antaranya dengan cara transaksi, hingga yang didapat adalah pemimpin transaksional. Wallahu a’lam

Jumat, 04 Juni 2010

MENGAPA BANGSA ISRAIL ITU KERAS KEPALA DAN KEJI

Oleh : Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI
(Dosen Agama STIK Avicenna Kendari Peneliti Sangia Institut)
Tulisan ini saya buat untuk memberi gambaran mengapa Israil keji, kejam dan keras kepala, dan tidak mau mendengar dari berbagai macam saran, para demonstran , mulai dengan cara yang santun,sampai dengan cara kutukan dan kekerasan dari berbagai negara di seluruh dunia.
Setelah saya mengkaji dan mendalami dalam sejarahnya Bani Israil adalah bangsa yang sangat terhormat,atau kaum bangsawan , sehingga dalam Al-Qur’an banyak cerita yang mendominasi cerita sejarah adalah kaum Bani Israil.
Kalau kita membaca Al-Qur’an banyak kita jumpai kata-kata Ya bani Israil sebagian ulama memberikan penjelasan karena Bangsa Israil adalah bangsa yang keras kepala , keji dan tak mau mendengar seruan dari Para Nabi untuk menyembah Allah Swt, dan inilah yang menyebabkan Allah Mengutus Para Nabi Kebanyakan dari bangsa Israil bukan bangsa Lain. Allah mengutus nabi yang berkerakter besar dan gagah perkasa yaitu Nabi Musa Alaisalam untuk menghadapi bani Israil yang bandel, keras kepala dan keji untuk menyembah kepada Allah swt, akan tetapi mereka enggan menuruti perintah Allah yang disampaikan kepada Nabi Musa, bahkan pada Zaman Nabi Musa muncullah Raja Firaun malah mengaku sebagai Tuhan, yang mengatakan untuk apa saya menyembah Tuhanmu Wahai Musa tidak da Tuhan Selain aku kata Firaun hal ini menunjukkan kesombongan dan keangkuhan bangsa Israil, bukan malah menuruti perintah Nabi Musa Malah minta supaya dia disembah.
Allah juga pernah mengutus Nabi yang berkerakter lemah lembut dia adalah nabi Isa Alaisalam yang dikenal dengan ajarannya Cinta kasih, bahkan dalam kitab perjanjian lama disebutkan kalau ada orang yang tempeleng pipi kanan maka serahkan lagi pipi yang kiri karena kelembutan nabi Isa AS, hal ini juga masih banyak bani Israil yang tidak mau mendengar seruan nabi Isa AS, untuk menyembah kepada Allah bahkan mereka memanfaatkan kelembutan Nabi Isa As untuk dikorbankan dibunuh dan disalib sebagai penebus dosa-dosa yang telah mereka lakukan ( versi agama Nasrani)
pada Tahun 2007 yang lalu, ada sebuah terbitan buku yang sangat lugas, detail dan berani mengungkap kekejaman dan kedhaliman Israel atas negeri Palestina. Buku itu berjudul “Tears of Heaven“. Karya ini merupakan kisah nyata yang dialami oleh dr Ang Swee Chai di Kamp pengungsian Palestina. Ang Swee Chai mengisahkan secara rapi dan teliti pengalaman yang ia rekam atas kekejaman Israil terhadap rakyat palestina selama 20 tahun yang silam. Karya itu sempat saya baca, dan rasanya jiwa ini ikut merasakan betapa pedih dan pahitnya penderitaan yang dialami rakyat Palestina.

Sebuah karya yang sangat berani dan menantang terhadap arus hegemoni kekuasaan yang kini masih dikendalikan negeri adikuasa Amerika Serikat. Israil sebagai negeri super kisruh telah semakin merajalela karena dapat dukungan dan sokongan dari negeri super-power tersebut. Dengan terbitnya buku semacam itu sesungguhnya telah membuka aib dan kesalahan yang pernah dilakukan oleh Israil maupun Amerika Serikat atas Palestina. Sehingga buntutnya, pencetakan dan penerbitan karya yang monumental itu sempat dihentikan, tapi setahun kemudian barulah dapat terbit.

Dr. Ang Swee Chai adalah seorang dokter perempuan kelahiran Malaysia yang dibesarkan di Singapura. Sejak 1977, ia bersama suaminya Francis Khoo tinggal di Inggris. Ia bekerja di St. Bartholomew’s Hospital dan The Royal London Hospital. Ia adalah perempuan pertama yang menjabat sebagai Orthopaedic Colsultant setelah beberapa abad kedua rumah sakit itu berdiri.
Untuk membela rakyat yang tak berdosa, dr. Ang dan beberapa rekannya membentuk badan amal Medical Aid for Palestinians (MAP), setelah terjadinya pembantaian Sabra-Shatila 1982. Ia pernah mendapat penghargaan tertinggi “Star of Palestine” dari pemimpin PLO Yasir Arafat tahun 1987 sebagai pengabdian kepada rakyat Palestina.

Pengalaman yang tertuang dalam buku ini sangat menggetarkan hati. Pembantaian anak-anak, wanita, orangtua, dan orang-orang lemah yang tak bersenjata sungguh menyentakkan hati sukarelawan dokter bedah ini. Ia merasa sangat gusar karena harus menemukan kebenaran tentang orang-orang yang berani murah hati melalui kematian mereka.

Sebagai seorang fundamintalis Kristen, dulu ia mendukung Israil, membenci orang-orang Arab, dan menentang PLO sebagai teroris yang harus dikutuk dan ditakuti. Tetapi setelah datang dan menyaksikannya sendiri di Sabra-Shatila, membuatnya sadar bahwa orang Palestina adalah manusia yang harus dibela. Upaya pihak-pihak adikuasa yang berkonspirasi untuk menjelek-jelekkan mereka, pupus sudah. Bagaimana mungkin mereka adalah jahat, jika mereka adalah korban ketidakadilan yang amat besar? Seperti orang-orang lain, dr. Ang menghadapi kenyataan yang pahit, dan menjadikannya bertobat akibat kebodohan dan prasangkanya telah membutakan mata dari penderitaan bangsa Palestina.

Perjuangan dr. Ang melalui MAP telah membuahkan hasil dengan menyeru masyarakat Inggris dan masyarakat lainnya untuk menyumbangkan dukungan materi berupa obat-obatan bagi institusi- institusi kesehatan Palestina yang tengah terkepung.
Usaha perlawanan (intifada) terhadap ketidakadilan ini juga ditunjukkan dengan bentuk “protes” dihadapan rakyat Amerika. Orang-orang Barat harus tahu tentang pembantaian tersebut, mereka harus mengakui bahwa rakyat Palestina adalah korban ketidakadilan yang sangat besar.

Di tengah kesibukannya merawat para korban di kamp, dr. Ang menyaksikan langsung atas perjuang anak-anak Palestina yang tak bersenjata melawan keganasan tentara Israil. Itu adalah perang batu melawan tank-tank yang tak seimbang sama sekali.
Akibatnya, sungguh tak sebanding kata dr. Ang, ratusan warga Palestina gugur, ribuan terluka, penawanan besar-besaran, pemberlakuan tahanan rumah serta jam malam terhadap seluruh penduduk, penghancuran rumah-rumah secara sewenang-wenang, penutupan sekolah-sekolah, penggeledahan rumah sakit-rumah sakit. Kekejaman yang dilakukan demi menumpas gerakan perlawanan telah menlanggar hukum internasional, dilakukan di wilayah pendudukan, dan sebenarnya pendudukan itu sendiri ilegal.

Saat dr. Ang bertugas di rumah sakit al-Ahl di Gaza sebagai konsultan dokter bedah PBB dan merawat banyak dari mereka yang terluka. Bangunan rumah sakit itu sering diserang dari udara oleh para tentara yang memburu para pemuda, ibu-ibu hamil diserbu tentara Israil yang bersenjata lengkap. Ini suatu penghinaan terhadap ibu-ibu yang tengah melahirkan. Para pasien yang terbaring di meja-meja orasi dr. Ang juga sempat diancam.

Upaya perdamaian yang dipelopori PBB seringkali dilanggar Israil. Bagi Palestina maupun Lebanon jangan pernah optimis bakal terwujud sebuah perdamaian kalau negeri Israil itu masih ada. Sebab Israil tak pernah berhenti untuk melawan Palestina maupun Lebanon.
Kekejaman yang dialami Palestina maupun Lebanon terus bertambah. Pada tahun 2002, Amnesti Internasional mempublikasikan hasil-hasil penyelidikannya dan menuduh Israil telah melakukan pembunuhan ilegal, penyiksaan, serta penggunaan rakyat Paletina sebagai tameng manusia. Di antara pelanggaran-pelanggaran berat terhadap hukum internasional adalah perlakuan buruk terhadap para tahanan, penghancuran tanpa dasar rumah-rumah penduduk, serta pemblokiran bantuan medis para korban.

Kehancuran besar-besaran yang dialami rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat sangat tidak manusiawi dan tidak berperadaban. Rumah-rumah di bom dan dilindas dengan boldoser, mobil-mobil ambulans yang mengangkut para pasien dalam kondisi kritis ditembaki, sekolah-sekolah juga di bom.

Rasa traumatis dan derita yang dialami rakyat Palestina hingga kini masih terus berlangsung. Ketentraman dan kedamain bagi rakyat Palestina maupun Lebanon telah dicabik-cabik Israil. Perang tak berkesudahan dan harus dibayar dengan kematian jiwa para rakyat yang tak berdosa.Wallahu alam bissawab