Banyak petunjuk Rasulullah Saw. tentang cara berdoa, bahkan banyak sekali doa-doa yang beliau ajarkan untuk aneka waktu dan situasi, termasuk doa-doa bagi yang telah wafat.
Suatu ketika beliau mendengar seorang berdoa tanpa memuji Allah dan bershalawat. Maka, Nabi Saw. menerangkan bahwa: “Apabila seseorang di antara kamu berdoa, maka hendaklah dia memulai dengan memuja Tuhannya, mensucikan dan memuji-Nya, kemudian hendaklah dia bershalawat kepada Nabi, lalu berdoa memohon apa yang didambakannya” (HR. Abu Daud dan at-Tirmidzi melalui Fudhalah bin Ubaid).
Memulai dengan memuji Allah dan mengucapkan “al-hamdulillah” merupakan pengakuan tentang limpahan kasih sayang-Nya yang selama ini telah dinikmati si pemohon, sehingga kalaupun apa yang akan dimohonkan tidak/belum terpenuhi, maka itu tidak mengantar kepada kekesalan atau rasa ketidakadilan Ilahi. Bukankah selama ini nikmat-Nya telah melimpah, sehingga segala puji hanya diperuntukkan bagi-Nya?
Shalawat adalah permohonan kepada Allah Swt. kiranya rahmat dan kasih sayang-Nya tercurah kepada Nabi Muhammad Saw. Ini merupakan kunci pembuka, karena Nabi Muhammad Saw. adalah kekasih Ilahi dan melalui beliau kita umatnya memperoleh petunjuk. Shalawat membuktikan rasa terima kasih kita kepada beliau dan pengakuan akan jasa-jasanya sekaligus manifestasi dari kekaguman kepada beliau. Dengan mengucapkannya kita berharap memperoleh pula percikan kasih Allah Swt. serta kekuatan melaksanakan tuntunan-Nya.
Biasanya begitu banyak nama yang disebut-sebut sebelum mendoakan seseorang dalam sebuah prosesi doa. Ini antara lain cerminan dari kebersamaan yang merupakan ciri ajaran Islam. Dengan menyebut para Nabi dan Rasul, para Wali, Syuhada, serta Ulama yang mengamalkan ilmunya, si pendoa menampilkan mereka terlebih dahulu, lalu memasukkan dirinya dan seseorang yang menjadi tujuan perhelatan tersebut dalam kelompok manusia-manusia agung itu, kiranya berkat ketaatan mereka, Allah mengabulkan doa itu walau seandainya keadaan si pemohon belum memenuhi syarat untuk diterima permohonannya. Bermohon untuk orang lain mengundang Malaikat untuk mendoakan si pemohon. Nabi Saw. bersabda: “Apabila seseorang mendoakan saudaranya yang tidak hadir di hadapannya, maka para Malaikat berucap: “Amin, semoga engkau memperoleh seperti apa yang engkau mohonkan”. (HR. Muslim dan Abu Daud melalui Abu Darda).
Nah, setelah itu doa diakhiri dengan mengucapkan Subhanallah, menyucikan Allah dari segala kekurangan, seperti sifat kikir, enggan mengabulkan doa atau bersifat tidak adil, bahkan doa diakhiri dengan mensyukuri-Nya sekali lagi, sebagaimana petunjuk al-Quran: “ Akhir doa mereka adalah al-hamdulillahi rabbil ‘alamin (QS. Yunus [10]: 10). Ini mengandung makna bahwa si pemohon penuh dengan optimisme bahwa doanya tidak akan disia-siakan Allah.
Memang ada satu persoalan yang menjadi bahan perbedaan ulama, yaitu kebiasaan dalam doa penutup Tahlil yang dinyatakan bahwa: “Ya Allah, terimalah dan sampaikanlah ganjaran bacaan al-Quran, bacaan Tahlil, Tasbih, Istighfar, dan Shalawat yang telah kami baca, sebagai hadiah dari kami yang kiranya sampai serta rahmat yang tercurah dari-Mu yang kiranya diraih oleh Nabi Muhammad Saw. dan … (menyebut sekian nama, termasuk nama seseorang yang jadi tujuan perhelatan).” Kandungan doa ini diperselisihkan ulama. Banyak di antara mereka, antara lain Imam Syafi’i, berpendapat bahwa bacaan ayat-ayat al-Quran tidaklah sampai ganjarannya kepada siapapun dan untuk itu redaksi doa seperti di atas bukanlah pada tempatnya dimohonkan. Kendati demikian, ulama sama sekali tidak melarang membaca ayat-ayat al-Quran dan harapan kiranya berkat bacaan itu, doa-doa – apalagi yang diajarkan oleh Nabi Saw. – dapat diterima Allah Swt.
Demikian, semoga semua doa kita diterima sebaik-baiknya oleh Allah Swt. Subhâna Rabbika Rabbi al-‘Izzati ‘Ammâ Yashifûn wa Salâmun ‘Alâ al-Mursalîna wa al-Hamdu li Allâhi Rabi al- ‘آlamîn. Bâraka Allah lî wa lakum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar