Kamis, 12 November 2009
SUAP ATAU RISWAH DALAM PANDANGAN ISLAM
Posted on Desember 4, 2007 by abu mujahid
Risywah (suap) secara terminologis berarti pemberian yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk memperoleh kedudukan. (al-Misbah al-Munir – al Fayumi, al-Muhalla –Ibnu Hazm).
Semua ulama sepakat mengharamkan risywah yang terkait dengan pemutusan hukum, bahkan perbuatan ini termasuk dosa besar. Sebagaimana yang telah diisyaratkan beberapa Nash Qur’aniyah dan Sunnah Nabawiyah berikut ini:
Artinya:”Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram” (QS Al Maidah 42).
Imam al-Hasan dan Said bin Jubair menginterpretasikan ‘akkaaluna lissuhti’ dengan risywah. Jadi risywah (suap menyuap) identik dengan memakan barang yang diharamkan oleh Allah SWT.
Artinya:” Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui” (QS Al Baqarah 188)
Artinya: “Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap dalam hukum”(HR Ahmad, Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Artinya: “Laknat Allah bagi penyuap dan yang menerima suap”(HR Khamsah kecuali an-Nasa’i dan di shahihkan oleh at-Tirmidzi)
Artinya: “Rasulullah SAW melaknat penyuap, yang menerima suap dan perantaranya”(HR Ahmad )
Jadi diharamkan mencari suap, menyuap dan menerima suap. Begitu juga mediator anatara penyuap dan yang disuap. Hanya saja jumhur ulama membolehkan penyuapan yang dilakukan untuk memperoleh hak dan mencegah kezhaliman seseorang. Namun orang yang menerima suap tetap berdosa (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/243, al-Qurtubi 6/183, Ibnu Abidin 4/304, al-Muhalla 8/118, Matalib Ulin Nuha 6/479).
Pembagian Risywah Menurut Madzhab hanafi
Risywah terkait dengan putusan hukum dan kekuasaan, hukumnya haram bagi yang menyuap dan yang menerimanya.
Menyuap hakim untuk memenangkan perkara, hukumnya haram bagi penyuap dan yang disuap.
Menyuap agar mendapatkan kedudukan/ perlakuan yang sama dihadapan penguasa dengan tujuan mencegah kemudharatan dan meraih kemaslahatan, hukumnya haram bagi yang disuap.
Memberikan harta (hadiah) kepada orang yang menolong dalam menegakkan kebenaran dan mencegah kezhaliman dengan tanpa syarat sebelumnya, hukumnya halal bagi keduanya.
Penerima Suap :
1. Penguasa dan Hakim
Ulama sepakat mengharamkan penguasa atau hakim menerima suap atau hadiah. (Kasyful Qona’ 6/316, Nihayatul Muhtaj 8/242, al-Qurtubi 2/340).
2. Mufti
Haram bagi seorang mufti menerima suap untuk memberikan fatwa sesuai yang diinginkan mustafti (yang meminta fatwa). (ar-Raudhah 11/111, Asnaa al-Mutahalib 4/284)
3. Saksi
Haram bagi saksi menerima suap apabila ia menerimanya maka gugurlah kesaksiannya. (al-Muhadzaab 2/330, al-Mughni 9/40 dan
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar