Oleh : Moh. Safrudin,S.Ag, M.Pdi
(Ketua Presidium Wilayah Majelis Alumni IPNU Sultra)
Banyak orang berkeinginan menjadi pemimpin. Keinginan itu muncul karena banyak hal yang bisa dilakukan oleh seorang pemimpin. Selain itu, banyak hal pula yang bisa dinikmati. Menjadi seorang pemimpin bisa mengaktualisasikan cita-cita, pandangan, dan bahkan juga idiologisnya. Lebih dari itu, pemimpin bisa mempengaruhi masyarakat yang sedang dipimpinnya, dan juga mendapatkan banyak keuntungan, seperti kehormatan, prestise, fasilitas dan lainnya.
Namun hal yang seringkali terlupakan, bahwa setiap pemimpin sebenarnya selalu dituntut tanggung jawab atas kepemimpinannya itu. Seorang pemimpin tidak saja harus memenuhi kebutuhan dirinya sendiri, melainkan kebutuhan mereka yang dipimpinnya. Oleh karena itu sukses bagi seorang pemimpin, manakala ia berhasil memenuhi aspirasi orang-orang yang berada di bawah tanggung jawabnya.
Dengan pandangan seperti itu, menjadi pemimpin selalu tidak mudah. Pemimpin akan dituntut oleh banyak orang dan sebisa-bisa harus dipenuhi. Beban itu menjadi lebih berat lagi tatkala memimpin masyarakat terbuka atau demokratis seperti sekarang ini. Seorang pemimpin dihadapkan oleh kontrak atau janji yang harus dipenuhi, sekalipun tidak selalu mudah dilakukan.
Oleh karena itu menjadi pemimpin, bagi siapapun selalu dihadapkan pada beban yang amat berat dan beresiko. Apalagi pemimpin dalam skala besar, seperti pemimpin bangsa. Seringkali orang mengkritik atas kinerja pemimpinnya. Tentu boleh saja hal itu dilakukan, tetapi semua harus tahu, bahwa tidak semua tuntutan itu bisa dipenuhi dengan mudah.
Pemimpin masyarakat terbuka dan demokratis tidak boleh melakukan sesuatu semaunya sendiri. Artinya, pemimpin pun dibatasi oleh norma, aturan, etika, agar tidak menganggu atau justru merugikan bagi orang lain. Tidak sebagaimana pemimpin otoriter, pemimpin demokratis dibatasi oleh ketentuan, peraturan, dan bahkan undang-undang yang harus ditegakkan. Akhirnya, pemimpin bukan penguasa segala-galanya.
Selain itu, pemimpin bukan saja bertugas sebagai pengambil keputusan strategis, tetapi juga tauladan bagi mereka yang dipimpinnya. Menjadi tauladan bukan pekerjaan mudah. Padahal salah salah satu kunci keberhasilan seorang pemimpin ada pada katauladanan itu.
Oleh karena itu, tugas pemimpin yang utama dan pertama adalah memperbaiki dirinya sendiri. Jika ia sudah menjadi orang yang amanah, adil, jujur, dan sanggup mencintai semua, -------artinya sudah berhasil memperbaiki dirinya sendiri, maka pemimpin itu telah berhasil menjadi tauladan, dan akhirnya kepemimpinannya akan berhasil pula.
Beban itu memang berat, tetapi jika sifat itu berhasil disandang maka keberhasilan lain akan mengikutinya. Itulah sebabnya, Rasulullah sebagai seorang Nabi, yang juga sebagai pemimpin umat, pada dirinya dikaruniai oleh Allah sifat-sifat mulia, yaitu siddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Dengan begitu, betapapun beratnya beban itu, maka bisa ditunaikan, hingga kepemimpinannya berhasil gemilang. Wallahu a’lam
Minggu, 03 Oktober 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar