Proses belajar mengajar sudah berlangsung beberapa minggu, guru-guru sudah menjalankan tugasnya masing-masing untuk mendidik generasi penerus. Sebuah tugas mulia yang bernilai pahala, yang akan selalu mengalir bersamaan dengan bermanfaatnya ilmu tersebut bagi orang yang menerimanya. Sebagaimana hadist dari Rosulullah yang diriwayatkan oleh Imam-Imam Hadist: “Apabila anak adam meninggal dunia, maka putuslah semua amalnya kecuali tiga perkara: Shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang sholeh.” (Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Ahmad & Nasaai)
Suatu hari imam Syafi’i mendatangi ruang Khalifah Harun Ar-Rasyid untuk minta izin kepadanya. Lalu beliau duduk di samping Abu Abdus Shomad seorang pendidik anak-anak Kholifah Harun Al-Rosyid. Seorang bernama Siraj berkata kepada Imam Syafi’i, “Wahai Abu Abdullah, mereka ini adalah anak-anak Amirul mukminin, dan ia Abu Abdus Shomad adalah pendidik mereka. Kalau sekiranya engkau berkenan, berikanlah nasehat kepadanya!”.
Imam SyafiĆ lalu berkata kepada Abu Abdus Shomad :
“Hendaklah satu hal yang pertama dimulai dalam mendidik anak-anak Amirul Mukminin adalah memperbaiki dirimu. Mata-mata mereka bergantung pada matamu. Dan kebaikan mereka adalah kebaikan apa yang engkau lakukan. Keburukan bagi mereka adalah sesuatu yang kau benci. Ajarkanlah mereka kitabullah, janganlah engkau memaksakan mereka sehingga mereka bosan. Dan janganlah kau meninggalkan mereka dari Al-Quran lalu mereka akan meninggalkannya. Kemudian ceritakan kepada mereka dari hadits-hadits yang mulia dan pepatah nasehat. Dan janganlah kau ajarkan kepada mereka suatu ilmu kemudian pindah kepada ilmu yang lain sehingga mereka memahaminya. Maka sesungguhnya perkataan yang bertumpuk-tumpuk dalam pendengaran akan menyusahkan pemahaman”. (Mauqif Fii Az-Zuhd wa-Roqoiq: 70)
Nasehat yang penuh hikmah dari seorang ulama besar itu, tentu bukan hanya bermanfaat untuk Abu Abdus Shomad yang mendidik anak khalifah. Namun nasehat agung itu adalah untuk semua pendidik. Tampilan guru kadang akan membuat para murid semangat belajar ataupun sebaliknya menjadi malas dan takut. Bahkan karena keteladanan sang guru tersebut, ada di antara murid-murid bercita ingin menjadi seperti guru tersebut. Seperti suatu ketika di acara kelulusan TK , anak-anak yang masih polos itu ditanya apakah cita-cita mereka nanti? Maka di antara jawaban yang keluar dari bibir mereka: “Aku nanti ingin menjadi seperti ibu guru”.
Bukan mustahil jawaban itu muncul karena ia senang dengan gurunya yang mengajarkan ia membaca Al-Quran, Hadist dan menghapal doa-doa. Semoga nilai-nilai mulia Al-Quran dan Sunah serta ilmu-ilmu yang bermanfaat selalu dapat ditransfer oleh para pendidik kepada murid-muridnya dengan pemahaman yang benar dan selalu menjadi teladan mereka.
Jumat, 29 Januari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
assalamu a'laikum
BalasHapusmohon ijin kopas