Minggu, 18 Juli 2010

SUDAH KSHUSUKKAH SHALAT KITA SELAMA INI

Oleh : Moh. Safrudin, S.Ag, M.PdI
(Pengajar Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Kendari)
Salah satu problem yang dihadapi oleh kaebanyakan orang, tatkala menjalankan shalat adalah meraih kekhusuán. Shalat secara khusus’ternyata tidak mudah dilakukan. Untuk keluar dari persoalan ini, sampai-sampai ada buku yang membahas tentang shalat khusus’dilakukan. Selain itu juga ada pelatihan-pelatihan tentang shalat khusu’. Sejauh mana usaha itu berhasil, maka jawabannya adalah ada pada masing-masing orang yang menjalankannya.

Beratnya menjalankan shalat secara khusu’ juga dialami oleh orang-orang yang hidup di zaman nabi. Ada sebuah riwayat yang menggambarkan bahwa nabi pernah menyuruh seseorang agar mengulang kembali shalat seseorang yang baru saja menunaikannya. Menurut riwayat, hingga beberapa kali shalat itu supaya diulang, karena dianggap oleh Rasul, shalat tersebut belum sempurna.

Kisah tersebut menggambarkan bahwa memang shalat khusu’tidak mudah dilakukan. Akan tetapi, bagaimana membangun shalat khusu’tidak pernah ada jalan keluarnya secara umum. Bahkan yang ada justru semacam kritik, yang sering dilontarkan oleh mubaligh atau penceramah, terhadap orang-orang yang tidak khusu’shalatnya. Sudah barang tentu, kritik itu tidak akan menyelesaikan masalah, sebab bisa jadi, suatu saat pengritik sendiri juga melakukan kesalahan yang sama.

Dalam berbagai riwayat, Nabi Muhammad tatkala shalat selalu dilakukan secara sangat khusu’. Bahkan seringkali, Rasulullah tatkala sedang shalat menangis tersedu-sedu hingga mengeluarkan air mata, sampai membasahi bajunya. Bagi orang biasa akan mengatakan bahwa, sewajarnyalah sebagai seorang Rasul meraih puncak spiritual seperti itu, yang hal itu tidak akan diperoleh oleh manusia biasa.

Kekhusuán yang dialami oleh Rasulullah adalah sesuatu yang seharusnya memang demikian. Nabi Muhammad berbeda dengan manusia biasa. Nabi pernah mengalami peristiwa yang tidak pernah dirasakan oleh siapapun, yaitu peristiwa isra’dan mi’raj. Pada peristiwa tersebut melalui beberapa kisah yang bisa ditangkap, bahwa Nabi Muhammad melalui isra’dan mi’raj, berhasil menyaksikan sendiri berbagai peristiwa yang menakjubkan, yang tidak pernah dilihat oleh manusia lain siapapun.

Peristiwa yang dilihat oleh Nabi secara langsung, mengantarkannya pada puncak keyakinan dan keimanan yang kokoh. Sehingga, apapun yang diperintahkan oleh Allah akan dilakukan semaksimal mungkin. Perintah itu adalah kewajiban menjalanka shalat. Semula perintah shalat itu harus dilakukan 50 kali dalam sehari semalam. Tugas itu tanpa ditawar oleh Nabi akan dilaksanakan. Namun dalam perjalanan pulang, melewati beberapa langit yang dijaga oleh para Rasul yang dikenalnya, Nabi disarankan untuk memohon keringanan agar beban itu dikurangi.

Berulang kali Nabi menghadap Allah, -----memenuhi saran para Rasul penjaga langit itu, untuk memohon keringanan beban kewajiban menjalankan shalat, dan akhirnya atas kemurahan Allah, kewajiban shalat itu tinggal 5 kali dalam sehari semalam. Melalui kisah itu tergambar bahwa berapa kali saja perintah itu atau seberat apapun, akan dilaksanakan oleh Nabi. Kesediaan menerima perintah itu, didorong oleh keimanan yang dibangun atas dasar keyakinan yang kokoh. Sedangkan keyakinan itu didasarkan atas kesaksiannya secara langsung melalui peristiwa isra’ dan mi’raj tersebut.

Berbeda dengan para Rasul adalah para umatnya. Umat Muhammad tidak merasakan dan melihat sendiri peristiwa yang dahsyat itu. Gambaran tentang alam semesta, baik tentang benda-benda langit, kehidupan umat manusia, bahkan surga dan neraka, diperoleh melalui kisah-kisah yang dibawakan oleh Nabi Muhammad. Itulah kiranya yang menjadi sebab, betapa sulitnya membangun kekhusuán dalam shalat yang dialami oleh umatnya. Umat Islam tidak pernah melakukan isra’dan mi’raj, sebagaimana yang dialami oleh Rasul-Nya.

Jika benar bahwa melihat secara langsung akan melahirkan keyakinan yang kokoh dan mendalam, maka sesungguhnya melalui pendidikan, proses itu secara sederhana bisa dilakukan oleh siapapun. Ciptaan Allah melalui perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, maka bisa dilihat oleh siapa saja. Perkembangan ilmu biologi, fisika,kimia, sosiologi, psikologi, sejarah dan lain-lain, adalah merupakan instrument bagi siapapun untuk memahami alam dan jagat raya ini. Dengan berbagai ilmu itu, jika diniati untuk menyaksikan dan memahami ayat-ayat Allah, maka akan mengantarkan bagi siapa saja sampai pada puncak keyakinan hingga menyebut kalimat subhanallah, yang artinya pintu marifatullah telah mulai terbuka.

Siapapun yang telah berhasil mengenal Allah, dan apalagi dalam hatinya telah tumbuh suasana mencitai-Nya, maka akan menjadi mudah tatkala harus menunaikan segala perintah-perintahnya. Pertanyaannya adalah bagaimana mempelajari ayat-ayat kawliyah dan sekaligus ayat-ayat kawniyah berhasil melahirkan suasana batin kagum, haru, takut, dan sekaligus mencintai, sehingga semua perintah-Nya ditunaikan dengan khusu’. Hal tersebut akan terjadi, jika tatkala seseorang dalam mempelajari kitab suci dan ilmu pengetahuan seperti fisika, biologi, kimia, sosiologi, psikologi dan lain-lain, bukan sebatas agar lulus ujian, melainkan sebagai bagian menuju makrifatullah, yang dibarengi dengan hati ikhlas. Itulah kaitan antara isra’ mi’raj dan kekhusuán dalam shalat yang sekiranya bisa dibangun oleh manusia biasa. Wallahu a’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar