OLEH : MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.PdI
(Ketua Presidium Wilayah Majelis Alumni IPNU Sultra)
10 ribu siswa se-sultra tidak lulus ujian Nasional untuk jenjang SMA/SMK/MA . pengumuman yang diagendakan Badan Setendar Nasional Pusat (BNSP)tersebut serentak pada tanggal 26 April 2010. Kalau dipresentasekan tingkat kelulusan tahun ini 62,44 persen atau 17.252 siswa. Sisanya sebanyak 10.377 orang atau 37,56peserta lainnya tidak lulus ujar kepala Dinas pendidikan Nasional (Diknas) sultra Drs. Damsid, M.Si
Hal ini menjadi pertanyaan besar Bagi lembaga pendidikan dalam menyelelenggarakan proses belajar mengajar, apa sebenarnya yang salah dalam hal ini, apa siswa yang kurang dalam belajar atau guru yang tidak memenuhi kualifikasi guru sebagai pendidik.
Tulisan ini saya buat sebagai inspirasi penulis mencari sumber permasalahan yang menyebabkan kegalan siswa /siswi SMA/SMK/MA sesultra. Apakah kesalahan yang dilakukan lembaga pendidikan didalam menhyeleksi calon siswa ?, atau kesalahan guru atau pendidik dalam mengajar, atau pemerintah yang kurang selektif didalam menempatkan pejabat dalam untuk mengelola lembaga pendidikan.
Tidak saja calon murid yang seharusnya dipilih, tetapi mestinya guru juga perlu diseleksi. Setiap tahun, lembaga pendidikan menyeleksi para calon murid. Lembaga pendidikan memilih calon murid di antara sekian banyak yang kemampuanannya lebih baik. Tentu hal ini dilakukan oleh lembaga pendidikan yang peminatnya berlebih. Jika peminatnya kurang, tentu seleksi yang dilakukan tidak serius, sebatas bersifat formal.
Sama dengan yang dilakukan oleh guru atau lembaga pendidikan, mestinya calon murid juga melakukan pemilihan terhadap orang yang akan dijadikan guru. Sebab kualitas guru ternyata juga bermacam-macam. Ada guru yang hebat, artinya berkualitas tinggi, tetapi ada pula guru yang kemampuannya terbatas. Calon murid mestinya juga memilih lembaga pendidikan yang memiliki tenaga guru yang hebat-hebat.
Pertanyaannya adalah bagaimana memilih guru yang hebat itu, apa ukurannya ? Jawabnya, tentu banyak aspek yang harus dilihat. Di antaranya, misalnya guru tersebut berlatar belakang pendidikan cukup. Misalnya, lulusan sarjana dan bahkan strata tiga (S3) dari perguruan tinggi yang dikenal hebat. Selain itu, mereka memiliki jabatan akademik atau golongan kepangkatan tinggi. Telah berpengalaman lama menjadi guru, karya-karyanya banyak dibaca atau dijadikan referensi oleh kalangan luas.
Selain itu, masih ada kelebihan lain yang seharusnya dimiliki oleh guru. Misalnya, para guru memiliki dedikasi dan integritas yang tinggi pada profesinya. Mereka selalu menunjukkan tanggung jawab, mencintai terhadap ilmu dan para murid-muridnya, disiplin dan juga keikhlasan.
Lebih dari itu, masih ada syarat lain yang sekalipun umumnya dianggap sederhana atau remeh, tetapi justru lebih mendasar. Saya pernah mendengar nasehat, bagaimana memilih guru atau lembaga pendidikan yang baik. Nasehat itu sederhana, tetapi menurut hemat saya cukup mulia, sehingga seharusnya mendapatkan perhatian.
Nasehat itu mengatakan bahwa tatkala memilih guru atau sekolah, hendaknya dilihat, apakah masjid atau tempat ibadah di sekitar rumah para guru-gurunya itu dipenuhi oleh jamaáh secara istiqomah. Selain itu, apakah guru dimaksud juga selalu ada di tempat ibadah itu pada setiap waktu sholat. Jika guru tersebut tidak pernah tampak, maka orang tersebut belum waktunya dijadikan guru. Sebab, semestinya sebelum mampu memimpin orang lain, seseorang harus terlebih dahulu bisa memimpin diri mereka sendiri.
Guru yang baik, berdasarkan nasehat itu, seharusnya selalu sholat berjamaáh di masjid. Muhammad saw., sebagai rasul dan juga guru, selama hidupnya selalu menjalankan sholat berjamaáh di masjid. Ukuran kebaikan seseorang selalu dilihat dari sholatnya. Jika sholatnya berkualitas maka kegiatan yang lain akan mengikutinya. Jika subuhnya saja tidak pernah berjamaáh, ------apalagi selalu dilakukan lewat waktu, maka bagaimana tugas-tugas lain akan dipenuhi dengan baik, tentu akan lebih kacau.
Kualitas guru juga dilihat dari kesan para tetangga atau orang-orang dekatnya. Seorang guru harus menjadi tauladan dalam kehidupan sehari-hari. Maka para tetangga dan atau orang-orang dekatnya bisa memberikan penilaian kepadanya secara lebih utuh. Guru yang baik adalah guru yang bisa berbuat baik pada tetangga dan orang-orang dekatnya itu.
Guru yang baik, tentu akan memiliki jaringan pertemanan atau silaturrahmi secara luas. Mereka tidak hanya bergaul secara terbatas, yaitu dengan orang yang bisa memenuhi kepentingannya sehari-hari. Guru seharusnya kaya pergaulan dan silaturrahmi. Mereka yang tidak memiliki pergaulan atau silaturrahmi secara luas, akan diartikan belum memperoleh manfaat dari ilmu yang disandangnya sendiri. Ilmu yang bermanfaat semestinya berhasil mengantarkan pemiliknya menjadi lebih disenangi oleh banyak orang.
Beberapa aspek penting terkait dengan guru berkualitas yang disebutkan pada bagian terakhir, lebih-lebih pada akhir-akhir ini, justru tidak banyak mendapatkan perhatian. Mungkin hal itu disebabkan oleh orientasi belajar, bersekolah, atau berguru sudah berubah. Bersekolah tidak lagi diniatkan untuk mendapatkan ilmu yang bermanfaat, melainkan sebatas memenuhi persyaratan formal. Akhirnya yang terjadi adalah banyak orang berguru kepada bukan guru. Wallahu a’lam.
Minggu, 25 April 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar