Jumat, 16 Juli 2010

SUDAHKAH PENDIDIKAN MEMBENTUK KERAKTER PESERTA DIDIK ?

OLEH : MOH. SAFRUDIN, s.Ag, M.PdI
Akhir-akhir ini sudah semakin ramai dibicarakan tentang pendidikan karakter. Pada umumnya, semua pihak mendukung konsep itu. Menteri pendidikan nasional dan juga menteri agama beserta semua jajarannya membahas dan mensosialisasikan terhadap betapa pentingnya pendidikan karakter tersebut. Rupanya kesadaran itu muncul, setelah melihat kenyataan bahwa kehidupan bangsa ini, sudah terlalu banyak diwarnai oleh penyimpangan seperti korupsi, tewuran antar siswa, konflik antar kampung dan bahkan mahasiswa, penggunaan obat terlarang, pornografi dan lain-lain.



Terkait dengan pendidikan karakter ini, mungkin yang perlu dijawab adalah bagaimana bentuk pendidikan itu. Seringkali pendidikan, termasuk oleh pakarnya sediri, dimaknai secara sederhana. Pendidikan karakter, tentu saja bukan sebatas dilakukan dengan cara menugasi para peserta didik mengenali atau mengetahui tentang karakter yang seharusnya dijalankan, melainkan yang lebih penting dari itu semua adalah bagaimana melatih dan membiasakan karakter yang kuat, dan terpuji itu dalam kehidupan sehari-hari. Sebatas mengetahui dan atau mengenali sesuatu yang baik tidak cukup menjamin yang bersangkutan akan menjadikannya sebagai dasar berperilaku.



Betapa banyak orang telah memahami kerugian atau keburukan dan bahkan kejahatan bagi orang yang melaksanakan korupsi, tetapi mereka masih menjalankannya. Para koruptor tidak berarti bahwa mereka adalah orang yang tidak mengerti bahaya korupsi, baik terhadap dirinya sendiri dan bagi orang lain. Akan tetapi ternyata, mereka yang tahu dan bahkan bisa jadi sehari-hari berceramah tentang korupsi, ternyata melakukannya.



Oleh karena itu, mendidik karakter unggul tidak cukup hanya sebatas menyusun bahan pelajaran atau kuliah tentang karakter terpuji, kemudian menyampaikannya kepada para siswa di depan kelas, dengan menghitung berapa jam pelajaran dilaksanakan, berapa semester bahan itu bisa dihabiskan, termasuk buku pegangan apa yang digunakan dan seterusnya. Jika demikian yang dilakukan, maka pendidikan karakter yang dianggap penting itu tidak akan berhasil mengantarkan peserta didik menjadi berkarakter. Pendidikan seperti itu tidak akan berhasil membangun karakter. Bahkan karakter juga akan semakin merosot, apabila pendidikan karakter dijalankan dengan pendekatan proyek.



Saya berpandangan bahwa pendidikan karakter cukup dilakukan melalui pendidikan agama dalam pengertian yang luas. Sebab agama memberikan tuntutan bagaimana membangun kehidupan yang saleh secara utuh. Bagi bangsa Indonesia, agama sudah dijadikan sebagai dasar dalam kehidupan. Agama bagi bangsa ini diposisikan pada tempat yang amat strategis, yaitu menjadi bagian dari budaya bangsa. Agama mengajarkan tentang siapa sebenarnya manusia, tuhan, alam dan juga keselamatan bisa diraih. Orang yang mengerti dan paham tentang hal itu semua, terutama terkait arti kehidupan, mulai dari mana asal muasal manusia, ia sedang di mana, dan akan kemana kelanjutan kehidupan ini, maka akan terbangun watak dan karakter manusia. Tetapi lagi-lagi, pengetahuan itupun juga belum cukup. Nilai-nilai itu harus ditanamkan melalui pelatihan dan pembiasaan sehari-hari.



Konsep-konsep tentang kehidupan yang didapat dari ajaran agama, harus dilatih dan dibiasakan sehari-hari. Untuk melatih dan membiasakan itu semua diperlukan guru, orang tua, atau pelatih. Mereka itu adalah para guru di sekolah, orang tuanya sendiri dan bahkan juga orang-orang dekatnya. Tanpa pelatihan dan pembiasaan maka juga sulit perilaku berkarakter unggul tersebut terbentuk.



Betapa pentingnya pembiasaan dan pelatihan itu dilakukan, maka bisa digambarkan lewat contoh berikut. Seseorang yang sehari-hari berada di lapangan golf, oleh karena yang bersangkutan tidak pernah berlatih, maka ia tidak akan bisa bermain jenis olah raga ini. Demikian pula seorang penjaga toko buku, kepintarannya tidak akan menyamai mahasiswa yang sehari-hari menulis makalah yang bersumber dari buku yang dibeli dari toko itu. Maka pelatihan dan pembiasaan menjadi sangat penting dan harus dilakukan oleh masing-masing orang yang ingin membangun karakter.



Oleh karena itu pendidikan karakter tidak bisa diserahkan kepada pihak-pihak tertentu, tanpa melibatkan semua pihak secara keseluruhan. Pendidikan karakter harus terjadi di semua tempat seseorang berada. Oleh karena itu pendidikan karakter harus dilakukan secara padu baik di rumah, di sekolah dan di masyarakat di mana seseorang hidup. Jika ketiga-tiganya itu tidak bisa dipenuhi, maka setidak-tidaknya di lingkungan keluarga dan di sekolah harus bisa dijalankan. Dua lingkungan ini tidak boleh tidak melakukannya.



Pendidikan karakter yang terjadi di rumah dan di sekolah harus berlangsung sepanjang waktu. Misalnya, sejak pagi waktu bangun tidur, ------bagi yang muslim, maka anak-anak dibangunkan diajak datang ke masjid memenuhi panggilan adzan subuh. Orang tua, ----ayah dan ibu, bersama-sama anak-anaknya datang ke tempat ibadah itu. Demikian juga pada saat dikumandangkan adzan pada waktu sholat lainnya, yaitu pada sholat dhuhur, ashar, maghrib dan isya’.



Orang tua ketika dirumah selalu membiasakan hidup secara disiplin, jujur, berlaku adil, ikhlas, istiqomah dan tawakkal dalam semua kegiatan. Nilai-nilai yang indah itu harus berikan contoh pelaksnaannya oleh orang tuanya secara konsisten. Nilai-nilai itu harus menjadi kenyataan dalam kehidupan sehari-hari. Jika terdapat pelanggaran, harus ada sanksi dari orang tua atau pihak yang dianggap memiliki otoritas untuk mememberikan tauladan terhadap nilai-nilai tersebut.



Cara yang sama juga dilakukan di sekolah. Seorang guru, -----bagi yang muslim, ketika masuk waktu sholat dhuhur misalnya, segera menugasi salah seorang untuk mengumandangkan adzan di masjid yang ada di lingkungan sekolah. Kepala sekolah dan para guru memberikan contoh, berupa datang ke masjid untuk berjama’ah. Guru juga seharusnya mengingatkan kepada siapa saja yang terlambat datang atau bahkan tidak hadir dengan alasan yang tidak jelas. Dengan cara itu, maka kepala sekolah atau guru benar-benar melakukan peran sebagai orang tua tatkala sedang di sekolah. Hubungan guru dan murid bagaikan hubungan orang tua dan anak, yaitu di antara mereka terbangun atas suasana kasih sayang yang mendalam.



Dengan demikian, yaitu baik ketika anak-anak sedang di rumah maupun pada waktu di sekolah, mereka selalu berada pada lingkungan yang berkarakter. Lingkungan yang berkarakter akan melahirkan orang-orang yang berkarakter pula. Memang tidak mungkin, anak akan tumbuh menjadi karakter unggul, sementara mereka berada di lingkungan yang kurang mendukungnya.



Akhirnya, pendidikan karakter akan terjadi jika beberapa aspek saling memperkukuh, yaitu adanya nilai-nilai karakter yang harus dijalankan, ------ bersumber dari kitab suci, terdapat role model, yaitu guru dan orang tua, dan yang ketiga adalah lingkungan pembentuk berkarakter itu sendiri. Persoalannya, bagaimana semua pihak menjadi ikhlas, tekun, istiqomah, dan sabar menjalankan peran dan tanggung jawabnya masing-masing itu. Pada tingkat teoritik mudah dilakukan, namun pada tingkat implementasinya, seringkali tidak terlalu gampang dilakukan, apalagi harus bersama-sama. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar