Oleh : Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI
(Dosen Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIK) Avicenna Kendari Sultra)
Politik dan sepak bola memang merupakan dua hal yang sama sekali berbeda. Politik terkait dengan kekuasaan, sedangkan sepak bola adalah merupakan sebuah cabang olah raga. Sekalipun berbeda, keduanya memiliki kesamaan, yakni sama-sama punya tujuan untuk meraih kemenangan. Politikus yang benar ingin memenangkan politiknya agar berhasil mensejahterakan rakyat, sedangkan para pemain sepak bola memenangkan permainan, dengan berusaha memasukkan bola ke gawang lawan.
Apa sesungguhnya daya tarik sepakbola? Mengapa 22 pemain yang berebut bundaran berisi udara di sebidang lapangan mampu menyedot perhatian luar biasa umat manusia sejagat?
Rahasia apa di balik ketergila-gilaan orang kepada Piala Dunia, sehingga melakukan persiapan penyambutan layaknya sebuah religi yang bertaut dengan hidup dan masa depan manusia?
Di mana-mana orang membiacarakan sepak bola. Bahkan keponakan penulis yang masih sekolah dasar begitu fasih membicarakan Ronaldo, Kaka, Torres, Lampard, Rooney, Drogba dan pemain-pemain bola lainnya. Ia bahkan hafal di luar kepala, siapa, bermain sebagai apa, di negara yang mana, beserta dengan semua gosipnya.
Kita di Indonesia, bukankah selalu rela menyisihkan waktu untuk menyuntuki pertandingan demi pertandingan, bahkan ketika Piala Dunia dilangsungkan di benua Afrika yang memaksakan penyesuaian waktu pada larut malam atau dini hari?
Bahwa Indonesia menjadi bagian dari "umat bola'', itu adalah fenomena global jika dikaitkan dengan rekor penonton Piala Dunia di televisi. Pesta bola adalah "jeda" atau "moratorium" rakyat Indonesia untuk melupakan tumpukan beban hidup dengan menyaksikan permainan ini.
Lalu bagaimana "keterlibatan'' bangsa Indonesia pada sebuah Piala Dunia? Jelas bukan keterlibatan karena ada wakil kita di sana. Juga bukan keterlibatan karena kualitas sepakbola nasional yang sudah layak dipersinggungkan dalam konteks rivalitas. Selalu ada yang ideal, yaitu imbauan untuk belajar, transfer of technology, dan semacamnya.
Sepak bola, menurut pendapat Richard D Mandell dalam Sport: A Cultural History, mendorong pencapaian dan prestasi berdasarkan prinsip-prinsip demokratis. Ada kesempatan berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai prestasi terbaik bagi semua orang. Ada inspirasi kebebasan, moralitas, keindahan, dan keadilan. Orang bisa mengembangkan diri, meningkatkan kualitas untuk mencapai prestasi
Kesamaan lainnya, keduanya bermain dalam satu tim. Berpolitik melibatkan banyak orang, dan demikian pula permainan sepak bola. Dalam berpolitik, ada pembagian kekuasaan, yaitu legislative, ekseklutif, dan yudikatif. Masing-masing bermain sesuai dengan fungsinya masing-masing untuk menghasilkan tatanan kehidupan yang sehat dan dinamis.
Demikian pula dalam permainan sepak bola, masing-masing anggota tim memiliki tugas atau peran beda, dan semua pihak bekerja, agar bisa memenangkan permainan. Selain itu, baik pemain politik dan pemain sepak bola mengetahui bahwa bekerja sendiri-sendiri dan apalagi saling berebut di antara intern anggota tim akan mengakibatkan kekalahan. Kemenangan dalam permainan apapun banyak ditentukan oleh kualitas kerjasama di antara semua anggotanya.
Di samping persamaan, ternyata antara bermain politik dan sepak bola terdapat beberapa perbedaan. Dalam permainan politik, -----lebih-lebih yang bisa disaksikan di negeri kita pada akhir-akhir ini, kecurigaan antar sesama pemain selalu muncul. Bahkan sering dikatakan bahwa tidak ada teman yang abadi, dan justru yang ada adalah kompetitor, lawan, atau musuh. Akibatnya, lawan atau kompetitor sebenarnya tidak selalu dikenali. Padahal sebagai bangsa yang selalu bermain di pentas dunia, mestinya lawan atau kompetitor mereka adalah bangsa lain. Tidak adanya kejelasan terhadap hal itu, maka menjadikan antar sesama saling melemahkan dan bahkan juga menjatuhkan.
Berbeda dengan permainan politik, dalam permainan sepak bola, antara kawan dan lawan dikenali secara jelas. Di antara tim pemainnya tidak ada yang saling mencurigai, dan juga tidak saling menyalahkan. Bahkan tatkala penjaga gawang gagal mengamankan gawangnya, hingga kemasukan bola, maka pemain lainnya tidak ada yang menyalahkan. Kekalahan biasanya diterima oleh semua pihak.
Selain itu dalam politik, rakyat tidak selalu melakukan peran-peran sebagai supporter, agar para politikus dan pemerintahannya sukses menunaikan amanahnya. Yang terjadi kadang justru sebaliknya, yaitu selalu menuntut, mengkritik dan bahkan kalau perlu menurunkan dari kekuasaannya. Hal itu berbeda dengan peremainan sepak bola, suporternya sedemikian fanatik, membela, dan memberi dukungan dengan berbagai cara yang luar biasa.
Mengamati hal-hal tersebut, tatkala sedang menyaksikan permainan sepak bola dunia sejak beberapa hari yang lalu, saya selalu membayangkan terhadap perpolitikan di tanah air. Umpama saja, para politikus di negeri ini, sebagaimana pemain sepak bola, selalu menyadari bahwa sebenarnya, mereka sedang berkompetisi dengan negara lain, ------dan harus menang, maka tidak seorang anggota tim yang selalu dicurigai dan apalagi tidak dipercaya. Kecurigaan dan ketidak percayaan akan melemahkan tim, dan hal itu tidak akan ada gunanya kecuali hanya akan mengantarkan pada kekalahan dan kehancuran.
Selain itu, sebagaimana pemain sepak bola, mestinya para politikus dan elite bangsa selalu dielu-elukan dan dibanggakan oleh semua rakyatnya. Namun sejalan dengan itu, para politikus semestinya juga selalu berusaha menampilkan permainan politik sebaik dan semaksimal mungkin, adil, jujur, arif, dan professional. Selain dielu-elu dan dibanggakan, para politikus atau elite bangsa semestinya juga tidak selalu diberi beban psikologis yang berat, misalnya berupa kritik terlalu tajam dan bahkan selalu dipersalahkan.
Negara dan bangsa ini harus bangkit, dan sebagai modal yang tidak boleh diabaikan adalah saling memahami, percaya mempercayai, menghormati sesama, dan saling mendukung dan memperkukuh. Pembidikan terhadap kesalahan pihak-pihak lain, hanya akan melahirkan sikap dendam yang tidak mudah disembuhkan. Oleh karena itu, belajar dari sepak bola dunia ini, maka jalannya perpolitikan bangsa ini perlu direnungkan, dievalusi, dan diperbaiki secara terus menerus. Dengan demikian kehidupan bangsa ini akan tampak indah, seindah permainan sepak bola tingkat dunia yang setiap hari kita saksikan bersama. Wallahu a’lam.
Rabu, 30 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar