RESIKO BAGI KORUPTOR
OLEH : MOH SAFRUDIN
(ketua Presidium Wilayah Majelis Alumni IPNU Sultra)
Resiko yang harus ditanggung oleh koruptor sedemikian besar. Jika tertangkap, mereka akan dihujat oleh siapapun. Mereka akan diadili dan dihukum berat. Bahkan akhir-akhir ini muncul wacana agar koruptor dihukum mati. Tetapi anehnya, korupsi berjalan terus, seolah-olah para koruptor tidak mempedulikan resiko itu.
Menghadapi resiko hukuman, para koruptor mirip dengan orang yang sedang menyelamatkan barang-barangnya dari kobaran api tatkala terjadi kebakaran. Meskipun tahu, bahwa kobaran api akan mencelakan dan bahkan mengakibatkan kematian, karena ingin menyelamatkan harta bendanya, mereka tidak takut dengan api. Mereka berkalkulasi bahwa besarnya resiko api itu masih lebih murah dari nilai harta yang akan diselamatkan. Seolah-olah harta lebih penting dari keselamatan dirinya sendiri.
Melihat kenyataan itu, orang mungkin bertanya, mengapa para koruptor itu lebih menghargai uang atau kekayaan dari pada harga dirinya sendiri. Mereka sampai tidak mempedulikan keselamatan dirinya hanya untuk membela uang atau kekayaannya. Sesungguhnya kekuatan apa yang mendorong hingga saraf takutnya hilang tatkala berusaha memenuhi kebutuhan harta itu. Bukankah semestinya dirinya lebih diutamakan daripada sebatas mendapatkan harta kekayaan.
Bisa jadi hal itu karena mereka memang suka harta. Kekayaan bagi mereka adalah segala-galanya. Dengan harta maka apa saja bisa dibeli. Pangkat, jabatan, posisi, dan apa saja bisa didapat jika harta kekayaan ada padanya. Menghadapi resiko mereka berpikir, bahwa di dunia apapun ada resikonya. Dunia ini menurut pikiran mereka tidak pernah bebas dari resiko. Oleh karena itu, resiko harus dihadapi untuk mendapatkan sesuatu yang dianggap harus didapat itu, sekalipun menempuh cara tercela, yakni dengan korupsi.
Selain karena menyenangi harta, para koruptor sesungguhnya memiliki penyakit berupa tidak percaya diri. Selain mengira bahwa hanya dengan uang keinginannya bisa diraih, mereka juga tidak percaya bahwa hari esok, masih memiliki peluang, kekuatan, atau kesanggupan untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Mereka menganggap bahwa kesempatan untuk mendapatkan sesuatu hanya terbatas hari itu. Oleh karena itu, pumpung ada kesempatan, mereka berusaha mendapatkan sebanyak-banyaknya.
Rasa percaya terhadap diri sendiri yang lemah dan rendah itu, maka mendorong mereka untuk menggunakan kesempatan itu semaksimal mungkin. Mereka tidak yakin bahwa kesempatan itu akan datang kembali dan terbentang luas sepanjang waktu. Selain itu mereka juga mengira bahwa kesempatan mendapatkan uang atau harta sangat terbatas. Perasaan serba terbatas itulah hingga mendorong yang bersangkutan menggunakan kesempatannya semaksimal mungkin untuk mendapatkan sesuatu, sekalipun menempuh cara yang kurang terpuji atau tercela.
Maka sebenarnya, para koruptor itu adalah orang-orang yang memiliki pikiran, jiwa dan atau kepercayaan diri yang rendah. Tindakan korupsi dilakukan oleh orang-orang yang menyandang pikiran dan suasana batin yang tidak sehat. Mereka tidak percaya bahwa hari esok jauh lebih baik dan lebih prospektif dari pada hari ini. Umpama saja mereka percaya bahwa hari esok jauh lebih baik daripada hari ini, maka tidak akan mau mengambil resiko yang sedemikian berat itu.
Orang-orang yang berpikiran besar selalu melihat bahwa masa depan jauh lebih baik dari hari ini. Sebaliknya para koruptor, selalu berpikiran dan berjiwa rendah, memandang hari esok tidak secerah hari ini. Mereka memiliki rasa takut tatkala menghadapi masa depannya. Mereka khawatir dan bahkan takut akan mengalami kekurangan harta kekayaan. Pikiran dan kepercayaan diri yang rendah inilah, yang mengantarkan mereka untuk melakukan apa saja dengan cara-cara yang rendah dan tidak terhormat itu.
Oleh karena itu, ke depan terhadap para pejabat, ---------baik di eksekutif, legislative, maupun yudikatif, perlu dibangun pikiran besar dan rasa percaya diri yang kokoh. Mereka perlu diyakinkan bahwa hari esok akan jauh lebih baik dari hari ini. Kualitas hari esok akan ditentukan oleh keyakinan dan prestasi sekarang. Membangun keyakinan seperti itu menjadi penting agar orang berani menghadapi masa depan dengan penuh ketegaran dan tidak melakukan penyimpangan yang beresiko itu.
Rasa takut, khawatir, perasaan tidak menentu di hari depan itulah mendorong orang-orang melakukan penyimpangan. Pikiran dan jiwa seperti itu seharusnya tidak muncul di semua jenis pejabat atau pemimpin tingkat apapun. Karena itu untuk membangun rasa aman, maka cukup realistis jika juga dipikirkan dan diusahakan tentang jaminan di hari tua. Selama rasa aman itu tidak terjamin, maka penyimpangan dengan berbagai bentuknya, akan selalu terjadi. Oleh karena itu pulalah, Islam juga mengingatkan, bahwa bagi orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, maka hari esok lebih baik daripada hari ini. Wallahu a'lam.
Rabu, 14 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar