Rabu, 18 November 2009

MERAIH KEMULIAAN DI HARI QURBAN



الله اكبر (6) سبحان من جعل أول بيت وضع للناس للذى ببكة مباركا وهدى للعالمين، ورفع للمؤمنين علمابالتكبيروالتهليل والتحميد شعارا لهذا الدين، وجعل أعظم شعائره حج بيته الحرام بحرمه الأمين. سبحان رب العزة عما يصفون وسلام على المرسلين والحمد لله رب العالمين. أشهد ان لا إله إلاالله العزيز الرحيم وأشهد ان محمدا عبده ورسوله النبى الكريم. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد الرسول السند العظيم، وعلى أله وأصحابه الأبرار أجمعين. فيا أيها المخلصين، إتقوا الله واعلموا أن الله مع المتقين.

Allahu Akbar 6 x

Hari yang kita rayakan pada hari ini merupakan satu di antara dua hari raya besar umat Islam, yakni ‘Idul Adha di samping ‘Idul Fitri. Kedua hari raya ini mempunyai persamaan makna, yaitu hari pembebasan dan hari proklamasi, kembalinya seseorang kepada semangat kesucian. Kalau ‘Idul Fitri orang bisa kembali kepada kesucian setelah menjalani puasa sebulan penuh, maka ‘Idul Adha orang-orang juga berpeluang kembali kepada kesucian, khususnya bagi mereka yang menunaikan haji dengan mabrur. Mereka dilukiskan sebagai orang-orang yang kembali bagaikan bayi yang baru lahir tanpa dosa (ka yaumi waladathu ummuh). Dalam sebuah hadis disebutkan: Al-hajj al-mabrûr laisa lahû jaza’ illa al-jannah (haji mabrur tiada lain balasannya selain syurga) kata Rasulullah Saw. Dan, saya kira kemuliaan tersebut juga bisa diraih oleh kita semua yang tidak sempat menunaikan rukun Islam kelima itu pada hari qurban ini.

Allahu Akbar 3 x

Ibadah haji adalah ibadah tertua dalam sejarah umat manusia dan ka'bah adalah bangunan suci pertama di muka bumi ini.

إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

Sesungguhnya rumah Allah yang mula-mula dibangun untuk [tempat beribadah] manusia, ialah Baitullah di Makkah yang diberkahi dan menjadi penunjuk bagi semua manusia (Ali ‘Imrân/3:96).

Dalam satu riwayat disebutkan, ketika Nabi Adam diusir dari surga ke bumi, ada satu hal yang paling ia sedihkan, yaitu ia tidak bisa lagi mengikuti ibadah para malaikat berthawaf mengelilingi ‘Arasy, yakni singgasana Allah Swt. Nabi Adam kemudian dihibur dengan dibangunnya Ka'bah sebagai Baitullah, miniatur atau tiruan 'Arasy di bumi, lalu Nabi Adam diperintahkan Allah berthawaf mengelilingi Ka'bah. Jadi, thawaf adalah cara ibadah menirukan malaikat mengelilingi 'Arasy dan ternyata seluruh makhluk makrokosmos di jagad raya seperti planet-planet juga melakukan "thawaf". Misalnya, bulan dan bumi berthawaf mengelilingi matahari dan matahari beserta seluruh familinya juga berthawaf mengelilingi pusat galaksi, yang oleh para astronom disebut Milky-way atau Galaksi Bimasakti. Mereka semua dengan setia menyembah kepada Allah Swt, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَسْجُدُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ وَالنُّجُومُ وَالْجِبَالُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَابُّ وَكَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ وَكَثِيرٌ حَقَّ عَلَيْهِ الْعَذَابُ وَمَنْ يُهِنِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُكْرِمٍ إِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ

“Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar manusia bersujud kepada Allah? Dan, banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan, barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS.As-Sajadah/22:18).

Planet-planet yang ada di angkasa raya dengan tekun beredar di atas rel peredarannya. Sedikit saja planet-planet yang lazim disebut makrokosmos itu melenceng dari garis edarnya, maka akan menimbulkan perubahan komposisi kimia dalam oksigen dan selanjutnya akan berakibat fatal bagi kehidupan manusia.

Thawaf sebagai warisan dari Nabi Adam, selain menirukan cara beribadah para malaikat, juga menirukan perilaku alam raya. Ini semua membuktikan bahwa manusia sebagai partikel mikrokosmos, harus juga tunduk dan pasrah (islâm) dan konsisten (istiqâmah) kepada Khaliqnya. Seorang muslim yang ideal ialah selain menyatakan kepasrahan total kepada Tuhan, juga memancarkan nilai-nilai pencerahan di dalam kehidupan bermasyarakat.

Manusia pada dasarnya makhluk beragama (zoon religion), maka seseorang tidak mungkin menjadi kafir secara absolut. Betapapun besar kekufuran seseorang, pasti orang itu menyadari adanya ruang spiritual di dalam dirinya, yang sewaktu-waktu membutuhkan simbol-simbol suci untuk menyalurkan rasa keberagamaan itu.

Dalam siklus kehidupan sehari-hari, manusia senantiasa menjalankan fungsi-fungsi thawaf. Orang-orang yang berthawaf di atas rel yang benar, mereka itulah disebut orang-orang yang berjalan di atas jalan yang lurus, jalan yang penuh kenikmatan:

إِهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ

Orang-orang musyrik, atau orang-orang yang memiliki loyalitas dan penghambaan ganda kepada lebih dari satu obyek yang seharusnya disembah, sesungguhnya telah menempuh rel yang menyimpang dalam kehidupannya, sehingga Tuhan menggambarkannya dalam Surah al-Hajj:

وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَكَأَنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيحُ فِي مَكَانٍ سَحِيقٍ

“Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. al-Hajj [22]: 31)

Orang-orang yang menyimpang dari sistem global yang telah ditetapkan Tuhan, mereka itulah disebut orang-orang yang sesat. Nurani (cahaya) dalam hati mereka akan padam lalu digantikan dengan hati dzulmani, hati yang gelap-gulita. Cermin batinnya yang buram sudah tidak mampu lagi menangkap nur, cahaya Ilahi. Mereka teralienasi oleh gemerlapnya kehidupan dunia. Orang-orang seperti ini sangat berpotensi untuk membenarkan segala cara dalam memenuhi segala keinginannya. Mereka tidak lagi tergetar hatinya dalam menyaksikan penderitaan kaum dhu'afâ’ yang semakin dha'îf, karena faham individualisme sedemikian merasuk ke dalam pikirannya. Orang-orang seperti ini sulit merasakan ketenangan dan ketenteraman hakiki, karena dalam jiwanya dipadati oleh nafsu penguasaan, yang pada akhirnya mereka merasa kelelahan karena tersedot oleh energinya sendiri. Dalam bahasa al-Qur'an dikatakan:

فَمَنْ يُرِدِ اللَّهُ أَنْ يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَنْ يُرِدْ أَنْ يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ كَذَلِكَ يَجْعَلُ اللَّهُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ.

“Barangsiapa yang dikehendaki Allah untuk diberikan petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk Islam (berpasrah diri). Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman.” (QS. al-An‘âm/6:125).

Allahu Akbar 3x

Raja Namrud disimbolkan sebagai sosok penguasa yang memiliki kekuasaan penuh. Ia sering berhadapan dengan Nabi Ibrahim, pembawa misi kemanusiaan. Raja Namrud dianggap sebagai simbol kekuatan yang mengobarkan api kezaliman dan penindasan. Kenyataannya, api kezaliman itu tidak dapat membakar hangus semangat kebenaran yang dibawa Nabi Ibrahim. Ini suatu pelajaran bahwa jihad yang dilakukan secara sungguh-sungguh dan bijaksana tidak akan dimusnahkan secara total oleh kekuatan besar manapun. Sebaliknya, setangguh apapun suatu kekuatan yang ditegakkan di atas landasan yang bathil, tidak akan sanggup "menghabisi" kekuatan yang dimotivasi oleh niat suci, betapapun kecil kekuatan itu.

Allahu Akbar 3 x

Hikmah yang dapat diperoleh melalui hari raya ini ialah memetik pelajaran berharga dari pengalaman Nabi Ibrahim, yang termasuk satu di antara kelompok kecil nabi yang memperoleh predikat "pemilik kebesaran" (ulul 'azmi) dan secara khusus disebut sebagai "kesayangan Allah" (khalîl Allah). Nabi Ibrahim mempunyai beberapa keutamaan, antara lain usahanya dalam merombak kepercayaan syirik (politeisme) menuju kepercayaan tauhid (monoteisme mutlak), sehingga karena itu pula ia disebut “Bapak Monoteisme”. Ia juga populer karena usahanya merombak tradisi yang anarkhis menuju masyarakat demokratis, dan ketabahannya menghadapi penguasa yang tirani. Dan yang tak kalah pentingnya, besarnya pengorbanan yang ditunjukkan di hadapan Allah melalui ketulusan hatinya untuk mengorbankan putra kesayangannya, Ismail As.

Sebagai penganut teologi rasional dan monoteisme mutlak, Nabi Ibrahim tidak terpengaruh oleh kepercayaan politeisme yang menyembah bintang, matahari, dan berhala, sebagaimana dianut oleh sebagian besar masyarakatnya. Menurut pengamatan Ibrahim, sebagaimana direkam di dalam al-Qur'an, bintang-bintang yang cemerlang di kegelapan malam ternyata pudar di siang hari, matahari yang bersinar terang ternyata tenggelam di malam hari, dan berhala-berhala yang bertebaran ternyata tidak mampu berbuat apa-apa, hingga akhirnya ia berkeyakinan bahwa semuanya itu bukan tuhan dan Tuhan yang sebenarnya ialah Yang Menciptakan alam raya beserta seluruh isinya ini.

Allahu Akbar 3x

Dikisahkan, Nabi Ibrahim mempunyai seorang isteri bernama Sarah. Sampai pada usia senja pasangan ini tidak dikaruniai anak, meskipun ia senantiasa berdoa agar dikaruniai anak shaleh:

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.” (Q.S. Ash-Shaffât [37]:100).

Dalam suasana pasrah, Sarah mengizinkan suaminya, Ibrahim, mengawini budaknya bernama Hajar, seorang perempuan berkebangsaan Afrika. Akhirnya, Hajar melahirkan seorang anak bernama Isma‘il ketika Ibrahim berumur 86 tahun. Semenjak Hajar mengandung, Sarah menunjukkan rasa cemburu dan benci kepada Hajar, dan mencapai puncaknya setelah Hajar melahirkan Ismail. Hajar dan bayinya diusir lalu sang ibu bersama bayinya pergi mengembara. Di tengah pengembaraan, Ismail sering ditinggal ibunya untuk mencari makanan, akan tetapi tangisan kehausan dan kelaparan Ismail didengarkan Tuhan. Karena itu, ia digelari Ismail dari bahasa Ibrani, Isma berarti “mendengar” dan El berarti “Allah”, artinya “Allah mendengar tangis penderitaan seseorang”. Sebagai tanda kekuasaan Tuhan, maka tiba-tiba muncul mata air di tengah padang pasir itu, yang kini populer dengan sebutan “air zamzam”. Nabi Ibrahim tidak dapat berbuat banyak mengatasi persoalan ini dan sepenuhnya diserahkan kepada Allah. Nabi Ibrahim kembali ke pangkuan isterinya, Sarah.

Allah menghibur Nabi Ibrahim dengan kelahiran Ishaq dari isteri pertamanya, Sarah, ketika Nabi Ibrahim berumur 100 tahun. Itulah sebabnya di dalam Kitab-kitab Tafsir Mu'tabar terdapat dua versi terhadap anak yang dikurbankan Nabi Ibrahim. Sebagian berpendapat yang dikurbankan ialah Ishaq, dengan berdasar kepada Hadis riwayat Umar, Ali, Ibn Mas'ud, dan Abbas. Sebagian lainnya berpendapat Ismail, dengan berdasar kepada Hadis riwayat Ibn Abbas, Ibn Umar, dan Ibn Ishaq. Al-Qur'an dan hadis-hadis Shahih tidak menjelaskan siapa di antara kedua anak Ibrahim itu yang dikurbankan. Hanya dalam Kitab Perjanjian Lama pasal 22 ayat 2 ditegaskan bahwa yang dikurbankan ialah Ishaq, putra bungsu Ibrahim dari isteri pertamanya yang tadinya dianggap mandul.

Allahu Akbar 3x

Bagi kita tidak terlalu penting mempersoalkan siapa yang dikurbankan, tetapi kisah Ibrahim ini sarat dengan pesan-pesan moral. Ibrahim adalah simbol bagi manusia yang rela mengorbankan apa saja demi mencapai keridhaan Tuhan, termasuk rela mengorbankan diri di dalam kobaran api.

Setiap orang mempunyai kelemahan terhadap sesuatu yang dicintainya. Kelemahan Ibrahim terletak pada anak kesayangan yang sudah lama didambakannya dan dari sini pula diuji Allah Swt. Kembali datang berupa godaan setan, tetapi Nabi Ibrahim lulus dari ujian itu. Ia secara tulus dan ikhlas rela mengorbankan putra kesayangannya.

Kalau kita menganggap Ismail yang dikurbankan, maka Ismail adalah simbol bagi sesuatu yang dapat melemahkan dan menggoyahkan iman, simbol bagi sesuatu yang dapat membuat kita enggan menerima tanggung jawab, serta simbol bagi sesuatu yang dapat mengajak kita untuk berpikiran subyektif dan berpendirian egois. Tegasnya, simbol bagi segala sesuatu yang dapat menyesatkan kita.

Allahu Akbar 3x

Mari kita menginstrospeksi dan mengukur diri kita masing-masing. Seandainya kita adalah "Ibrahim" dan seharusnya memang demikian, sudahkah kita memperoleh iman setangguh Nabi Ibrahim? sudahkah kita menunjukkan pengorbanan yang optimal ke arah jalan yang diridhai Allah? Jika kita berada di puncak karir misalnya, sudah relakah kita mengorbankan segalanya demi mempertahankan prinsip-prinsip ajaran yang dianut?

"Ismail" sebagai simbol bagi sesuatu yang amat kita cintai, sudah barang tentu kita semua memilikinya. Boleh jadi "Ismail" kita mengambil bentuk kendaraan baru, rumah mewah, jabatan, deposito, atau kekayaan lainnya. Apakah kita sudah rela mengorbankan "Ismail-Ismail" kita untuk mencapai tujuan hidup yang sebenarnya, yaitu mencapai ridha Allah?

Jika kita sebagai suami, sudah sanggupkah kita meniru ketangguhan iman Nabi Ibrahim untuk mengorbankan sesuatu yang paling dicintainya, demi mengamalkan perintah Tuhan? Jika kita sebagai isteri, sudah sanggupkah kita meniru ketabahan dan ketaatan Sarah atau Hajar, merelakan suaminya menjalankan perintah Tuhan dan menghargai jiwa besar anaknya? Jika kita sebagai anak, sudahkah kita memiliki idealisme yang tangguh seperti Nabi Ismail, rela menjadi korban untuk suatu tujuan mulia?

Allahu Akbar 3x

Hari raya ‘Idul Adha lazim juga disebut ‘Idul Qurban. Disebut demikian karena pada hari ini disyariatkan pelaksanaan ibadah Qurban, yaitu suatu aksi sosial yang bisanya mengambil bentuk penyembelihan binatang lalu dagingnya dibagi-bagikan kepada fakir miskin.

Kalau saat bulan Ramadhan diwajibkan mengeluarkan zakat fitrah, berupa beras atau makanan pokok lainnya kepada fakir miskin, maka sekitar dua bulan kemudian, fakir miskin kembali memperoleh bentuk uluran tangan berupa daging. Di samping bantuan rutin ini, fakir miskin juga akan memperoleh santunan berupa pembayaran fidyah dan kaffarah umat Islam lainnya. Belum lagi subsidi dalam bentuk lain, seperti shadaqah, infaq, dan zakat harta. Jika seandainya pranata ini berjalan dengan semestinya, maka meskipun terdapat kesenjangan tetapi rasa kesenjangan itu tidak akan hinggap di hati fakir miskin dan tidak perlu cemas terhadap ancaman letupan sosial.

Beras dan semacamnya adalah jenis karbohidrat yang sangat dibutuhkan di dalam tubuh, sedangkan daging adalah protein yang sangat diperlukan di dalam jaringan tubuh. Idealnya setiap hari tubuh kita memerlukan protein hewani atau zat amino acid dalam ukuran tertentu. Seseorang dalam masa pertumbuhan, sekitar 12 tahun ke bawah, membutuhkan zat amino acid 750 Mg. setiap hari dan orang dewasa setiap harinya membutuhkan 350 - 400 Mg. Seseorang yang tidak mencukupi standar ini, terutama kepada anak-anak tadi, maka secara biologis mereka akan mengalami masalah. Paling tidak seorang anak akan mengalami pertumbuhan kecerdasan (IQ) yang lamban dan lemah, serta berbagai gangguan fisik lainnya.

Di antara saudara-saudara kita, masih banyak yang tidak sanggup mengkonsumsi protein hewani setiap hari, mungkin ada yang hanya bisa menikmatinya bulanan atau bahkan tahunan. Perintah untuk berqurban sesungguhnya secara implisit merupakan seruan Tuhan kepada kita untuk membebaskan masyarakat dari kekurangan gizi. Bukankah jiwa dan raga yang prima lebih berpotensi menjadi hamba ideal dan khalifah sukses daripada jiwa dan raga yang lemah: العقل السليم في الجسم السليم (Pikiran yang sehat terletak di dalam tubuh yang sehat).

Allahu Akbar 3x

Saat-saat seperti sekarang ini, Allah Swt menguji kadar keimanan kita dengan pemandangan yang sangat memilukan hati, khususnya saudara-saudara kita yang menjadi korban musibah dan bencana alam. Mereka tidak bisa lagi bersukaria seperti kita di hari lebaran ini, karena masih bergelut mengatasi kebutuhan primernya, yaitu pemenuhan sandang, pangan, dan pakaian. Mudah-mudahan hari raya ini mengetuk pintu hati kita untuk menengok sejumlah pakaian di sudut-sudut lemari kita yang sudah lama tidak pernah kita gunakan, mengecek saldo tabungan kita yang sudah lama tidak pernah diperhatikan. Mungkin kecil artinya bagi kita tetapi sangat besar artinya bagi mereka. Seorang muslim sejati tidak akan membiarkan perutnya kekenyangan di tengah perut keroncongan di bantaran sungai sana. Seorang yang beriman tidak tega memamerkan kelebihan dan kemewahan di tengah penderitaan saudaranya di tenda pengungsian. Seorang yang bertaqwa tidak akan tidur nyenyak di lingkungan saudaranya yang kedinginan tanpa pakaian. Berapa lamakah kita akan hidup di dunia? Dan hanya apakah yang akan kita bawa ke liang kubur? Hanya harta yang disalurkan ke jalan Allah Swt yang akan mengawal kita sampai hari akhirat kelak.

Allahu Akbar 3x

Ya Allah, Tuhan kami Yang Maha Pengasih lagi Penyayang, kami hadir dan bersimpuh di hadapan-Mu di tempat ini, semata-mata untuk mencari ridla-Mu. Curahkanlah rahmat, ma‘unah, dan magfirah-Mu kepada kami semua. Anugerahkan kami iman yang tangguh, setangguh iman yang Engkau berikan kepada keluarga Nabi Ibrahim. Hindarkanlah masyarakat dan bangsa kami dari berbagai musibah dan perpecahan, seperti yang pernah engkau timpakan kepada umat-umat yang berbuat dzalim di masa lalu. Hindarkanlah kami dari cengkeraman anak cucu Kabil, sang penindas yang menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan. Berikanlah ketenangan hidup kepada anak cucu Habil, yang senantiasa menjunjung tinggi prinsip-prinsip objektifitas dan kejujuran.

Ya Allah, Tuhan kami Yang Maha Kuasa, berikanlah petunjuk ke jalan yang Engkau ridhai, berikan pula semangat dan kemampuan untuk menjalaninya tanpa resiko yang dapat menyulitkan kehidupan kami. Ya Allah, hanya kepada-Mu kami serahkan segalanya, terimalah doa kami ini. Amin ya rabbal ‘alamin.

بارك الله …..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar