Kamis, 02 September 2010

hikmah lailatul qadar

oleh: moh. safrudin


“Sesunguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS al-Qadr [97]: 1-5).

Saudaraku, begitu besar kasih sayang yang diberikan Allah kepada hamba-Nya. Lihattlah kita, manusia, sebagai hamba-Nya dengan tabiat yang sering jatuh bangun dalam lumpur dosa. Namun Allah senantiasa mengasihi dengan memberi kita kemudahan-kemudahan untuk mensucikan diri dari karat-karat dosa dan kemaksiatan. Tak bisa dibayangkan, sebesar apa noda hitam kemaksiatan itu tergores dalam hati, apabila Allah tidak melimpahkan ampunan-Nya yang Maha Luas.

Ramadhan, merupakan salah satu sarana yang Allah berikan kepada kita memperoleh ampunan-Nya. Banyak sekali kelebihan-kelebihan yang Allah berikan kepada hamba-Nya melalui Ramadhan ini, sehingga wajar kalau Rasulullah mengekspresikan keutamaannya dengan perkataan “Apabila umat ini tahu apa yang ada dalam Ramadhan, niscaya mereka akan mengharapkan hal itu selam satu tahun penuh.” (HR Tabrani).

Bahkan salah satu malam yang diselimuti keberkahan hanya terdapat pada salah satu malam di bulan Ramadhan. Betapa agungnya Ramadhan sehingga tak ada selainnya yang mendapatkan malam mulia yang lebih baik dari seribu bulan. Rasulullah saw, bersabda, “Barangsiapa yang beribadah pada malam Lailatul Qadr, niscaya diampuni dosa-dosanya yang sudah lewat. (HR Bukhari dan Muslim)

Banyak penjelasan Rasulullah saw yang sampai pada kita tentang keutamaan-keutamaan malam yang penuh berkah ini. Sebagai malam yang terbaik dan paling barakah diantara malam yang ada, didalamnya Allah telah menjanjikan pada hambanya yang ikhlas dan berharap untuk mendapatkan perlindungan-Nya di hari akhir, akan melipatgandakan sampai 1000 bulan untuk amal-amalan kebaikan yang dilakukan pada malam ini.

Banyak sekali hadist yang menerangkan bahwa kaum muslim hendaklah mencari lailatul qadar diantara tanggal ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan (HR Bukhari) atau tujuh malam terakhir bulan itu (HR Bukhari). Tampaknya bagi kita tidak menjadi persoalan kapan lailatul qadar itu didatangkan, tetapi yang penting adalah menjemput kedatangannya pada setiap waktu dan mempersiapkan diri untuk itu. Mungkin lebih baik jika kita pusatkan perhatian pada kesiapan mental, kejernihan hati, ketulusan jiwa, keadilan pikiran, kepenuhan iman kita, serta totalitas iman dan kepasrahan jiwa kita kepada Allah Azza Wa Jalla.

Karena itulah, Ramadhan dengan lailatul Qadar-Nya sebagai media yang bisa mengantarkan kita pada kesucian. Adalah sangat disunahkan bagi kita untuk berusaha memperolehnya dengan memperbanyak ibadah dan amalan-amalan yang baik. Rasulullah, suatu ketika mengatakan “Barang siapa beramal pada malam lailatul qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka terampunilah dosa-dosanya yang telah lalu”. Tidak berlebihan memang, kalau Allah menamainya yang kebaikannya melebihi seribu bulan.

Tentu alangkah sombongnya manusia yang sangat membutuhkan pengampunan dari Allah atas perbuatan-perbuatan mereka yang banyak menyimpang, apabila mereka menyia-nyiakan kesempatan emas yang bersifat tak tentu akan mereka dapatkan di masa-masa yang akan datang. Siapa yang bisa menjamin bahwa usia kita akan sampai Ramadhan tahun-tahun yang akan datang. Oleh karena itu merupakan keharusan yang tidak bisa tidak bagi kita, untuk mengejarnya, sehingga janji-janji Allah yang telah ditaburkan itu benar-benar bisa kita dapatkan.

Berangkat dari sini, kita bisa menyikapinya dengan senatiasa mengoptimalkan ibadah kita di 10 malam terakhir dalam bulan yang penuh rahmat ini. Dengan begitu kita tidak khawatir akan terlepas dari malam lailatul qadar. Karena kita mencarinya hanya pada malam-malam tertentu.

Kemudian setelah paparan diatas, kita sebagai hamba Allah yang benar-benar memahami kebenaran kekuasaannya sadar bahwa usaha kita dalam mencari lailatul qadar ini adalah untuk membuktikan dan merealisasikan penghambaan kita kepada Allah Swt, sehingga hal itu mengingatkan kita, seharusnya kita bersama-sama mendekatkan diri kapanpun dan dimanapun, tanpa dibatasi ruang dan waktu. Semoga Allah Yang Maha Agung, memberi kesempatan kepada kita untuk mengecap, menikmati, dan melampaui malam lailatul qadar pada bulan Ramadhan ini dengan kesungguhan beribadah dan keikhlasan hati.

Saudaraku yang budiman, para ulama menerangkan bahwa hikmah disembunyikannya malam qadar, tidak ditegaskan malamnya, ialah supaya kita berusaha mencarinya, meningkatkan ibadah di setiap malam, membanyakkan doa semoga memperolehnya, sebagaimana yang dilakukan ulam salaf.

Saudaraku yang baik, Rasulullah SAW sengaja memperlihatkan keistimewaan yang ada pada malam kemuliaan (lailatul qadr) yang penuh berkah itu. Karena beliau tahu bahwa dahulu pernah ada seorang lelaki bani Israil yang selama 1000 bulan selalu memakai pedang berjuang dijalan Allah. Karena umur ummatnya tidak ada yang sepanjang itu, maka Allah menurunkan surat Al-Quran yang menerangkan mengenai malam kemuliaan itu: “Sesungguhnya kami menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemulian itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajr” (Al Qadr 1-5).

Al Qadr berarti kemuliaan atau tempat kedudukan yang tinggi, atau dikatakan juga takdir (ketentuan) dan keduanya dianggap benar. Ia merupakan tempat menentukan segala urusan dalam setiap tahun, seperti firman Allah: “Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Quran pada suatu malam yang diberkati, dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah” (Ad Dukhan 3-4).

Seribu bulan lebih lamanya daripada 83 tahun (sepanjang umur manusia). Dan melakukan ibadah pada malam itu pahalanya setara dengan melakukan ibadah sepanjang masa. Tentu saja itu merupakan kemurahan. Oleh karena itulah Rasulullah menjadi orang yang paling antusias untuk melakukannya. Demi hal itu beliau melakukan i’tikaf di masjid, seraya melepaskan diri dari segala kesibukan dunia. Beliau bersabda: “Barang siapa melakukan ibadah pada malam kemuliaan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni”.

Suatu hal yang perlu diperhatikan mengenai keistimewaan malam kemuliaan ini ialah, bahwa Allah memuliakan segenap manusia dengan cara menurunkan cahaya petunjuk pada malam itu. Karenanya, gelap kesesatan hilang sirna. Pada malam itu Allah menghidupkan hati manusia kalau mereka mau melakukan amal-amal yang saleh. Pada malam itu turun para malaikat dan termasuk juga Jibril.

Satu lagi keistimewaan malam kemuliaan tersebut ialah, kalau peristiwa turunnya malaikat Jibril kepada Rasulullah SAW membawa wahyu sudah berlalu, maka pada malam kemuliaan itu seakan-akan merupakan rekonstruksinya ataupun demi pembaharuan kesejahteraan bagi manusia. Apabila Jibril waktu itu turun dengan membawa wahyu dan syariat Islam, maka pada malam kemuliaan itu beliau turun lagi setelah mendapat izin dari Rabbnya untuk mengatur segala urusan yang berlaku setahun bagi penghuni bumi. Para malaikat pun ikut turun dengan membawa segenap kesejahteraan. Pada malam itu seolah-olah seluruh dunia tengah terjaga menyambut tanda-tanda kesejahteraan, kedamaian, kebajikan dan keselamatan.

Ini mendorong kita untuk menyuarakan kepada segenap dunia bahwa sesungguhnya agama kita dan misi atau risalah nabi kita, adalah agama dan misi kesejahteraan yang selalu diperbaharui setiap tahunnya.

Malam kemuliaan merupakan karunia yang tiada duanya. Siapapun yang sampai terlambat memanfaatkannya, maka sama halnya ia telah berlaku aniaya terhadap dirinya sendiri. Karena istrinya Aisyah ra, Rasulullah SAW pernah memberikan wasiat:
“Apabila kamu mendapati malam itu (lailatul qadr), maka bacalah do’a ini: Allahumma innaka ‘afqun tuhibbul ‘afwa fa’annii. (Ya Allah, sesungguhnya Engkau maha pengampun, Engkau suka mengampuni, maka ampunilah aku)” (HR Tarmidzi).

Do’a tersebut mencakup segala kebajikan. Masalahnya kalau orang sudah diberikan ampunan, maka jiwa dan raganya akan terpelihara. Ia pun akan dipelihara dari hisab (perhitungan amal) dan siksa, sehingga ia akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

Rasulullah SAW sudah menjelaskan kepada para sahabatnya mengenai tanggal dari pada malam lailatul qadr tersebut, yakni disekitar bilangan sepuluh hari yang terakhir pada bulan Ramadhan. Agaknya masalah tersebut tidak perlu diperdebatkan, karena seluruh malam yang ganjil dari sepuluh malam terakhir, terdapat hadist yang memaparkan bahwa malam itu adalah lailatul qadr. Menurut pandangan kami (Athiyah Muhammad Salim), yang tepat ialah bahwa lailatul qadr itu tidak menentu dan berpindah-pindah.

“Ya Allah, tolonglah kami untuk bisa melakukan ibadah pada malam kemuliaan. Berikan kepada kami berkat kebajikannya. Ampunilah kami. Terimalah permohonan kami agar Engkau berkenan membebaskan kami semua dari siksa neraka. Sesungguhnya Engkau adalah Dzat yang maha mendengar dan yang maha mengabulkan do’a. Semoga shalawat dan salam sejahtera Allah senantiasa terlimpah bagi hamba dan Rasul-Nya yang mulia Muhammad SAW”.

Rasulullah SAW bersabda: “Perangilah nafsu kamu dengan menahan lapar dan dahaga, karena pahalanya seperti pahala orang yang berjihad di jalan Allah dan tidak ada amalan yang disukai di sisi Allah daripada menahan lapar dan dahaga”. Wallahu a’lam.(*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar