Senin, 29 Maret 2010

TAQARUB ILALLAH

Bagi orang yang beriman, kenikmatan yang sejati akan didapatkan oleh siapa saja yang selalu mendekat pada Allah swt. Mereka yang dekat pada Allah, dicintai-Nya akan mendapatkan kebahagian yang sebenarnya. Hal itu berbeda dengan pandangan sebagian banyak orang lainnya, yang hal itu bisa kita dengar dan lihat sehari-hari. Mereka memandang bahwa kenikmatan dan keberhasilan hidup hanya diukur dari seberapa banyak harta yang dimiliki, pendidikan yang dicapai, dan jabatan penting yang diraih.

Akhir-akhir ini, banyak bukti tentang kekeliruan padangan yang ke dua tersebut. Kita lihat banyak orang kaya harta, ternyata harus berurusan dengan polisi, masuk tahanan. Tidak sedikit pejabat tinggi, karena kurang bersyukur, masih melakukan korupsi, lalu dipenjara. Ada pula orang berpendidikan tinggi salah menggunakan akal cerdasnya hanya mementingan diri sendiri dan sebaliknya, merampas hak-hak dan merugikan orang lain, akhirnya ia ditangkap dan masuk bui. Maka, nikmat yang sebenarnya adalah tatkala seseorang memiliki keimanan yang kokoh, amal saleh, dan berakhlak mulia.

Persoalannya adalah bagaimana mendekatkan diri pada Allah itu? Banyak cara yang bisa dilakukan. Yaitu misalnya, banyak membaca al Qurán, berdzikir, sholat malam, puasa sunnah dan berbuat baik kepada sesama, selalu memelihara hati agar sabar, ikhlas, bersykur, tawakkal, khusnudhon dan sejenisnya. Insya Allah dengan begitu hati akan semakin dekat pada Allah. Rasulullah memberikan tauladan dalam melakukan hal itu semua. Akan tetapi, dengan cara itu, apakah seseorang telah berhasil merasa dekat pada-Nya.

Merasa telah dekat pada Allah ternyata juga tidak dibenarkan. Sebab perasaan dekat pada Allah itu, juga belum tentu benar-benar dekat. Mengklaim diri sebagai telah memperoleh kedekatan pada Allah juga tidak benar. Banyak berdzikir mungkin memang berhasil menenangkan hati, merasa mendapatkan kedamaian. Akan tetapi, apakah suasana itu yang disebut sebagai telah dekat pada Tuhan. Siapapun kiranya tidak akan ada yang bisa menjawab secara pasti.

Sebab ada ayat al Qurán dan hadits Nabi yang memberikan petunjuk bahwa tidak semua orang yang banyak berdzikir, sholat lima waktu, sholat sunnah, sholat malam, puasa wajib dan puasa sunnah, dan bahkan mati dalam perang ------dianggap syahid, ternyata juga tidak masuk surga. Apa yang telah mereka lakukan ternyata sebatas agar dipandang mendapatkan pujian orang atau riya’. Allah sendirilah yang benar-benar tahu semua itu, baik gerak lahir maupun batin.

Jika demikian itu, maka apa yang harus dilakukan ? Maka jawabnya adalah, selalu saja berusaha secara ikhlas, sabar, tawakkal, dan istiqomah, melakukan kebaikan sebagaimana disebutkan di muka. Perasaan telah benar sendiri, atau bahkan paling benar, apalagi sebaliknya, menganggap bahwa yang lain salah, tidak sesuai dengan syariáh misalnya, seharusnya dihindari. Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Maha Pengampun, Maha Tahu, Maha Bijaksana, dan segala sifat-sifat lainnya yang mulia. Siapapun hanya bisa berharap, memohon, dan berdoá, agar menjadi dekat dengan-Nya. Selalu berusaha mendekat itulah, sesungguhnya yang bisa dilakukan oleh siapapun. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar