OLEH : MOH. SAFRUDIN
Zakat fitrah adalah wajib atas setiap muslim dan muslimah. Berdasar hadits berikut, Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. telah memfardhukan (mewajibkan) zakat fitrah satu sha’ tamar atau satu sha’ gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, baik laki-laki maupun perempuan, baik kecil maupun tua dari kalangan kaum Muslimin; dan beliau menyuruh agar dikeluarkan sebelum masyarakat pergi ke tempat shalat ‘Idul Fitri.” (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III :367 no:1503, Muslim II: 277 no:279/984 dan 986, Tirmidzi II : 92 dan 93 no: 670 dan 672, ‘Aunul Ma’bud V:4-5 no: 1595 dan 1596, Nasa’i V:45, Ibnu Majah I: 584 no:1826 dan dalam Sunan Ibnu Majah ini tidak terdapat “WA AMARA BIHA…”).
Hikmah Zakat Fitrah
Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Rasulullah saw. telah mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan yang kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum (selesai) shalat ‘id, maka itu adalah zakat yang diterima (oleh Allah); dan siapa saja yang mengeluarkannya sesuai shalat ‘id, maka itu adalah shadaqah biasa, (bukan zakat fitrah).” (Hasan : Shahihul Ibnu Majah no: 1480, Ibnu Majah I: 585 no: 1827 dan ‘Aunul Ma’bud V: 3 no:1594).
Siapakah Yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitrah
Yang wajib mengeluarkan zakat fitrah ialah orang muslim yang merdeka yang sudah memiliki makanan pokok melebihi kebutuhan dirinya sendiri dan keluarganya untuk sehari semalam. Di samping itu, ia juga wajib mengeluarkan zakat fitrah untuk orang-orang yang menjadi tanggungannya, seperti isterinya, anak-anaknya, pembantunya, (dan budaknya), bila mereka itu muslim.
Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. pernah memerintah (kita) agar mengeluarkan zakat untuk anak kecil dan orang dewasa, untuk orang merdeka dan hamba sahaya dari kalangan orang-orang yang kamu tanggung kebutuhan pokoknya.” (Shahih : Irwa-ul Ghalil no: 835, Daruquthni II:141 no: 12 dan Baihaqi IV: 161).
Besarnya Zakat Fitrah
Setiap individu wajib mengeluarkan zakat fitrah sebesar setengah sha’ gandum, atau satu sha’ kurma, atau satu sha’ kismis, atau satu sha’ gandum (jenis lain) atau satu sha’ susu kering, atau yang semisal dengan itu yang termasuk makanan pokok, misalnya beras, jagung dan semisalnya yang termasuk makanan pokok.
Adapun bolehnya mengeluarkan zakat fitrah dengan setengah sha’ gandum, didasarkan pada hadits dari ‘Urwah bin Zubair r.a., (ia bertutur), “Bahwa Asma’ binti Abu Bakar r.a. biasa mengeluarkan (zakat fitrah) pada masa Rasulullah saw., untuk keluarganya yaitu orang yang merdeka di antara mereka dan hamba sahaya – dua mud gandum, atau satu sha’ kurma kering dengan menggunakan mud atau sha’ yang biasa mereka mengukur dengannya makanan pokok mereka.” (ath-Thahawai II:43 dan lafadz ini baginya).
Adapun bolehnya mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ selain gandum yang dimaksud di atas, mengacu kepada hadits dari Abu Sa’id al-Khudri r.a. ia berkata, “Kami biasa mengeluarkan zakat fitrah satu sha’ makanan, atau satu sha’ gandum (jenis lain), atau satu sha’ kurma kering, atau satu sha’ susu kering, atau satu sha’ kismis. (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III:371 no: 1506, Muslim II:678 no:985, Tirmizi II: 91 no :668, ‘Aunul Ma’bud V:13 no:1601, Nasa’i V:51 dan Ibnu Majah I:585 no:1829).
Dalam Syarah Muslim VII:60 Imam Nawawi menegaskan, “Menurut mayoritas fuqaha tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan harganya (bukan berupa makanan pokok).”
Menurut hemat penulis sendiri, pendapat Imam Abu Hanifah r.a. yang membolehkan mengeluarkan zakat dengan harganya tertolak, karena ayat Qur’an mengatakan yang artinya, “Dan Rabbmu tidak pernah lupa.” (Maryam : 64).
Andaikata mengeluarkan zakat fitrah dengan harganya atau uang dibolehkan dan dianggap mewakili, sudah barang tentu Allah Ta’ala dan Rasul-Nya menjelaskannya. Oleh karena itu, kita wajib mencukupkan diri dengan zhahir nash-nash syar’I, tanpa memalingkan (maknanya) dan tanpa pula memaksakan diri untuk mentakwilkan.
Waktu Mengeluarkan Zakat Fitrah
Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Rasulullah saw. pernah memerintah (kami) agar zakat fitrah dikeluarkan sebelum orang-orang berangkat ke tempat shalat “Idul Fitri”. (Takhrij haditsnya lihat pembahasan Hukum Zakat Fitrah, beberapa halaman sebelumnya).
Bagi yang punya, boleh mengeluarkan zakat fitrah satu atau dua hari sebelum ‘Idul Fitri. Sebab ada riwayat dari Nafi’, berkata, “Adalah Ibnu Umar r.a. menyerahkan zakat fitrah kepada orang-orang yang berhak menerimanya; dan kaum Muslim yang wajib mengeluarkan zakat mengeluarkannya sehari atau dua hari sebelum ‘Idul Fitri.” (Shahih : Fathul Bari III:375 no:1511).
Haram menunda pengeluaran zakat fitrah hingga di luar waktunya, tanpa adanya udzur syar’i. Dari Ibnu Abbas r.a. berkata, “Rasulullah saw. telah memfardhukan zakat fitrah (atas kaum Muslimin) sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan kotor, dan sebagai makanan bagi orang-orang miskin. Maka barangsiapa yang mengeluarkannya seusai shalat ‘Idul Fitri’, maka dari itu termasuk shadaqah biasa.” (Nash hadits ini sudah termaktub dalam pembahasan Hikmah Zakat Fitrah).
Yang Berhak Menerima Zakat Fitrah
Zakat Fitrah hanya dialokasikan kepada orang-orang miskin saja. Ini didasarkan pada Sabda Nabi saw. yang diriwayatkan melalui Ibnu Abbas r.a., “Sebagai makanan bagi orang-orang miskin.” (Teks Arabnya termuat dalam pembahasan Hikmah Zakat Fitrah).
Shadaqah Tathawwu’
Sangat dianjurkan memperbanyak shadaqah tathawwu’, (shadaqah sunnah). Berdasar firman Allah SWT, “Perumpamaan (infak yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan butir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir; seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah:261).
Juga berdasarkan sabda Nabi saw., “Tidak ada suatu ketika segenap hamba berada di pagi hari melainkan dua puluh malaikat akan turun lalu salah seorang di antara keduanya berkata, Ya Allah berilah ganti kepada orang tersebut berinfak itu, dan yang lain berdo’a (juga), Ya Allah berilah kerusakan kepada orang yang enggan berinfak itu)." (Muttafaqun ‘alaih : Fathul Bari III:304 no: 1442 dan Muslim II : 700 : 1010).
Dan orang yang paling utama memperoleh shadaqah ialah keluarganya dan kerabatnya. Rasulullah saw. menegaskan, “Sedekah yang diberikan kepada orang miskin adalah berfungsi sebagai shadaqah, sedang yang diberikan kepada kerabat (mempunyai) dua fungsi; sebagai shadaqah dan sebagai silaturrahmi (penyambung hubungan rahim)." (Shahih : Shahihul Jami’us Shaghir no : 3835 dan Tirmidzi II: 84 no: 653).
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul 'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 448 – 453.
Selasa, 31 Agustus 2010
Jumat, 27 Agustus 2010
NUZULUL QUR'AN DAN ILMU PENGETAHUAN
OLEH : MOH. SAFRUDIN, S.Ag, M.Pdi
Pada saat sedang memperingati hari pertama kali turun ayat al Qur’an atau disebut dengan nuzul al Qur’an, kita diingatkan tentang betapa pentingnya ilmu pengetahuan. Ayat pertama kali turun, yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw di guwa Hira’ adalah perintah membaca. Kalimat/kata iqra’ ( bacalah) adalah pintu atau jendela untuk mendapatkan dan atau memahami ilmu pengetahuan. Tidak akan didapat ilmu, tanpa lewat membaca.
Sedemikian penting kegiatan membaca bagi umat manusia, maka di antara asma’ul husna, atau nama-nama Tuhan yang disebut terlebih dahulu dalam al Qur’an adalah juga Yang Maha Pencipta atau al kholiq. Selain itu, ternyata Rasulullah, dalam al Qur’an juga dinyatakan untuk membaca ayat-ayat Allah. Sehingga, antara perintah membaca (iqra’), al kholiq, dan juga tilawah yaitu tugas yang disebutkan pertama kali dalam al Qur’an.
Dengan demikian, semua yang disebutkan pertama kali, baik ayat yang pertama kali turun, asma’ul husna, dan juga bagian dari tugas-tugas nabi adalah terkait dengan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu tampaknya, ilmu pengetahuan dalam ajaran Islam diletakkan pada posisi yang amat vital dan atau mendasar.
Pandangan semacam itu tentu tidak sulit dipahami, bahwa Islam sebenarnya bukan semata-mata mengajarkan agama, sebagaimana agama-agama lainnya. Islam, jika mengacu pada al Qur’an dan juga sejarah nabi, adalah sebuah ajaran tentang kehidupan secara menyeluruh yang berasal dari Tuhan sebagai jalan menuju keselamatan, kebahagiaan, dan kesempurnaamn baik di dunia maupun di akherat.
Islam sebagai pandangan hidup, yang hendaknya mewarnai baik pikiran, perasaan dan tindakan kaum muslimin, maka dimulai Dari ilmu pengetahuan. Cara berpikir seseorang akan berubah dan bahkan juga terbentuk atas dasar wawasan keilmuannya. Oleh karena itu, maka ilmu pengetahuan dalam Islam menjadi sangat penting dan mendasar.
Islam tidak membolehkan seseorang untuk sekedar melakukan peniruan, imitasi, atau dalam bahasa lain adalah bertaqlid. Islam menghargai kreativitas, olah pikir, dan atau penemuan-penemuan baru. Islam menghargai dan bahkan menjunjung tinggi orang-orang yang berilmu pengetahuan. Bahkan seseorang yang mempermudah orang lain jalan menuju ilmu, oleh Allah akan dimudahkan jalan mereka menuju ke surga.
Dengan demikian, atas inspirasi dan juga petunjuk dari ayat-ayat al Qur’an, semestinya umat Islam di muka bumi ini selalu berada di posisi depan, di atas, dan atau selalu mengawali pada setiap kemajuan. Namun ternyata dalam tataran empirik, umat Islam di berbagai belahan dunia justru tertinggal dari umat lainnya.
Umat Islam, yang juga dipelopori oleh para cendekiawannya masih sibuk membedakan antara ilmu umum dan ilmu agama, berseminar tentang apakah ilmu pengetahuan relevan dengan Islam dan atau kegiatan sejenisnya ini. Sudah selama ini nyata-nyata ketinggalan, bukan kemudian segera mengubah pandangan, dan kemudian melihat kembali pesan-pesan kitab suci yang dijadikan pegangan, terkait dengan ilmu pengetahuan ini.
Semestinya, dengan petunjuk al Qur’an dan juga hadits nabi tersebut, umat Islam yang diawali oleh para pemimpinnya, segera membangun lembaga-lembaga penelitian, pusat-pusat riset yang menghasilkan temuan-temuan baru, baik di bidang ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu social, dan humaniora. Sebab hanya dengan penguasaan ilmu pengetahuan saja, umat Islam akan mampu bersaing dengan umat lainnya yang lebih maju terlebih dahulu.
Kesadaran seperti ini, semstinya dalam momentum peringatan nuzul al Qur’an perlu dikembangkan. Sehingga dengan cara itu akan lahir pada setiap komunitas muslim, semangat untuk menaggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Akhirnya, dengan ilmu pengetahuan itu, kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan kaum muslimin yang dirasakan selama ini, pada saatnya akan berhasil diatasi.
Memang sebenarnya pintu kemajuan dan kemenengan dalam pentas dunia ini adalah ilmu. Bahwa, ternyata kekalahan kaum muslimin yang dirasakan selama ini, adalah diawali dari kekalahannya dalam menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Maka Al Qur’an, ayat yang pertama kali turun, mengingatkan tentang membaca, yang hal itu adalah sebagai pintu menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Wallahu a’lam.
Pada saat sedang memperingati hari pertama kali turun ayat al Qur’an atau disebut dengan nuzul al Qur’an, kita diingatkan tentang betapa pentingnya ilmu pengetahuan. Ayat pertama kali turun, yang disampaikan Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad saw di guwa Hira’ adalah perintah membaca. Kalimat/kata iqra’ ( bacalah) adalah pintu atau jendela untuk mendapatkan dan atau memahami ilmu pengetahuan. Tidak akan didapat ilmu, tanpa lewat membaca.
Sedemikian penting kegiatan membaca bagi umat manusia, maka di antara asma’ul husna, atau nama-nama Tuhan yang disebut terlebih dahulu dalam al Qur’an adalah juga Yang Maha Pencipta atau al kholiq. Selain itu, ternyata Rasulullah, dalam al Qur’an juga dinyatakan untuk membaca ayat-ayat Allah. Sehingga, antara perintah membaca (iqra’), al kholiq, dan juga tilawah yaitu tugas yang disebutkan pertama kali dalam al Qur’an.
Dengan demikian, semua yang disebutkan pertama kali, baik ayat yang pertama kali turun, asma’ul husna, dan juga bagian dari tugas-tugas nabi adalah terkait dengan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu tampaknya, ilmu pengetahuan dalam ajaran Islam diletakkan pada posisi yang amat vital dan atau mendasar.
Pandangan semacam itu tentu tidak sulit dipahami, bahwa Islam sebenarnya bukan semata-mata mengajarkan agama, sebagaimana agama-agama lainnya. Islam, jika mengacu pada al Qur’an dan juga sejarah nabi, adalah sebuah ajaran tentang kehidupan secara menyeluruh yang berasal dari Tuhan sebagai jalan menuju keselamatan, kebahagiaan, dan kesempurnaamn baik di dunia maupun di akherat.
Islam sebagai pandangan hidup, yang hendaknya mewarnai baik pikiran, perasaan dan tindakan kaum muslimin, maka dimulai Dari ilmu pengetahuan. Cara berpikir seseorang akan berubah dan bahkan juga terbentuk atas dasar wawasan keilmuannya. Oleh karena itu, maka ilmu pengetahuan dalam Islam menjadi sangat penting dan mendasar.
Islam tidak membolehkan seseorang untuk sekedar melakukan peniruan, imitasi, atau dalam bahasa lain adalah bertaqlid. Islam menghargai kreativitas, olah pikir, dan atau penemuan-penemuan baru. Islam menghargai dan bahkan menjunjung tinggi orang-orang yang berilmu pengetahuan. Bahkan seseorang yang mempermudah orang lain jalan menuju ilmu, oleh Allah akan dimudahkan jalan mereka menuju ke surga.
Dengan demikian, atas inspirasi dan juga petunjuk dari ayat-ayat al Qur’an, semestinya umat Islam di muka bumi ini selalu berada di posisi depan, di atas, dan atau selalu mengawali pada setiap kemajuan. Namun ternyata dalam tataran empirik, umat Islam di berbagai belahan dunia justru tertinggal dari umat lainnya.
Umat Islam, yang juga dipelopori oleh para cendekiawannya masih sibuk membedakan antara ilmu umum dan ilmu agama, berseminar tentang apakah ilmu pengetahuan relevan dengan Islam dan atau kegiatan sejenisnya ini. Sudah selama ini nyata-nyata ketinggalan, bukan kemudian segera mengubah pandangan, dan kemudian melihat kembali pesan-pesan kitab suci yang dijadikan pegangan, terkait dengan ilmu pengetahuan ini.
Semestinya, dengan petunjuk al Qur’an dan juga hadits nabi tersebut, umat Islam yang diawali oleh para pemimpinnya, segera membangun lembaga-lembaga penelitian, pusat-pusat riset yang menghasilkan temuan-temuan baru, baik di bidang ilmu-ilmu alam, ilmu-ilmu social, dan humaniora. Sebab hanya dengan penguasaan ilmu pengetahuan saja, umat Islam akan mampu bersaing dengan umat lainnya yang lebih maju terlebih dahulu.
Kesadaran seperti ini, semstinya dalam momentum peringatan nuzul al Qur’an perlu dikembangkan. Sehingga dengan cara itu akan lahir pada setiap komunitas muslim, semangat untuk menaggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Akhirnya, dengan ilmu pengetahuan itu, kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan kaum muslimin yang dirasakan selama ini, pada saatnya akan berhasil diatasi.
Memang sebenarnya pintu kemajuan dan kemenengan dalam pentas dunia ini adalah ilmu. Bahwa, ternyata kekalahan kaum muslimin yang dirasakan selama ini, adalah diawali dari kekalahannya dalam menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Maka Al Qur’an, ayat yang pertama kali turun, mengingatkan tentang membaca, yang hal itu adalah sebagai pintu menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Wallahu a’lam.
KHUTBAH IDUL FITRI 1431
الله اكبر 7 x الله اكبر كلّما هلّ هلال وابدر. الله اكبر كلّما صام صائم وأفطر. وكلّما أطعام القانع المعتر. الله اكبر الله اكـــــبر الله اكـــــبر . لا اله الا الله والله اكـــــبر الله اكـــــبر
و لله الحمد. الحمد لله الّذى سهّل للعباد طر يق العبادة ويسّر .ووفّاهم اجور أعمالهم من خز ائن جوده الّتى لا تحصر. وجعل لهم يوم عيد يعود عليهم فى كلّ سنة ويتكرّ ر. أحمده سبحانه وهو المستحقّ لأن يُحمد ويُشكر. واشكره على نعم لا تعدّ ولا تحصر. واشهد أن لا اله إ لاّ الله وحده لا شر يك له الملك العظيم ا لأكبر. واشهد أنّ ســيّدنا مـحــمّدا عبده ورسوله الشـّافع فى المخشـر. اللّهـمّ صلّ وسـلّم
على سيّدنا محمّد وعلى اله واصحابه الّذين اذهب عنهم الرّجس وطهّر . (امّا بعد) فيا ا يّهاالنّاس إتّقوا الله ولا تغرّ نّكم ومدد ا لأ عمار.
Hadirin Kaum Muslimin Dan Muslimat Sidang Idul Fitri 1 Syawal 1431 H, yang berbahagia. puji dan syukur yang sedalam-dalamnya, dengan penuh perasaan gembira, kita sanjungkan kehadirat Allah SWT. Tuhan yang telah memberi kita usia yang panjang, sehingga di pagi yang ceria ini kita dapat berkumpul bershaf-shaf memenuhi tempat yang berkah ini.
Fajar tanggal 1 Syawal telah menyingsing di ufuk timur, pada saat ini kita berada pada hari yang agung, pada hari ini pula Allah Azza Wa Jalla memperlihatkan kemulyaan dan keagungannya, dimana seluruh umat TAUHID di segenap penjuru dunia, bersedia untuk bangkit secara serentak menggemakan dan mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid :
الله اكبر X 3 لا اله إ لاّ الله و الله أكبر. الله اكبر و لله الحمد
Pengumandangan tersebut merupakan realisasi rasa syukur, sebagai ungkapan kesadaran, kalimat keyakinan, serta merupakan panji-panji kemenangan dan kejayaan umat Islam.
HADIRIN HADIRAT RAHIMAKUMULLAH …….
Dalam suasana hati yang penuh kegembiraan ini, dengan segala kemewahan yang terasa di paksakan, dengan segala keberlebihan yang sukar dibayangkan, dalam pesta semesta yang gegap gempita, oleh gemuruh takbir kemenangan yang hingar bingar, meliputi seluruh angkasa raya, menggelora ke dalam jiwa, hingga mendirikan bulu-bulu roma. Marilah sejenak kita melakukan perenungan pada hakikat makna ibadah yang telah kita lalui bersama, pada nuansa hati yang tak terkendali ini ……..
Benarkah,v selama sebulan lamanya kita telah menjalankan ibadah puasa, dengan penuh keta’atan dan kepatuhan, hanya mengharap ridla - Nya, sebagai bukti meningkatnya kualitas ketaqwaan kita kepada Allah swt. … .. ? Sebagaimana maksud dicanangkannya puasa itu sendiri;
يآايّها الّذين أمنوا كتب عليكم الصّيام كما كتب على الّذين من قبلكم لعلّكم تتّقون
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian semua berpuasa, sebagaimana ia diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian semua bertaqwa.”
(Qs. Al Baqarah : 183)
Betulkah, kita semua telah lulus dalam menghadapi ujian berpuasa sebulan penuh lamanya, membendung dan menyingkirkan segala godaan dan nafsu angkara murka …….?
Berhasilkah kita membersihkan iman, dari bintik-bintik kemaksiatan, kemunafikan, dan kemungkaran …….?
Hari ini Ramadhan telah berlalu ………., bulan suci, bulan yang penuh rahmat dan maghfiroh, relakah kita melepaskannya seadanya ……..? Bagaimanapun, seiring dengan menggelindingnya jarum jam, terpaksa kita harus rela melepaskannya.
Hari ini hari bersuka ria. Namun ……. adakah suka ria kita sedang mensyukuri kemenangan atas setan dan kemaruk hawa nafsu ……..? Ataukah karena kita kini terbebas kembali seperti semula? Tak ada lagi yang kita sungkani. Atau bahkan terstimulir oleh kemenangan yang ada pada pihak setan dan nafsu atas diri kami …….. ! Na’udzubilla Billahi Min Dzalik.
YAA ………. RABBY …….. ! Rasanya puasa kami hampa, jiwa ini miskin tak berarti apa, bahkan diri ini bergelimang noda dan dosa. Maka hanya rahmat dan maghfirahmu Yaa ……. Allah yang kami minta, kami ibarat setetes embun dalam lautan keagunganmu ……..
ALLAHU AKBAR 3X WALILLAHI AL - HAMD, Hadirin Sidang ‘Idul Fitri Yang Dimulyakan Allah …….Kaum muslimin memang berhak bergembira pada hari ketika berbuka dan lebaran tiba, namun kegembiraan kita diperintahkan untuk masuk ke dalam agama Islam secara kafaah sebagaimana firman Allah :
يآايّهاالّذين آمنوا اذ خلوا فى السّلم كآ فّة. و لا تتّبعوا خطوات الشّيطان إ نّه لكم عدوّ مبين (البقرة : 208(
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian semua ke dalam Islam secara totalitas.” ( Qs. Al-Baqarah : 208 )
Lalu pertanyaannya adalah; Gembira yang islami itu yang bagaimana ? Gembira yang islami yaa gembira yang wajar-wajar saja, gembira yang penuh rasa syukur, gembira yang tidak sampai menafikan atau bahkan melecehkan adanya keperihatinan di fihak lain.
Kegembiraan kaum muslimin atas datangnya lebaran tentunya menjadi hak milik bagi ia yang telah dapat merampungkan kewajiban ibadah puasa Ramadhannya dengan penuh keikhlasan dan njungkung ibadah semata-mata karena mengharap ridlo - Nya, disamping kita telah berhasil pula nyelengi pahala, dan dosa-dosa kita yang telah lewat diampuni oleh Allah Azza Wa Jalla, sebagaimana di jamin sendiri oleh Rasulullah saw. sendiri lewat sebuah haditsnya :
من صام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدّم من ذنبه
Artinya : “Barang siapa telah melaksanakan puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lewat”
Hadirin hadirot sidang idul fitri yang berbahagia. . . . Apapun dan bagaimanapun bentuk puasa yang telah kita lakukan, berapapun nilai yang telah Allah Ta’ala berikan atas puasa kita dengan segala kesempurnaan rahmat dan anugerahnya, untuk lebih menjamin keyakinan keberhasilan perjuangan kita di bulan puasa itu, Allah masih memberi kesempatan kepada kita - yang memang memiliki watak tidak sempurna ini - untuk nambeli kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan puasa kita, barang kali sesekali, sementara mulut kita berpuasa tidak makan dan tidak minum tetapi kita khilaf tidak memuasakannya dari memakan daging saudara-saudara kita dengan ngrasani, mengumpat atau mengeluarkan kata-kata yang tak pantas misalnya dan seterusnya dan lain sebagainya.
Kita diberi kesempatan mengeluarkan sebagian dari bahan makanan kita untuk saudara-saudara kita yng berhak menerimanya lewat zakat fitrah. Di samping makna solidaritas yang terkandung di dalam zakat fitrah itu, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, zakat fitrah itu berfungsi untuk membersihkan orang yang berpuasa dari keterlanjurannya beromong kosong dan berkata buruk saat berpuasa, bahkan menurut hadits riwayat Abu Hafsih Bin Shaahin, puasa Ramadhan bergantung antara langit-langit dan bumi dan hanya zakat fitrahlah yang dapat menaikkannya ke atas.
Kewajiban membayar zakat fitrah ini - menurut Imam Al Syafi’i RA - di fardlukan kepada setiap muslim yang merdeka atau hamba Muba’ad yang memiliki kelebihan bahan makanan di malam dan hari lebarannya, juga pakaian dan tempat tinggal yang layak bagi semua keluarga yang menjadi tanggung jawab nafaqahnya. Adapun tentang waktu wajibnya adalah sejak tenggelamnya mata hari di hari terakhir
bulan suci Ramadhan, dan boleh saja membayarkan zakat fitrah sejak telah masuknya bulan suci Ramadlan dengan niat Ta’jil. Sedangkan membayarkan zakat fitrah setelah dilaksanakannya sholat idul fitri hingga tenggelamnya mata hari juga masih diperkenankan atau masih diterima, tetapi dengan niat mengkodlo’i-nya.
Mudah-mudahan zakat fitrah kita, dapat menyempurnakan ibadah puasa kita, sehingga Allah mengampuni kita, merahmati kita, dan membebaskan kita dari api neraka. Dan moga-moga pula, Allah masih menganugerahkan kekuatan kepada kita untuk dapat melengkapi ganjaran ibadah puasa itu dengan kesediaan kita nantinya, untukpuasa Ramadlan kita yang telah berlalu dengan mengiringinya berpuasa selama enam hari di bulan Syawal ini. Mudah-mudahan ..
ALLAHU AKBAR 3X WALILLAHIL HAMD
HADIRIN HADIRAT KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT RAHIMAKUMULLAH …….
Selanjutnya segala aktifitas apa saja yang paling utama dilakukan sekembali kita dari shalat idul fitri ini ……. ?
Setelah berpuasa dan njungkung ngibadah selama sebulan penuh di bulan Ramadhan dengan niat ikhlas hanya memburu ridla Allah Ta’ala, dan kita telah menambelinya dengan mengeluarkan zakat fitrah, dosa-dosa kitapun diampuni. Namun seperti kita ketahui, dosa yang diampuni itu, hanyalah dosa yang berhubungan langsung dengan Allah. Sementara masih ada dosa lain yang berkaitan dengan sesama kita, antar kita, dimana ampunan Allah bergantung pada pema’afan masing-masing kita yang bersangkutan. Oleh karenanya untuk menyempurnakan ketidak berdosaan kita, setelah shalat idul fitri ditradisikanlah halal bihalal, “sini menghalalkan dan memaafkan situ, situ menghalalkan dan memaafkan sini”.
Dengan demikian pada lebaran kali ini, diharapkan semua macam dosa apapun lebur dan kita kembali sebagaimana fitrah kita, mulus tanpa dosa bagaikan seorang bayi.
Tidakkah kita tak ingin menjadi pailit kelak di hari kemudian ……? Seperti digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam hadits shohihnya :
أتذرون من المفلس؟ قالوا المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع. فقال عليه الصّلاة والسّلام إنّ المفلس من امّتى من يأتى يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة ويأتى من قدشتم هذا وقذف هذا وأكل مال هذا وسفك دام هذا وضرب هذا. فيعطى هذا من حسناته وهذا من حسناته. فأنّ فنيت حسناته قبل أن يقضى ماعليه . أخذ من خطا ياهم. فطرحت عليه ثمّ طرح فى النّار (رواه مسلم عن ابى هريرة)
Artinya : “Tahukah kalian semua, siapakah orang yang bangkrut itu ? Tanya Rasulullah kepada para sahabatnya - merekapun menjawab : orang yang bangkrut menurut kita adalah mereka yang tidak memiliki uang dan harta benda yang tersisa.” Kemudian Rasulullah menyampaikan sabdanya : “Orang yang benar-benar pailit - diantara umatku - ialah orang yang di hari kiamat dengan membawa (seabrek) pahala shalat, puasa dan zakat; tapi (sementara itu) datanglah orang-orang yang menuntutnya, karena ketika (di dunia) ia mencaci ini, menuduh itu, memakan harta si ini, melukai si itu, dan memukul si ini. Maka di berikanlah pahala-pahala kebaikannya kepada si ini dan si itu. Jika ternyata pahala-pahala kebaikannya habis sebelum dipenuhi apa yang menjadi tanggungannya, maka diambillah dosa-dosa mereka (yang pernah di dzaliminya) dan ditimpakan kepadanya. Kemudian dicampakkanlah ia ke api neraka.” Naudzubillah …… ! (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Ternyata mulut, tangan, kaki, perut dan anggota tubuh kita yang biasa kita gunakan untuk beribadah, bersujud, berdzikir, berpuasa, memberikan zakat, dapat membuat kita pailit kelak. Tidak hanya menghabiskan modal pahala yang kita tumpuk sepanjang umur kita tapi bahkan dapat menarik kepada kita kerugian orang lain. Ini semua tentunya gara-gara kita terlalu meremehkan dosa dan kesalahan terhadap sesama. Oleh karenanya, apabila kita memuliakan Tuhan, maka termasuk yang dimuliakan Tuhan ialah manusia.
Sedangkan makanan dan kue-kue lebaran kiranya hanyalah sekedar “Ubo Rampe”, karena ada kunjung mengunjungi, patutnya hidangan di sediakan sebagai penghormatan kepada tamu yan hendak berkunjung. Pahalanya terletak pada penghormatan tamu itu, atau pada niat sedekah yang mengiringinya. Demikian pula, agaknya soal pakaian, memperindah rumah dan atau mempercantik ruang tamu.
ALLAAHU AKBAR 3X WALILLAHIL HAMD
Akhirnya, marilah kita mengikrarkan permohonan maaf kita kepada diri kita sendiri, sebelum kemudian sungkem dan meminta maaf kepada orang-orang tua kita, para Masyayikh dan guru-guru kita, juga antar sesama………
Selamat idul fitri, wahai mata
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya
Kugunakan melihat kilau comberan.
Selamat idul fitri, wahai telinga
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya
Kusumpali rongsokan-rongsokan kata
Selamat idul fitri, wahai mulut
Maafkanlah aku, selama ini
Kau hanya kujejali dan kubuat memuntahkan onggokan-onggokan kotoran
Selamat idul fitri, wahai tangan
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya kugunakan
Mencakar-cakar kawan dan berebut remayh-remah murahan
Selamat idul fitri, wahai kaki
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya kuajak menendang kanan kiri
Dan berjalan di lorong-lorong kegelapan
Selamat idul fitri, wahai akal budi
Maafkanlah aku, selama ini kubiarkan kau terpenjara sendiri ………
Selamat idul fitri, wahai diri
Marilah menjadi manusia kembali ……….!
والله سبحانه وتعالى يقول وبقوله يهتدى المهتدون. فإذا قر ئ القر آن فاستمعوا له وأنصتوا لعلّكم ترحمون. اعوذ بالله من الشّيطان الرّجيم. وشارعوا ال ى مغفرة من ربّكم وجنّة عرضها السّموات
و ا لأ رض. أعدّت للمتّقين. والّذين ينفقون فى السّرّ آء والضّر آء. والكاظمين الغيظ والعافين عن النّاس. والله يحبّ المحسنين. بارك الله لي ولكم فى القر آن العظيم. ونفعنى وإيّاكم بما فيه من ا لا يات والذّ كر الحكيم وتقبّل مني ومنكم تلا وته ان هو الغفور الرحيم
و لله الحمد. الحمد لله الّذى سهّل للعباد طر يق العبادة ويسّر .ووفّاهم اجور أعمالهم من خز ائن جوده الّتى لا تحصر. وجعل لهم يوم عيد يعود عليهم فى كلّ سنة ويتكرّ ر. أحمده سبحانه وهو المستحقّ لأن يُحمد ويُشكر. واشكره على نعم لا تعدّ ولا تحصر. واشهد أن لا اله إ لاّ الله وحده لا شر يك له الملك العظيم ا لأكبر. واشهد أنّ ســيّدنا مـحــمّدا عبده ورسوله الشـّافع فى المخشـر. اللّهـمّ صلّ وسـلّم
على سيّدنا محمّد وعلى اله واصحابه الّذين اذهب عنهم الرّجس وطهّر . (امّا بعد) فيا ا يّهاالنّاس إتّقوا الله ولا تغرّ نّكم ومدد ا لأ عمار.
Hadirin Kaum Muslimin Dan Muslimat Sidang Idul Fitri 1 Syawal 1431 H, yang berbahagia. puji dan syukur yang sedalam-dalamnya, dengan penuh perasaan gembira, kita sanjungkan kehadirat Allah SWT. Tuhan yang telah memberi kita usia yang panjang, sehingga di pagi yang ceria ini kita dapat berkumpul bershaf-shaf memenuhi tempat yang berkah ini.
Fajar tanggal 1 Syawal telah menyingsing di ufuk timur, pada saat ini kita berada pada hari yang agung, pada hari ini pula Allah Azza Wa Jalla memperlihatkan kemulyaan dan keagungannya, dimana seluruh umat TAUHID di segenap penjuru dunia, bersedia untuk bangkit secara serentak menggemakan dan mengumandangkan takbir, tahlil dan tahmid :
الله اكبر X 3 لا اله إ لاّ الله و الله أكبر. الله اكبر و لله الحمد
Pengumandangan tersebut merupakan realisasi rasa syukur, sebagai ungkapan kesadaran, kalimat keyakinan, serta merupakan panji-panji kemenangan dan kejayaan umat Islam.
HADIRIN HADIRAT RAHIMAKUMULLAH …….
Dalam suasana hati yang penuh kegembiraan ini, dengan segala kemewahan yang terasa di paksakan, dengan segala keberlebihan yang sukar dibayangkan, dalam pesta semesta yang gegap gempita, oleh gemuruh takbir kemenangan yang hingar bingar, meliputi seluruh angkasa raya, menggelora ke dalam jiwa, hingga mendirikan bulu-bulu roma. Marilah sejenak kita melakukan perenungan pada hakikat makna ibadah yang telah kita lalui bersama, pada nuansa hati yang tak terkendali ini ……..
Benarkah,v selama sebulan lamanya kita telah menjalankan ibadah puasa, dengan penuh keta’atan dan kepatuhan, hanya mengharap ridla - Nya, sebagai bukti meningkatnya kualitas ketaqwaan kita kepada Allah swt. … .. ? Sebagaimana maksud dicanangkannya puasa itu sendiri;
يآايّها الّذين أمنوا كتب عليكم الصّيام كما كتب على الّذين من قبلكم لعلّكم تتّقون
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, telah diwajibkan atas kalian semua berpuasa, sebagaimana ia diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian, mudah-mudahan kalian semua bertaqwa.”
(Qs. Al Baqarah : 183)
Betulkah, kita semua telah lulus dalam menghadapi ujian berpuasa sebulan penuh lamanya, membendung dan menyingkirkan segala godaan dan nafsu angkara murka …….?
Berhasilkah kita membersihkan iman, dari bintik-bintik kemaksiatan, kemunafikan, dan kemungkaran …….?
Hari ini Ramadhan telah berlalu ………., bulan suci, bulan yang penuh rahmat dan maghfiroh, relakah kita melepaskannya seadanya ……..? Bagaimanapun, seiring dengan menggelindingnya jarum jam, terpaksa kita harus rela melepaskannya.
Hari ini hari bersuka ria. Namun ……. adakah suka ria kita sedang mensyukuri kemenangan atas setan dan kemaruk hawa nafsu ……..? Ataukah karena kita kini terbebas kembali seperti semula? Tak ada lagi yang kita sungkani. Atau bahkan terstimulir oleh kemenangan yang ada pada pihak setan dan nafsu atas diri kami …….. ! Na’udzubilla Billahi Min Dzalik.
YAA ………. RABBY …….. ! Rasanya puasa kami hampa, jiwa ini miskin tak berarti apa, bahkan diri ini bergelimang noda dan dosa. Maka hanya rahmat dan maghfirahmu Yaa ……. Allah yang kami minta, kami ibarat setetes embun dalam lautan keagunganmu ……..
ALLAHU AKBAR 3X WALILLAHI AL - HAMD, Hadirin Sidang ‘Idul Fitri Yang Dimulyakan Allah …….Kaum muslimin memang berhak bergembira pada hari ketika berbuka dan lebaran tiba, namun kegembiraan kita diperintahkan untuk masuk ke dalam agama Islam secara kafaah sebagaimana firman Allah :
يآايّهاالّذين آمنوا اذ خلوا فى السّلم كآ فّة. و لا تتّبعوا خطوات الشّيطان إ نّه لكم عدوّ مبين (البقرة : 208(
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian semua ke dalam Islam secara totalitas.” ( Qs. Al-Baqarah : 208 )
Lalu pertanyaannya adalah; Gembira yang islami itu yang bagaimana ? Gembira yang islami yaa gembira yang wajar-wajar saja, gembira yang penuh rasa syukur, gembira yang tidak sampai menafikan atau bahkan melecehkan adanya keperihatinan di fihak lain.
Kegembiraan kaum muslimin atas datangnya lebaran tentunya menjadi hak milik bagi ia yang telah dapat merampungkan kewajiban ibadah puasa Ramadhannya dengan penuh keikhlasan dan njungkung ibadah semata-mata karena mengharap ridlo - Nya, disamping kita telah berhasil pula nyelengi pahala, dan dosa-dosa kita yang telah lewat diampuni oleh Allah Azza Wa Jalla, sebagaimana di jamin sendiri oleh Rasulullah saw. sendiri lewat sebuah haditsnya :
من صام رمضان ايمانا واحتسابا غفر له ما تقدّم من ذنبه
Artinya : “Barang siapa telah melaksanakan puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lewat”
Hadirin hadirot sidang idul fitri yang berbahagia. . . . Apapun dan bagaimanapun bentuk puasa yang telah kita lakukan, berapapun nilai yang telah Allah Ta’ala berikan atas puasa kita dengan segala kesempurnaan rahmat dan anugerahnya, untuk lebih menjamin keyakinan keberhasilan perjuangan kita di bulan puasa itu, Allah masih memberi kesempatan kepada kita - yang memang memiliki watak tidak sempurna ini - untuk nambeli kekurangan-kekurangan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan puasa kita, barang kali sesekali, sementara mulut kita berpuasa tidak makan dan tidak minum tetapi kita khilaf tidak memuasakannya dari memakan daging saudara-saudara kita dengan ngrasani, mengumpat atau mengeluarkan kata-kata yang tak pantas misalnya dan seterusnya dan lain sebagainya.
Kita diberi kesempatan mengeluarkan sebagian dari bahan makanan kita untuk saudara-saudara kita yng berhak menerimanya lewat zakat fitrah. Di samping makna solidaritas yang terkandung di dalam zakat fitrah itu, seperti hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud, zakat fitrah itu berfungsi untuk membersihkan orang yang berpuasa dari keterlanjurannya beromong kosong dan berkata buruk saat berpuasa, bahkan menurut hadits riwayat Abu Hafsih Bin Shaahin, puasa Ramadhan bergantung antara langit-langit dan bumi dan hanya zakat fitrahlah yang dapat menaikkannya ke atas.
Kewajiban membayar zakat fitrah ini - menurut Imam Al Syafi’i RA - di fardlukan kepada setiap muslim yang merdeka atau hamba Muba’ad yang memiliki kelebihan bahan makanan di malam dan hari lebarannya, juga pakaian dan tempat tinggal yang layak bagi semua keluarga yang menjadi tanggung jawab nafaqahnya. Adapun tentang waktu wajibnya adalah sejak tenggelamnya mata hari di hari terakhir
bulan suci Ramadhan, dan boleh saja membayarkan zakat fitrah sejak telah masuknya bulan suci Ramadlan dengan niat Ta’jil. Sedangkan membayarkan zakat fitrah setelah dilaksanakannya sholat idul fitri hingga tenggelamnya mata hari juga masih diperkenankan atau masih diterima, tetapi dengan niat mengkodlo’i-nya.
Mudah-mudahan zakat fitrah kita, dapat menyempurnakan ibadah puasa kita, sehingga Allah mengampuni kita, merahmati kita, dan membebaskan kita dari api neraka. Dan moga-moga pula, Allah masih menganugerahkan kekuatan kepada kita untuk dapat melengkapi ganjaran ibadah puasa itu dengan kesediaan kita nantinya, untukpuasa Ramadlan kita yang telah berlalu dengan mengiringinya berpuasa selama enam hari di bulan Syawal ini. Mudah-mudahan ..
ALLAHU AKBAR 3X WALILLAHIL HAMD
HADIRIN HADIRAT KAUM MUSLIMIN DAN MUSLIMAT RAHIMAKUMULLAH …….
Selanjutnya segala aktifitas apa saja yang paling utama dilakukan sekembali kita dari shalat idul fitri ini ……. ?
Setelah berpuasa dan njungkung ngibadah selama sebulan penuh di bulan Ramadhan dengan niat ikhlas hanya memburu ridla Allah Ta’ala, dan kita telah menambelinya dengan mengeluarkan zakat fitrah, dosa-dosa kitapun diampuni. Namun seperti kita ketahui, dosa yang diampuni itu, hanyalah dosa yang berhubungan langsung dengan Allah. Sementara masih ada dosa lain yang berkaitan dengan sesama kita, antar kita, dimana ampunan Allah bergantung pada pema’afan masing-masing kita yang bersangkutan. Oleh karenanya untuk menyempurnakan ketidak berdosaan kita, setelah shalat idul fitri ditradisikanlah halal bihalal, “sini menghalalkan dan memaafkan situ, situ menghalalkan dan memaafkan sini”.
Dengan demikian pada lebaran kali ini, diharapkan semua macam dosa apapun lebur dan kita kembali sebagaimana fitrah kita, mulus tanpa dosa bagaikan seorang bayi.
Tidakkah kita tak ingin menjadi pailit kelak di hari kemudian ……? Seperti digambarkan oleh Rasulullah saw. dalam hadits shohihnya :
أتذرون من المفلس؟ قالوا المفلس فينا من لا درهم له ولا متاع. فقال عليه الصّلاة والسّلام إنّ المفلس من امّتى من يأتى يوم القيامة بصلاة وصيام وزكاة ويأتى من قدشتم هذا وقذف هذا وأكل مال هذا وسفك دام هذا وضرب هذا. فيعطى هذا من حسناته وهذا من حسناته. فأنّ فنيت حسناته قبل أن يقضى ماعليه . أخذ من خطا ياهم. فطرحت عليه ثمّ طرح فى النّار (رواه مسلم عن ابى هريرة)
Artinya : “Tahukah kalian semua, siapakah orang yang bangkrut itu ? Tanya Rasulullah kepada para sahabatnya - merekapun menjawab : orang yang bangkrut menurut kita adalah mereka yang tidak memiliki uang dan harta benda yang tersisa.” Kemudian Rasulullah menyampaikan sabdanya : “Orang yang benar-benar pailit - diantara umatku - ialah orang yang di hari kiamat dengan membawa (seabrek) pahala shalat, puasa dan zakat; tapi (sementara itu) datanglah orang-orang yang menuntutnya, karena ketika (di dunia) ia mencaci ini, menuduh itu, memakan harta si ini, melukai si itu, dan memukul si ini. Maka di berikanlah pahala-pahala kebaikannya kepada si ini dan si itu. Jika ternyata pahala-pahala kebaikannya habis sebelum dipenuhi apa yang menjadi tanggungannya, maka diambillah dosa-dosa mereka (yang pernah di dzaliminya) dan ditimpakan kepadanya. Kemudian dicampakkanlah ia ke api neraka.” Naudzubillah …… ! (HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Ternyata mulut, tangan, kaki, perut dan anggota tubuh kita yang biasa kita gunakan untuk beribadah, bersujud, berdzikir, berpuasa, memberikan zakat, dapat membuat kita pailit kelak. Tidak hanya menghabiskan modal pahala yang kita tumpuk sepanjang umur kita tapi bahkan dapat menarik kepada kita kerugian orang lain. Ini semua tentunya gara-gara kita terlalu meremehkan dosa dan kesalahan terhadap sesama. Oleh karenanya, apabila kita memuliakan Tuhan, maka termasuk yang dimuliakan Tuhan ialah manusia.
Sedangkan makanan dan kue-kue lebaran kiranya hanyalah sekedar “Ubo Rampe”, karena ada kunjung mengunjungi, patutnya hidangan di sediakan sebagai penghormatan kepada tamu yan hendak berkunjung. Pahalanya terletak pada penghormatan tamu itu, atau pada niat sedekah yang mengiringinya. Demikian pula, agaknya soal pakaian, memperindah rumah dan atau mempercantik ruang tamu.
ALLAAHU AKBAR 3X WALILLAHIL HAMD
Akhirnya, marilah kita mengikrarkan permohonan maaf kita kepada diri kita sendiri, sebelum kemudian sungkem dan meminta maaf kepada orang-orang tua kita, para Masyayikh dan guru-guru kita, juga antar sesama………
Selamat idul fitri, wahai mata
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya
Kugunakan melihat kilau comberan.
Selamat idul fitri, wahai telinga
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya
Kusumpali rongsokan-rongsokan kata
Selamat idul fitri, wahai mulut
Maafkanlah aku, selama ini
Kau hanya kujejali dan kubuat memuntahkan onggokan-onggokan kotoran
Selamat idul fitri, wahai tangan
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya kugunakan
Mencakar-cakar kawan dan berebut remayh-remah murahan
Selamat idul fitri, wahai kaki
Maafkanlah aku, selama ini kau hanya kuajak menendang kanan kiri
Dan berjalan di lorong-lorong kegelapan
Selamat idul fitri, wahai akal budi
Maafkanlah aku, selama ini kubiarkan kau terpenjara sendiri ………
Selamat idul fitri, wahai diri
Marilah menjadi manusia kembali ……….!
والله سبحانه وتعالى يقول وبقوله يهتدى المهتدون. فإذا قر ئ القر آن فاستمعوا له وأنصتوا لعلّكم ترحمون. اعوذ بالله من الشّيطان الرّجيم. وشارعوا ال ى مغفرة من ربّكم وجنّة عرضها السّموات
و ا لأ رض. أعدّت للمتّقين. والّذين ينفقون فى السّرّ آء والضّر آء. والكاظمين الغيظ والعافين عن النّاس. والله يحبّ المحسنين. بارك الله لي ولكم فى القر آن العظيم. ونفعنى وإيّاكم بما فيه من ا لا يات والذّ كر الحكيم وتقبّل مني ومنكم تلا وته ان هو الغفور الرحيم
Kamis, 26 Agustus 2010
keutamaan membaca alquran
Assalamu'alaikum wr, wb
Ustadz yg dirakhmati oleh Alloh,
Ana mau nanya, adakah keterangan / penjelasan di alquran tentang keutamaan membaca alquran.
Mohon penjelasannya
Jzkllh Khoir..
Wassalam
Ismail
Jawaban
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Ismail yang dimuliakan Allah swt
Para fuqoha telah bersepakat bahwa membaca Al Qur’an lebih utama daripada dzikir-dzikir maupun wirid-wirid lain yang dikhususkan pada suatu masa atau tempat tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh al qur’an maupun sunnah.
Diantaranya firman Allah swt :
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Artinya : “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al Isra : 9)
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَارًا
Artinya : “Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al Isra : 82)
لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS. Al Hasyr : 21)
Adapun diantara dalil-dalil dari hadits-hadits Rasulullah saw :
Sabda Rasulullah saw,“Orang yang mahir dalam Al Qur’an bersama duta-duta mulia lagi suci. Dan siapa yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata dan mengalami kesulitan maka baginya dua pahala.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Sabda Rasulullah saw,“Orang yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Sabda Rasulullah saw,“Dikatakan kepada para pembawa al Qur’an : baca dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau telah mentartilkannya di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.” (HR. Ahmad)
Namun para ulama berbeda pandapat tentang perbedaan keutamaan diantara ayat-ayat Al Qur’an :
Jumhur ulama berpendapat bahwa sebagian surat dan ayat didalam Al Qur’an lebih utama dari sebagian yang lain berdasarkan nash-nash yang ada, diantaranya sabda Rasulullah saw,”Tidakkah kamu melihat ayat-ayat yang diturunkan pada waktu malam hari dan tidak satupun seperti ayat-ayat itu? Qul A’udzu birobbil falaq dan Qul A’udzu birobbin naas.” (HR. Muslim)
Sabdanya saw, ”Sesungguhnya satu surat didalam Al Qur’an yang terdapat didalamnya 30 ayat dapat memberikan syafaat bagi sseseorang sehingga dia diampuni (dosa-dosanya), yaitu surat Tabarokalladzi biyadihil mulk’ (Al Mulk).” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Sementara Malik, Abul Hasan al Asy’ariy, Ibnu Hibban, Yahya bin Yahya dan al Qodhi Abu Bakar al Baqilani berpendapat bahwa tidak ada didalam Al Qur’an satu (ayat atau surat) yang lebih utama dari yang lainnya karena seluruhnya adalah perkataan Allah swt lalu bagaimana sebagiannya lebih utama dari sebagian yang lainnya? Bagaimana bisa sebagiannya lebih mulia dari sebagian lainnya? Dan agar tidak membuat bingung adanya yang dilebihkan berarti mengurangi kelebihan yang lainnya, untuk itu Imam Malik memakruhkan mengulang-ulang bacaan suatu surat sementara tidak pada surat yang lainnya. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 11634)
Banyak sekali kitab-kitab yang mengulas tentang keutamaan membaca Al Qur’an ini dikarenakan banyaknya dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut baik dalil-dalil yang bersumber dari Kitabullah maupun hadits-hadits Nabi saw.
Diantara keutamaan-keutamaan lainnya yang disebutkan oleh asy Syeikh al Imam Abul Fadhl Abdurrahman bin Ahmad bin al Hasan ar Roziy al Muqri’ didalam kitabnya “Fadho’ilul Qur’an” adalah :
1. Keutamaan Al Qur’an dibandingkan perkataan-perkataan lainnya :
Sabda Rasulullah saw,”Keutamaan firman Allah azza wa jalla dibandingkan seluruh perkataan bagaikan keutamaan Allah dengan selain-Nya (makhluk-Nya.” (HR. Ad Darimi)
2. Al Qur’an lebih dicintai Allah swt daripada langit dan bumi serta yang ada didalamnya.
Sabda Rasulullah saw,”Al Qur’an lebih dicintai Allah daripada langit dan bumi serta yang ada didalamnya.” (HR. Ad Darimi)
3. Al Qur’an adalah cahaya ditengah kegelapan
Sabda Rasulullah saw,”Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan Al Qur’an sesungguhnya ia adalah cahaya kegelapan, petunjuk di siang hari maka bacalah dengan sungguh-sungguh.” (HR. Baihaqi)
4. Ahlul Qur’an adalah keluarga Allah swt
Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.’ Beliau saw ditanya,’Siapa mereka wahai Rasulullah.’ Beliau saw menjawab,’mereka adalah Ahlul Qur’an, mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
5. Mereka adalah sebaik-baik umat.
Sabda Rasulullah saw,”Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori, Abu Daud dan tirmidzi)
6. Mereka diberikan apa-apa yang diberikan kepada para nabi kecuali wahyu
“Pada hari kiamat didatangkan para pembawa Al Qur’an lalu Allah azza jalla berkata,’kalianlah wadah perkaan-Ku (Al Qur’an) maka aku berikan kepada kalian apa-apa yang Aku berikan kepada para nabi kecuali wahyu.” …… (Fadhoilul Qur’an hal 9 – 11)
Wallahu A’lam
Ustadz yg dirakhmati oleh Alloh,
Ana mau nanya, adakah keterangan / penjelasan di alquran tentang keutamaan membaca alquran.
Mohon penjelasannya
Jzkllh Khoir..
Wassalam
Ismail
Jawaban
Waalaikumussalam Wr Wb
Saudara Ismail yang dimuliakan Allah swt
Para fuqoha telah bersepakat bahwa membaca Al Qur’an lebih utama daripada dzikir-dzikir maupun wirid-wirid lain yang dikhususkan pada suatu masa atau tempat tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh al qur’an maupun sunnah.
Diantaranya firman Allah swt :
إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يِهْدِي لِلَّتِي هِيَ أَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِينَ الَّذِينَ يَعْمَلُونَ الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ أَجْرًا كَبِيرًا
Artinya : “Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar.” (QS. Al Isra : 9)
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاء وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَ يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إَلاَّ خَسَارًا
Artinya : “Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.” (QS. Al Isra : 82)
لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Artinya : “Kalau sekiranya kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Allah. dan perumpamaan-perumpamaan itu kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” (QS. Al Hasyr : 21)
Adapun diantara dalil-dalil dari hadits-hadits Rasulullah saw :
Sabda Rasulullah saw,“Orang yang mahir dalam Al Qur’an bersama duta-duta mulia lagi suci. Dan siapa yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata dan mengalami kesulitan maka baginya dua pahala.” (HR. Muslim dan Ahmad)
Sabda Rasulullah saw,“Orang yang membaca satu huruf dari Kitabullah maka baginya satu kebaikan dan setiap kebaikan setara dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif laam miim satu huruf akan tetapi alih satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)
Sabda Rasulullah saw,“Dikatakan kepada para pembawa al Qur’an : baca dan naiklah serta tartilkan sebagaimana engkau telah mentartilkannya di dunia. Sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.” (HR. Ahmad)
Namun para ulama berbeda pandapat tentang perbedaan keutamaan diantara ayat-ayat Al Qur’an :
Jumhur ulama berpendapat bahwa sebagian surat dan ayat didalam Al Qur’an lebih utama dari sebagian yang lain berdasarkan nash-nash yang ada, diantaranya sabda Rasulullah saw,”Tidakkah kamu melihat ayat-ayat yang diturunkan pada waktu malam hari dan tidak satupun seperti ayat-ayat itu? Qul A’udzu birobbil falaq dan Qul A’udzu birobbin naas.” (HR. Muslim)
Sabdanya saw, ”Sesungguhnya satu surat didalam Al Qur’an yang terdapat didalamnya 30 ayat dapat memberikan syafaat bagi sseseorang sehingga dia diampuni (dosa-dosanya), yaitu surat Tabarokalladzi biyadihil mulk’ (Al Mulk).” (HR. Tirmidzi dan Ahmad)
Sementara Malik, Abul Hasan al Asy’ariy, Ibnu Hibban, Yahya bin Yahya dan al Qodhi Abu Bakar al Baqilani berpendapat bahwa tidak ada didalam Al Qur’an satu (ayat atau surat) yang lebih utama dari yang lainnya karena seluruhnya adalah perkataan Allah swt lalu bagaimana sebagiannya lebih utama dari sebagian yang lainnya? Bagaimana bisa sebagiannya lebih mulia dari sebagian lainnya? Dan agar tidak membuat bingung adanya yang dilebihkan berarti mengurangi kelebihan yang lainnya, untuk itu Imam Malik memakruhkan mengulang-ulang bacaan suatu surat sementara tidak pada surat yang lainnya. (al Mausu’ah al Fiqhiyah juz II hal 11634)
Banyak sekali kitab-kitab yang mengulas tentang keutamaan membaca Al Qur’an ini dikarenakan banyaknya dalil-dalil yang menunjukkan hal tersebut baik dalil-dalil yang bersumber dari Kitabullah maupun hadits-hadits Nabi saw.
Diantara keutamaan-keutamaan lainnya yang disebutkan oleh asy Syeikh al Imam Abul Fadhl Abdurrahman bin Ahmad bin al Hasan ar Roziy al Muqri’ didalam kitabnya “Fadho’ilul Qur’an” adalah :
1. Keutamaan Al Qur’an dibandingkan perkataan-perkataan lainnya :
Sabda Rasulullah saw,”Keutamaan firman Allah azza wa jalla dibandingkan seluruh perkataan bagaikan keutamaan Allah dengan selain-Nya (makhluk-Nya.” (HR. Ad Darimi)
2. Al Qur’an lebih dicintai Allah swt daripada langit dan bumi serta yang ada didalamnya.
Sabda Rasulullah saw,”Al Qur’an lebih dicintai Allah daripada langit dan bumi serta yang ada didalamnya.” (HR. Ad Darimi)
3. Al Qur’an adalah cahaya ditengah kegelapan
Sabda Rasulullah saw,”Aku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan Al Qur’an sesungguhnya ia adalah cahaya kegelapan, petunjuk di siang hari maka bacalah dengan sungguh-sungguh.” (HR. Baihaqi)
4. Ahlul Qur’an adalah keluarga Allah swt
Sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.’ Beliau saw ditanya,’Siapa mereka wahai Rasulullah.’ Beliau saw menjawab,’mereka adalah Ahlul Qur’an, mereka adalah keluarga Allah dan orang-orang khusus-Nya.” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)
5. Mereka adalah sebaik-baik umat.
Sabda Rasulullah saw,”Sebaik-baik kalian adalah yang belajar Al Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhori, Abu Daud dan tirmidzi)
6. Mereka diberikan apa-apa yang diberikan kepada para nabi kecuali wahyu
“Pada hari kiamat didatangkan para pembawa Al Qur’an lalu Allah azza jalla berkata,’kalianlah wadah perkaan-Ku (Al Qur’an) maka aku berikan kepada kalian apa-apa yang Aku berikan kepada para nabi kecuali wahyu.” …… (Fadhoilul Qur’an hal 9 – 11)
Wallahu A’lam
Rabu, 25 Agustus 2010
AURA BULAN SUCI RAMADHAN
OLEH : MOH. SAFRUDIN
Terasa benar, bulan puasa memiliki aura tersendiri. Memang, disebutan bahwa bulan puasa adalah bulan penuh berkah, rakhmat, dan maghfirah. Bagi yang memperhatikan, bulan puasa pada kenyataannya memang berbeda dari bulan-bulan lainnya.
Perbedaan antara bulan ramadhan dari bulan lain, mungkin tidak dapat dirasakan secara sama di berbagai tempat. Khusus di daerah-daerah yang kehidupan keagamaannya relative kurang subur, apalagi di tempat itu tidak terdapat kaum muslimin, tentu bulan puasa tidak terasa beda dari bulan-ulan lainnya. Bahkan, nama ramadhan atau puasa itu sendiri, bisa jadi tidak dikenal oleh masyarakat yang bersangkutan.
Hal itu berbeda dari daerah di mana kaum muslimin cukup banyak, bulan puasa terasa memiliki aura yang sangat jelas. Masjid-masjid menjadi lebih ramai dikunjungi oleh para jamaáh. Kegiatan kebersamaan, semisal berbuka puasa bersama dilaksanakan di mana-mana. Bacaan al Qurán terdengar dari berbagai masjid, mushalla dan bahkan juga rumah-rumah. Kegiatan santunan anak yatim lebih bergairah. Zakat, infaq dan shadaqah meningkat, dan seterusnya.
Umpama ghairah atau kesadaran beragama, ------sebagaimana pada bulan puasa, juga terjadi pada bulan-bulan lainnya sepanjang masa, maka sedemikian indah kehidupan ini. Di bulan puasa, pada saat shalat subuh, jamaáh meningkat. Rupanya, mereka setelah makan sahur, sabar menunggu adzan subuh, dan langsung datang ke masjid. Di bulan puasa jumlah jamaáh subuh meningkat tajam, lebih dari 200 %. Bahkan, jamaáh perempuan, peningkatannya lebih dari itu.
Setelah salat subuh, rupanya mereka melanjutkan kegiatan keagamaan, seperti tadarrus al Qurán baik di masjid, mushalla atau juga di rumah-rumah. Kita bisa mendengarkan suara bacaan al Qurán itu dari berbagai penjuru. Bagi orang-orang yang bisa menikmati bacaan kitab suci tersebut akan merasakan keteduhan hati yang luar biasa. Dengan demikian, Islam benar-benar menjadi sumber kekuatan kehidupan masyarakat.
Bulan puasa, ----dengan demikian, menjadi saat berjeda dari kehidupan sehari-hari, yang diliputi oleh kesibukan dalam berbagai hal yang melelahkan. Orang lelah dengan kemacetan di jalan raya, semakin sulit mencari pendapatan kehidupan, capek mengurus anak-anak yang semakin tidak jelas orientasinya, dan belum ditambah lagi dengan berita-berita yang melelahkan seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kekerasan, konflik, berbagai mafia dan seterusnya. Bulan puasa menjadi bulan jeda, dari hiruk pikuk kehidupan yang melelahkan itu.
Oleh karena itu maka pantas, jika Rasulullah sendiri juga memberikan statemen, bahwa andaikan manusia tahu kekuatan bulan puasa, maka mereka akan berharap agar semua bulan dijadikan oleh Allah swt., sebagai bulan puasa. Pada bulan puasa kebaikan meningkat, dan sebaliknya keburukan menurun.
Bulan puasa memiliki aura tersendiri sehingga berbeda dari bulan-bulan lainnya. Pada bulan puasa, diturunkan pertama kali ayat al Qurán. Selain itu, pada bulan puasa terdapat apa yang disebut dengan lailatul qadr, yaitu suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Di bulan puasa, setan pun menghentikan aktivitasnya. Sebaliknya, para malaikat bersama orang-orang shaleh yang dicintai oleh Allah meningkatkan doa dan kebaikannya. Wallahu a’lam.
Terasa benar, bulan puasa memiliki aura tersendiri. Memang, disebutan bahwa bulan puasa adalah bulan penuh berkah, rakhmat, dan maghfirah. Bagi yang memperhatikan, bulan puasa pada kenyataannya memang berbeda dari bulan-bulan lainnya.
Perbedaan antara bulan ramadhan dari bulan lain, mungkin tidak dapat dirasakan secara sama di berbagai tempat. Khusus di daerah-daerah yang kehidupan keagamaannya relative kurang subur, apalagi di tempat itu tidak terdapat kaum muslimin, tentu bulan puasa tidak terasa beda dari bulan-ulan lainnya. Bahkan, nama ramadhan atau puasa itu sendiri, bisa jadi tidak dikenal oleh masyarakat yang bersangkutan.
Hal itu berbeda dari daerah di mana kaum muslimin cukup banyak, bulan puasa terasa memiliki aura yang sangat jelas. Masjid-masjid menjadi lebih ramai dikunjungi oleh para jamaáh. Kegiatan kebersamaan, semisal berbuka puasa bersama dilaksanakan di mana-mana. Bacaan al Qurán terdengar dari berbagai masjid, mushalla dan bahkan juga rumah-rumah. Kegiatan santunan anak yatim lebih bergairah. Zakat, infaq dan shadaqah meningkat, dan seterusnya.
Umpama ghairah atau kesadaran beragama, ------sebagaimana pada bulan puasa, juga terjadi pada bulan-bulan lainnya sepanjang masa, maka sedemikian indah kehidupan ini. Di bulan puasa, pada saat shalat subuh, jamaáh meningkat. Rupanya, mereka setelah makan sahur, sabar menunggu adzan subuh, dan langsung datang ke masjid. Di bulan puasa jumlah jamaáh subuh meningkat tajam, lebih dari 200 %. Bahkan, jamaáh perempuan, peningkatannya lebih dari itu.
Setelah salat subuh, rupanya mereka melanjutkan kegiatan keagamaan, seperti tadarrus al Qurán baik di masjid, mushalla atau juga di rumah-rumah. Kita bisa mendengarkan suara bacaan al Qurán itu dari berbagai penjuru. Bagi orang-orang yang bisa menikmati bacaan kitab suci tersebut akan merasakan keteduhan hati yang luar biasa. Dengan demikian, Islam benar-benar menjadi sumber kekuatan kehidupan masyarakat.
Bulan puasa, ----dengan demikian, menjadi saat berjeda dari kehidupan sehari-hari, yang diliputi oleh kesibukan dalam berbagai hal yang melelahkan. Orang lelah dengan kemacetan di jalan raya, semakin sulit mencari pendapatan kehidupan, capek mengurus anak-anak yang semakin tidak jelas orientasinya, dan belum ditambah lagi dengan berita-berita yang melelahkan seperti korupsi, kolusi, nepotisme, kekerasan, konflik, berbagai mafia dan seterusnya. Bulan puasa menjadi bulan jeda, dari hiruk pikuk kehidupan yang melelahkan itu.
Oleh karena itu maka pantas, jika Rasulullah sendiri juga memberikan statemen, bahwa andaikan manusia tahu kekuatan bulan puasa, maka mereka akan berharap agar semua bulan dijadikan oleh Allah swt., sebagai bulan puasa. Pada bulan puasa kebaikan meningkat, dan sebaliknya keburukan menurun.
Bulan puasa memiliki aura tersendiri sehingga berbeda dari bulan-bulan lainnya. Pada bulan puasa, diturunkan pertama kali ayat al Qurán. Selain itu, pada bulan puasa terdapat apa yang disebut dengan lailatul qadr, yaitu suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Di bulan puasa, setan pun menghentikan aktivitasnya. Sebaliknya, para malaikat bersama orang-orang shaleh yang dicintai oleh Allah meningkatkan doa dan kebaikannya. Wallahu a’lam.
PUASA, MELATIH KITA UNTUK MENAHAN DIRI
Sekedar menahan diri ternyata tidak mudah dilakukan. Tidak semua orang bisa. Banyak orang pintar dan bahkan berpendidikan tinggi, belum tentu sanggup menahan diri. Seorang pejabat, pemimpin masyarakat, dan bahkan juga ulama’ sekalipun, ternyata belum tentu lulus tatkala di hadapkan pada persoalan harus menahan diri.
Contoh tentang hal itu cukup banyak, sehingga mudah didapatkan. Seorang pejabat pemerintah yang seharusnya selalu menjaga amanah, jujur, dan adil, ternyata banyak yang tidak berhasil menunaikannya. Pejabat yang menyeleweng, korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah menunjukkan bahwasanya yang bersangkutan tidak menahan diri itu. Mereka lebih mengikuti hawa nafsu, emosi, dan menuruti kemauannya sendiri, dari pada yang seharusnya dilakukan sebagai seorang tokoh yang dijadikan anutan.
Seorang pemimpin masyarakat, yang semestinya menjadi contoh atau tauladan, justru menjadi pelopor berbuat yang tidak terpuji. Seorang ulama’ yang seharusnya menjadi orang yang bisa dianut, terpandang, dan dihormati, ternyata masih ada saja yang berbuat tidak sesuai dengan fatwanya. Maka artinya, menahan diri ternyata bukan pekerjaan mudah. Tidak semua orang sanggup menjalaninya.
Demikian pula, seseorang cepat marah, tersinggung, suka merendahkan orang, sombong, angkuh, bakhil atau kikir, dan sifat-sifat rendah lainnya yang dtonjolkan, oleh karena yang bersangkutan itu sebenarnya tidak mampu mengendalikan dirinya. Mereka sebenarnya sudah tahu, bahwa sifat-sifat seperti itu adalah buruk dan tidak terpuji. Namun tetap dilakukan, karena mereka tidak berhasil menahan diri. Mereka juga tahu bahwa dengan sifat tersebut, orang lain menjadi tidak suka dan bahkan membencinya.
Puasa adalah ibadah berupa menahan diri, yaitu tidak makan atau tidak minum serta tidak berkumpul suami isteri di siang hari. Pada saat itu sebenarnya ada makanan dan minuman, ada isteri atau suami di rumah, dan bisa menjalankan apa saja dengannya. Akan tetapi, keinginan makan makanan yang tersedia itu ditahan, hingga waktu dibolehkannya, yaitu tatkala matahari sudah terbenam. Begitu juga terdapat minuman, tetapi harus ditahan untuk tidak minum sampai waktu tertentu. Puasa adalah menahan tidak melakukan apa saja yang membatalkan puasanya.
Pada saat puasa juga menahan tidak melakukan hal yang mengurangi atau menghilangkan makna puasanya seperti bercakap-cakap yang bisa menyakiti orang lain, mengumpat, menghina, mengolok-olok orang lain, menghibah, berlaku sombong, dan seterusnya. Sekalipun bercakap-cakap atau berbuat seperti tersebut dirasakan nikmat olehnya, maka tidak dibolehkan dalam berpuasa. Menahan tidak melakukan hal seperti itu, bagi sementara orang adalah tidak mudah. Akan tetapi dalam berpuasa, harus ditahan, dan tidak dilakukannya.
Puasa sebagai sebuah ujian, maka ada yang lulus dan sebaliknya, gagal. Bagi mereka yang lulus maka disebut sebagai seorang bertaqwa. Itulah tujuan puasa, agar seseorang yang menjalaninya memperoleh derajad yang mulia itu. Sebaliknya yang tidak berhasil lulus, maka puasanya akan sia-sia. Maka, dikatakan dalam hadits nabi, bahwa banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga. Artinya yang bersangkutan masih belum berhasil dalam menjalani ujian menahan diri itu. Oleh karena ternyata, ujian tersebut memang tidak mudah dilakukan oleh siapapun. Semogalah kita semua lulus, sehingga puasa kita tidak sia-sia. Wallahu a’lam.
Contoh tentang hal itu cukup banyak, sehingga mudah didapatkan. Seorang pejabat pemerintah yang seharusnya selalu menjaga amanah, jujur, dan adil, ternyata banyak yang tidak berhasil menunaikannya. Pejabat yang menyeleweng, korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah menunjukkan bahwasanya yang bersangkutan tidak menahan diri itu. Mereka lebih mengikuti hawa nafsu, emosi, dan menuruti kemauannya sendiri, dari pada yang seharusnya dilakukan sebagai seorang tokoh yang dijadikan anutan.
Seorang pemimpin masyarakat, yang semestinya menjadi contoh atau tauladan, justru menjadi pelopor berbuat yang tidak terpuji. Seorang ulama’ yang seharusnya menjadi orang yang bisa dianut, terpandang, dan dihormati, ternyata masih ada saja yang berbuat tidak sesuai dengan fatwanya. Maka artinya, menahan diri ternyata bukan pekerjaan mudah. Tidak semua orang sanggup menjalaninya.
Demikian pula, seseorang cepat marah, tersinggung, suka merendahkan orang, sombong, angkuh, bakhil atau kikir, dan sifat-sifat rendah lainnya yang dtonjolkan, oleh karena yang bersangkutan itu sebenarnya tidak mampu mengendalikan dirinya. Mereka sebenarnya sudah tahu, bahwa sifat-sifat seperti itu adalah buruk dan tidak terpuji. Namun tetap dilakukan, karena mereka tidak berhasil menahan diri. Mereka juga tahu bahwa dengan sifat tersebut, orang lain menjadi tidak suka dan bahkan membencinya.
Puasa adalah ibadah berupa menahan diri, yaitu tidak makan atau tidak minum serta tidak berkumpul suami isteri di siang hari. Pada saat itu sebenarnya ada makanan dan minuman, ada isteri atau suami di rumah, dan bisa menjalankan apa saja dengannya. Akan tetapi, keinginan makan makanan yang tersedia itu ditahan, hingga waktu dibolehkannya, yaitu tatkala matahari sudah terbenam. Begitu juga terdapat minuman, tetapi harus ditahan untuk tidak minum sampai waktu tertentu. Puasa adalah menahan tidak melakukan apa saja yang membatalkan puasanya.
Pada saat puasa juga menahan tidak melakukan hal yang mengurangi atau menghilangkan makna puasanya seperti bercakap-cakap yang bisa menyakiti orang lain, mengumpat, menghina, mengolok-olok orang lain, menghibah, berlaku sombong, dan seterusnya. Sekalipun bercakap-cakap atau berbuat seperti tersebut dirasakan nikmat olehnya, maka tidak dibolehkan dalam berpuasa. Menahan tidak melakukan hal seperti itu, bagi sementara orang adalah tidak mudah. Akan tetapi dalam berpuasa, harus ditahan, dan tidak dilakukannya.
Puasa sebagai sebuah ujian, maka ada yang lulus dan sebaliknya, gagal. Bagi mereka yang lulus maka disebut sebagai seorang bertaqwa. Itulah tujuan puasa, agar seseorang yang menjalaninya memperoleh derajad yang mulia itu. Sebaliknya yang tidak berhasil lulus, maka puasanya akan sia-sia. Maka, dikatakan dalam hadits nabi, bahwa banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga. Artinya yang bersangkutan masih belum berhasil dalam menjalani ujian menahan diri itu. Oleh karena ternyata, ujian tersebut memang tidak mudah dilakukan oleh siapapun. Semogalah kita semua lulus, sehingga puasa kita tidak sia-sia. Wallahu a’lam.
Senin, 23 Agustus 2010
hadis shalat tasbih
Tulisan ini merupakan tanggapan atas buletin Media Dakwah Muhammadiyah Cab. Langsa – Aceh; Edisi Khusus/I, Jum’at V, 9 Sya’ban 1430H
Tidak dipungkiri memang, bahwa termasuk salah satu bid’ah yang gencar dilakukan pada bulan Sya’ban ini adalah pelaksanaan Shalat Tasbih secara berjamaah pada malam Nisfu, sebagaimana telah dijelaskan hukum perayaan malam tersebut dalam Buletin At-Taqwa Edisi Khusus/I, Jum’at V, 9 Sya’ban 1430H yang lalu.
Akan tetapi, ada beberapa hal yang kami anggap sebagai suatu kekeliruan dalam buletin tersebut, dimana akibat kebencian yang begitu besarnya terhadap ritual bid’ah nisfu Sya’ban telah merambat kepada anggapan bahwa shalat tasbih juga merupakan satu ibadah yang dibuat-buat hanya karena hadits tersebut “katanya” dhaif (lemah).
Sebuah syair mengatakan:
وعين الرضا عن كل عيب كليلة * كما أن عين السخط تبدى المساويا
Pandangan simpati menutup segala cela
Sebagaimana pandangan benci menampakkan segala cacat
Dan yang mendorong tulisan ini penulis turunkan adalah kalimat (pada paragraph ketiga dari akhir) dalam buletin tersebut:
“(setelah menyebutkan hadits Abdullah bin Mubarak), Dalam matan hadits ini, yang menentukan hukum cara shalat tasbih bukan Rasulullah saw., tetapi Abdullah bin Mubarak menurut hawa nafsunya sendiri.”
Sampai pada kalimat ini, penulis terhenyuk sehingga memotivasi untuk meneliti dan mentakhrij hadits-hadits tersebut. Benarkah Abdullah bin Mubarak seorang pembuat bid’ah dan pengikut hawa nafsu (ahli bid’ah wal hawa’) ? Dan benarkah hadits shalat tasbih itu dhaif (lemah) ?
Siapa Abdullah bin Mubarak
Beliau adalah tokoh besar dari kalangan Tabi’ut Tabi’in, nama beliau adalah ‘Abdullah Ibnul Mubarak Al-Hanzhali Al-Marwazi (w. 181 H). Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Beliau seorang yang tsiqah (terpercaya), tsabt (kokoh), faqih, ‘alim, dermawan, dan seorang mujahid. Terkumpul padanya (berbagai) sifat-sifat kebaikan.” Keutamaan beliau sangat terkenal dan diakui oleh para imam besar ahlul hadits, antara lain oleh Al-Imam Syu’bah, Sufyan bin ‘Uyainah, Yahya bin Ma’in, dan masih banyak lagi. [Tahdzibul Kamal fi Asmair Rijal, Abu Hajaj Yusuf al-Mizzi, Juz I hal. 274; Siyar A’lamun Nubala’, Adz-Dzahabi, Juz 8 hal. 378]
Kecakapan Abdullah bin Mubarak dalam bidang hadits tidaklah diragukan, sehingga banyak para ulama pada zamannya memuji beliau, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya “Tahdzibut Tahdzib”. Bahkan Imam Muhaditsin Muslim bin Hajaj penyusun kitab Shahih Muslim juga mengambil hadits dari beliau.
Abdullah bin Mubarak juga merupakan ulama yang sangat teliti dalam bidang hadits. Hal ini tergambar dalam ungkapannya sebagai berikut:
الإسناد عندي من الدين، لولا الإسناد لقال من شاء ما شاء، فإذا قيل له: من حدثك؟ بقي
“Sanad itu merupakan bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad, niscaya siapa saja akan berkata menurut apa yang dikehendakinya.” [Lihat Muqaddimah Shahih Muslim]
Nah, dari biografi beliau yang disebutkan di banyak kitab dalam bidang Rijalul Hadits, tentunya sangatlah gegabah (tasahul) dan terburu-buru (isti’jal) jika kita menuduh beliau membuat suatu bid’ah karena menuruti hawa nafsunya, terlebih lagi hanya karena perkataan beliau “Fa’ahabbu ilayya” dalam hadits yang telah disebutkan dalam buletin tersebut.
Bukankah cukup kita katakan “beliau telah keliru” dalam masalah ini (jika memang benar beliau keliru).
Benarkah Hadits Shalat Tasbih itu Dhaif ?
Dalam masalah penilaian derajat hadits Shalat Tasbih ini sebenarnya terjadi perbedaan di kalangan ulama hadits dalam menilai keshahihan hadits seputar Shalat Tasbih tersebut. Penulis menganggap hal ini penting untuk kita ketahui bersama bahwa penilaian hadits-hadits shalat tasbih tidak muthlak dhaif (lemah), akan tetapi banyak juga para muhaditsin (ulama hadits) yang menghasankan bahkan menshahihkan hadits ini.
Karena inilah, diperlukan kecermatan kita dalam memilih mana yang lebih rajih (kuat) dari salah satu pihak yang berselisihpaham itu. Atau paling tidak kita bisa lebih bijak menyikapi permasalahan seputar shalat tasbih ini.
Dalam buletin yang lalu disebutkan, bahwa ada dua hadits yang menjadi dasar pelaksanaan Shalat Tasbih, Pertama, hadits dari Abi Rafi’ yang bersumber dari Ibnu Abbas ra., dan Kedua, hadits Abdullah bin Mubarak. [Sunan at-Tirmidzi Jilid 1 hal. 300]
Nah, sebenarnya hadits dalam masalah ini sangat banyak, sebagaimana disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani mengomentari hadits dari Ibnu Abbas ra. dari jalur Ikrimah, tentang tatacara shalat tasbih ini. Dengan katanya:
وقد روى من طرق كثيرة وعن جماعة من الصحابة
“Dan sungguh (hadits tersebut) telah diriwayatkan dari banyak jalur, dari para sahabat.” [Shahih Targhib wa Tarhib, Muhammad Nasiruddin al-Albani, 1/277, Cet. Al-Ma’arif, Riyadh]
Sehingga pernyataan redaktur dalam buletin tersebut bahwa hadits tentang Shalat Tasbih itu hanya ada pada 2 kitab kutubussittah yakni sunan at-Tirmidzi dan sunan Ibnu Majah, ini adalah keliru –jika tidak ingin dikatakan salah-.
Hadits dalam masalah ini disebutkan dalam banyak tempat; Sunan Abu Daud 2/29 no.1297, Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya 2/223-224 no.1216, Ibnu Majah 2/158-159 no.1387, dan Al-Hakim 1/627-628 no.1233-1234, al-Baihaqy 3/51-52, Ath-Thobrany 11/194-195 no.11622, dan Ad-Daruquthny 1/325 no.58.
Dalam Sunan Abu Daud saja disebutkan ada 3 (tiga) jalur periwayatan; dari jalur Ibnu Abbas ra., Abdullah bin ‘Umar dan dari jalur al-Anshari.
Imam Muslim berkomentar terhadap salah satu hadits Shalat Tasbih, yakni hadits yang berasal dari jalur Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas ra. tersebut, dengan mengatakan:
لا يروى في هذا الحديث إسناد أحسن من هذا
“Saya tidak melihat sanad hadits yang lebih baik dari hadits ini” [Lihat at-Tarjih li Hadits Shalatit Tasbih, Muhammad Nasiruddin ad-Dimsyaqi, hal 41; al-Irsyad, al-Khalily, 1/327]
Imam Bukhari walaupun tidak menyebutkan hadits Shalat Tasbih ini dalam shahihnya, namun menyebutkannya dalam kitabnya “Qira’atul Makmum Khalfal Imam” dan mengisyaratkan keshahihannya.
Ulama hadits abad ini, Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albani dalam kitabnya “Shahih at-Targhib wat Tarhib” Juz I hal 425 telah menjelaskan keshahihan hadits Ibnu Abbas ra., tentang shalat tasbih ini dan menyebutkan hadits-hadits yang menjadi syawahid (pendukung) hadits tersebut. [Karena khawatir panjangnya pembahasan ini, maka tidak kami turunkan dalam tulisan ini. Lihat juga “al-Atsarul Marfu’ah fi Akhbaril Maudhu’ah, Abdul Hayyi al-Laknawi, hal 96]
Adapun klaim bahwa hadits-hadits shalat tasbih itu mudhtharib fil matan, ini patut dikaji-ulang, dan dipertanyakan dimana pertentangannya?
Kalau kita ingin mencermati sebenarnya hadits yang disebutkan dalam buletin tersebut (hadits pertama dan kedua) adalah saling menguatkan. Dan jika dua hadits atau lebih saling menguatkan, sudah barang tentu derajatnya akan naik, dari Dhaif menjadi Hasan li ghairi hingga Shahih li ghairi.
Ok lah, jika kita masih berkeras menganggap hadits-hadits yang ada itu bertolak belakang, sehingga timbul pertanyaan ‘Mungkinkah Rasulullah saw., itu melahirkan shalat dengan dua model yang saling bertolak belakang?’
Penulis menjawab, “Mungkin saja, tidak hanya dua model bahkan bisa lebih”. Contohnya, terkadang Rasulullah saw., bertakbir dengan mengangkat tangan sejajar bahu, dan terkadang sejajar telinga. [Lihat Shohih Bukhari dan Muslim]. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Inilah yang sering kita sebut dengan “Tanawu’ fi sunnah” (keragaman dalam sunnah).
Kemudian, redaktur buletin mengklaim bahwa perkataan Ibnul Mubarak “Fa’ahabbu ilayya” sebagai suatu bentuk pengadaan terhadap sesuatu yang baru, tentunya ini juga patut dipertanyakan. Bukankah dalam kitab al-Umm Imam Asy-Syafi’i juga sering bahkan seluruh kitabnya tersebar kalimat seperti itu?
Abdullah bin Mubarak ra., menganggap disukainya jika shalat tasbih pada malam hari dengan 2 (dua) kali salam adalah berdasarkan kepada hadits;
أن رجلا سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صلاة الليل، فقال رسول الله عليه السلام: صلاة الليل مثنى مثنى
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw. tentang shalat malam, Rasulullah saw. menjawab, “Shalat malam itu dua-dua”. [HR. Bukhari dalam Shahihnya kitab Shalat Witir no. 946]. Jadi bukanlah perkataan Ibnul Mubarak itu karena menuruti hawa nafsunya tetapi karena mengikuti hadits Nabi saw. tersebut.
Terakhir yang menjadi alasan redaktur mendhaifkan hadits shalat tasbih adalah pahala yang begitu besarnya bagi orang yang melakukan shalat ini. Maka penulis menjawab bahwa jika hadits itu shahih atau hasan, kenapa tidak mungkin? Contohnya hadits;
كلمتان خفيفتان على اللسان ، ثقيلتان في الميزان ، حبيبتان إلى الرحمن : سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم
“Dua kalimat yang ringan di lidah, tapi berat di mizan (timbangan) dan dicintai oleh ar-rahman (Allah), yakni Subhanallahi wabihamdihi; subhanallahil’adzim.” [Lihat Shahih Bukhari dan Shahih Muslim]
Siapa dari kita yang berani mengatakan bahwa hadits ini dhaif (lemah), karena pahalanya begitu besar hanya dengan mengucapkan dua kalimat tersebut ? dan masih banyak lagi contoh yang tidak mungkin penulis suguhkan dalam tulisan singkat ini.
Kesimpulan
Sebagai akhir dari pembahasan yang sangat singkat ini, kita dapat menyimpulkan bahwa tidak hanya dalam bidang fiqh terjadi ikhtilaf (perbedaan) akan tetapi para ulama hadits juga tidak lepas dari perbedaan penilaian terhadap satu hadits. Karenanya hal yang paling pokok harus dilakukan oleh seorang muslim adalah memilih mana dari pendapat tersebut yang paling kuat (rajih) untuk kemudian diikuti dan diamalkan sehingga kita memiliki landasan berpijak yang kokoh.
Kita menyadari bahwa perayaan nisfu sya’ban dan mengkhususkannya dengan melakukan shalat tasbih adalah bid’ah mungkarah, namun janganlah serta merta kita menganggap shalat tasbih sebagai suatu bid’ah pula. Seperti kita sadari bahwa Qunut pada shalat Subuh itu bid’ah, sehingga kita menganggap Qunut pada shalat Tarawih malam pertengahan akhir ramadhan-pun kita anggap bid’ah pula.
Mudah-mudahan tulisan ini menjadi pencerahan bagi kita, dan tulisan ini bukanlah sebuah legitimasi atas perayaan Nisfu Sya’ban dengan shalat Tasbih berjamaah, karena hal itu telah jelas kebid’ahannya. Wallahu a’lam.
Abu Aqil al-Atsyari (Langsa-Aceh)
Tidak dipungkiri memang, bahwa termasuk salah satu bid’ah yang gencar dilakukan pada bulan Sya’ban ini adalah pelaksanaan Shalat Tasbih secara berjamaah pada malam Nisfu, sebagaimana telah dijelaskan hukum perayaan malam tersebut dalam Buletin At-Taqwa Edisi Khusus/I, Jum’at V, 9 Sya’ban 1430H yang lalu.
Akan tetapi, ada beberapa hal yang kami anggap sebagai suatu kekeliruan dalam buletin tersebut, dimana akibat kebencian yang begitu besarnya terhadap ritual bid’ah nisfu Sya’ban telah merambat kepada anggapan bahwa shalat tasbih juga merupakan satu ibadah yang dibuat-buat hanya karena hadits tersebut “katanya” dhaif (lemah).
Sebuah syair mengatakan:
وعين الرضا عن كل عيب كليلة * كما أن عين السخط تبدى المساويا
Pandangan simpati menutup segala cela
Sebagaimana pandangan benci menampakkan segala cacat
Dan yang mendorong tulisan ini penulis turunkan adalah kalimat (pada paragraph ketiga dari akhir) dalam buletin tersebut:
“(setelah menyebutkan hadits Abdullah bin Mubarak), Dalam matan hadits ini, yang menentukan hukum cara shalat tasbih bukan Rasulullah saw., tetapi Abdullah bin Mubarak menurut hawa nafsunya sendiri.”
Sampai pada kalimat ini, penulis terhenyuk sehingga memotivasi untuk meneliti dan mentakhrij hadits-hadits tersebut. Benarkah Abdullah bin Mubarak seorang pembuat bid’ah dan pengikut hawa nafsu (ahli bid’ah wal hawa’) ? Dan benarkah hadits shalat tasbih itu dhaif (lemah) ?
Siapa Abdullah bin Mubarak
Beliau adalah tokoh besar dari kalangan Tabi’ut Tabi’in, nama beliau adalah ‘Abdullah Ibnul Mubarak Al-Hanzhali Al-Marwazi (w. 181 H). Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: “Beliau seorang yang tsiqah (terpercaya), tsabt (kokoh), faqih, ‘alim, dermawan, dan seorang mujahid. Terkumpul padanya (berbagai) sifat-sifat kebaikan.” Keutamaan beliau sangat terkenal dan diakui oleh para imam besar ahlul hadits, antara lain oleh Al-Imam Syu’bah, Sufyan bin ‘Uyainah, Yahya bin Ma’in, dan masih banyak lagi. [Tahdzibul Kamal fi Asmair Rijal, Abu Hajaj Yusuf al-Mizzi, Juz I hal. 274; Siyar A’lamun Nubala’, Adz-Dzahabi, Juz 8 hal. 378]
Kecakapan Abdullah bin Mubarak dalam bidang hadits tidaklah diragukan, sehingga banyak para ulama pada zamannya memuji beliau, sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya “Tahdzibut Tahdzib”. Bahkan Imam Muhaditsin Muslim bin Hajaj penyusun kitab Shahih Muslim juga mengambil hadits dari beliau.
Abdullah bin Mubarak juga merupakan ulama yang sangat teliti dalam bidang hadits. Hal ini tergambar dalam ungkapannya sebagai berikut:
الإسناد عندي من الدين، لولا الإسناد لقال من شاء ما شاء، فإذا قيل له: من حدثك؟ بقي
“Sanad itu merupakan bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad, niscaya siapa saja akan berkata menurut apa yang dikehendakinya.” [Lihat Muqaddimah Shahih Muslim]
Nah, dari biografi beliau yang disebutkan di banyak kitab dalam bidang Rijalul Hadits, tentunya sangatlah gegabah (tasahul) dan terburu-buru (isti’jal) jika kita menuduh beliau membuat suatu bid’ah karena menuruti hawa nafsunya, terlebih lagi hanya karena perkataan beliau “Fa’ahabbu ilayya” dalam hadits yang telah disebutkan dalam buletin tersebut.
Bukankah cukup kita katakan “beliau telah keliru” dalam masalah ini (jika memang benar beliau keliru).
Benarkah Hadits Shalat Tasbih itu Dhaif ?
Dalam masalah penilaian derajat hadits Shalat Tasbih ini sebenarnya terjadi perbedaan di kalangan ulama hadits dalam menilai keshahihan hadits seputar Shalat Tasbih tersebut. Penulis menganggap hal ini penting untuk kita ketahui bersama bahwa penilaian hadits-hadits shalat tasbih tidak muthlak dhaif (lemah), akan tetapi banyak juga para muhaditsin (ulama hadits) yang menghasankan bahkan menshahihkan hadits ini.
Karena inilah, diperlukan kecermatan kita dalam memilih mana yang lebih rajih (kuat) dari salah satu pihak yang berselisihpaham itu. Atau paling tidak kita bisa lebih bijak menyikapi permasalahan seputar shalat tasbih ini.
Dalam buletin yang lalu disebutkan, bahwa ada dua hadits yang menjadi dasar pelaksanaan Shalat Tasbih, Pertama, hadits dari Abi Rafi’ yang bersumber dari Ibnu Abbas ra., dan Kedua, hadits Abdullah bin Mubarak. [Sunan at-Tirmidzi Jilid 1 hal. 300]
Nah, sebenarnya hadits dalam masalah ini sangat banyak, sebagaimana disebutkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani mengomentari hadits dari Ibnu Abbas ra. dari jalur Ikrimah, tentang tatacara shalat tasbih ini. Dengan katanya:
وقد روى من طرق كثيرة وعن جماعة من الصحابة
“Dan sungguh (hadits tersebut) telah diriwayatkan dari banyak jalur, dari para sahabat.” [Shahih Targhib wa Tarhib, Muhammad Nasiruddin al-Albani, 1/277, Cet. Al-Ma’arif, Riyadh]
Sehingga pernyataan redaktur dalam buletin tersebut bahwa hadits tentang Shalat Tasbih itu hanya ada pada 2 kitab kutubussittah yakni sunan at-Tirmidzi dan sunan Ibnu Majah, ini adalah keliru –jika tidak ingin dikatakan salah-.
Hadits dalam masalah ini disebutkan dalam banyak tempat; Sunan Abu Daud 2/29 no.1297, Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya 2/223-224 no.1216, Ibnu Majah 2/158-159 no.1387, dan Al-Hakim 1/627-628 no.1233-1234, al-Baihaqy 3/51-52, Ath-Thobrany 11/194-195 no.11622, dan Ad-Daruquthny 1/325 no.58.
Dalam Sunan Abu Daud saja disebutkan ada 3 (tiga) jalur periwayatan; dari jalur Ibnu Abbas ra., Abdullah bin ‘Umar dan dari jalur al-Anshari.
Imam Muslim berkomentar terhadap salah satu hadits Shalat Tasbih, yakni hadits yang berasal dari jalur Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas ra. tersebut, dengan mengatakan:
لا يروى في هذا الحديث إسناد أحسن من هذا
“Saya tidak melihat sanad hadits yang lebih baik dari hadits ini” [Lihat at-Tarjih li Hadits Shalatit Tasbih, Muhammad Nasiruddin ad-Dimsyaqi, hal 41; al-Irsyad, al-Khalily, 1/327]
Imam Bukhari walaupun tidak menyebutkan hadits Shalat Tasbih ini dalam shahihnya, namun menyebutkannya dalam kitabnya “Qira’atul Makmum Khalfal Imam” dan mengisyaratkan keshahihannya.
Ulama hadits abad ini, Syeikh Muhammad Nasiruddin al-Albani dalam kitabnya “Shahih at-Targhib wat Tarhib” Juz I hal 425 telah menjelaskan keshahihan hadits Ibnu Abbas ra., tentang shalat tasbih ini dan menyebutkan hadits-hadits yang menjadi syawahid (pendukung) hadits tersebut. [Karena khawatir panjangnya pembahasan ini, maka tidak kami turunkan dalam tulisan ini. Lihat juga “al-Atsarul Marfu’ah fi Akhbaril Maudhu’ah, Abdul Hayyi al-Laknawi, hal 96]
Adapun klaim bahwa hadits-hadits shalat tasbih itu mudhtharib fil matan, ini patut dikaji-ulang, dan dipertanyakan dimana pertentangannya?
Kalau kita ingin mencermati sebenarnya hadits yang disebutkan dalam buletin tersebut (hadits pertama dan kedua) adalah saling menguatkan. Dan jika dua hadits atau lebih saling menguatkan, sudah barang tentu derajatnya akan naik, dari Dhaif menjadi Hasan li ghairi hingga Shahih li ghairi.
Ok lah, jika kita masih berkeras menganggap hadits-hadits yang ada itu bertolak belakang, sehingga timbul pertanyaan ‘Mungkinkah Rasulullah saw., itu melahirkan shalat dengan dua model yang saling bertolak belakang?’
Penulis menjawab, “Mungkin saja, tidak hanya dua model bahkan bisa lebih”. Contohnya, terkadang Rasulullah saw., bertakbir dengan mengangkat tangan sejajar bahu, dan terkadang sejajar telinga. [Lihat Shohih Bukhari dan Muslim]. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.
Inilah yang sering kita sebut dengan “Tanawu’ fi sunnah” (keragaman dalam sunnah).
Kemudian, redaktur buletin mengklaim bahwa perkataan Ibnul Mubarak “Fa’ahabbu ilayya” sebagai suatu bentuk pengadaan terhadap sesuatu yang baru, tentunya ini juga patut dipertanyakan. Bukankah dalam kitab al-Umm Imam Asy-Syafi’i juga sering bahkan seluruh kitabnya tersebar kalimat seperti itu?
Abdullah bin Mubarak ra., menganggap disukainya jika shalat tasbih pada malam hari dengan 2 (dua) kali salam adalah berdasarkan kepada hadits;
أن رجلا سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم عن صلاة الليل، فقال رسول الله عليه السلام: صلاة الليل مثنى مثنى
Seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah saw. tentang shalat malam, Rasulullah saw. menjawab, “Shalat malam itu dua-dua”. [HR. Bukhari dalam Shahihnya kitab Shalat Witir no. 946]. Jadi bukanlah perkataan Ibnul Mubarak itu karena menuruti hawa nafsunya tetapi karena mengikuti hadits Nabi saw. tersebut.
Terakhir yang menjadi alasan redaktur mendhaifkan hadits shalat tasbih adalah pahala yang begitu besarnya bagi orang yang melakukan shalat ini. Maka penulis menjawab bahwa jika hadits itu shahih atau hasan, kenapa tidak mungkin? Contohnya hadits;
كلمتان خفيفتان على اللسان ، ثقيلتان في الميزان ، حبيبتان إلى الرحمن : سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم
“Dua kalimat yang ringan di lidah, tapi berat di mizan (timbangan) dan dicintai oleh ar-rahman (Allah), yakni Subhanallahi wabihamdihi; subhanallahil’adzim.” [Lihat Shahih Bukhari dan Shahih Muslim]
Siapa dari kita yang berani mengatakan bahwa hadits ini dhaif (lemah), karena pahalanya begitu besar hanya dengan mengucapkan dua kalimat tersebut ? dan masih banyak lagi contoh yang tidak mungkin penulis suguhkan dalam tulisan singkat ini.
Kesimpulan
Sebagai akhir dari pembahasan yang sangat singkat ini, kita dapat menyimpulkan bahwa tidak hanya dalam bidang fiqh terjadi ikhtilaf (perbedaan) akan tetapi para ulama hadits juga tidak lepas dari perbedaan penilaian terhadap satu hadits. Karenanya hal yang paling pokok harus dilakukan oleh seorang muslim adalah memilih mana dari pendapat tersebut yang paling kuat (rajih) untuk kemudian diikuti dan diamalkan sehingga kita memiliki landasan berpijak yang kokoh.
Kita menyadari bahwa perayaan nisfu sya’ban dan mengkhususkannya dengan melakukan shalat tasbih adalah bid’ah mungkarah, namun janganlah serta merta kita menganggap shalat tasbih sebagai suatu bid’ah pula. Seperti kita sadari bahwa Qunut pada shalat Subuh itu bid’ah, sehingga kita menganggap Qunut pada shalat Tarawih malam pertengahan akhir ramadhan-pun kita anggap bid’ah pula.
Mudah-mudahan tulisan ini menjadi pencerahan bagi kita, dan tulisan ini bukanlah sebuah legitimasi atas perayaan Nisfu Sya’ban dengan shalat Tasbih berjamaah, karena hal itu telah jelas kebid’ahannya. Wallahu a’lam.
Abu Aqil al-Atsyari (Langsa-Aceh)
Jumat, 20 Agustus 2010
FADHILAH MEMBACA ALQURAN
OLEH; MOH. SAFRUDIN
Bulan Ramadhan merupakan bulan Al-Qur`an. Pada bulan inilah Al-Qur`an diturunkan oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana dalam firman-Nya :
)شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ (البقرة: ١٨٥
“bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil).” [Al-Baqarah : 185]
Di antara amal ibadah yang sangat ditekankan untuk diperbanyak pada bulan Ramadhan adalah membaca (tilawah) Al-Qur`anul Karim. Banyak sekali hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan tentang keutamaan membaca Al-Qur`an. Di antaranya :
1. Dari shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu : Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
« اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِه »
“Bacalah oleh kalian Al-Qur`an. Karena ia (Al-Qur`an) akan datang pada Hari Kiamat kelak sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang rajin membacanya.” [HR. Muslim 804]
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk membaca Al-Qur`an dengan bentuk perintah yang bersifat mutlak. Sehingga membaca Al-Qur`an diperintahkan pada setiap waktu dan setiap kesempatan. Lebih ditekankan lagi pada bulan Ramadhan. Nanti pada hari Kiamat, Allah subhanahu wata’ala akan menjadikan pahala membaca Al-Qur`an sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, datang memberikan syafa’at dengan seizin Allah kepada orang yang rajin membacanya.
Faidah (Pelajaran) yang diambil dari hadits :
1. Dorongan dan motivasi untuk memperbanyak membaca Al-Qur`an. Jangan sampai terlupakan darinya karena aktivitas-aktivitas lainnya.
2. Allah jadikan Al-Qur`an memberikan syafa’at kepada orang-orang yang senantiasa rajin membacanya dan mengamalkannya ketika di dunia.
2. Dari shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu : Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
« … اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ : الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ؛ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا، اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ ».
“Bacalah oleh kalian dua bunga, yaitu surat Al-Baqarah dan Surat Ali ‘Imran. Karena keduanya akan datang pada hari Kiamat seakan-akan keduanya dua awan besar atau dua kelompok besar dari burung yang akan membela orang-orang yang senantiasa rajin membacanya. Bacalah oleh kalian surat Al-Baqarah, karena sesungguhnya mengambilnya adalah barakah, meninggalkannya adalah kerugian, dan sihir tidak akan mampu menghadapinya. [HR. Muslim 804]
3. Dari shahabat An-Nawwas bin Sam’an Al-Kilabi radhiallahu ‘anhu berkata : saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
« يُؤْتَى بِالْقُرْآنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَهْلِهِ الَّذِينَ كَانُوا يَعْمَلُونَ بِهِ تَقْدُمُهُ سُورَةُ الْبَقَرَةِ وَآلُ عِمْرَانَ تُحَاجَّانِ عَنْ صَاحِبِهِمَا ».
“Akan didatangkan Al-Qur`an pada Hari Kiamat kelak dan orang yang rajin membacanya dan senantiasa rajin beramal dengannya, yang paling depan adalah surat Al-Baqarah dan surat Ali ‘Imran, keduanya akan membela orang-orang yang rajin membacanya.” [HR. Muslim 805]
Pada hadits ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memberitakan bahwa surat Al-Baqarah dan Ali ‘Imran akan membela orang-orang yang rajin membacanya. Namun Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mempersyaratkan dalam hadits ini dengan dua hal, yaitu :
- Membaca Al-Qur`an, dan
- Beramal dengannya.
Karena orang yang membaca Al-Qur`an ada dua type :
- type orang yang membacanya namun tidak beramal dengannya, tidak mengimani berita-berita Al-Qur`an, tidak mengamalkan hukum-hukumnya. Sehingga Al-Qur`an menjadi hujjah yang membantah mereka.
- Type lainnya adalah orang-orang yang membacanya dan mengimani berita-berita Al-Qur`an, membenarkannya, dan mengamalkan hukum-hukumnya, … sehingga Al-Qur`an menjadi hujjah yang membela mereka.
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
القرآن حجة لك أو عليك
“Al-Qur`an itu bisa menjadi hujjah yang membelamu atau sebaliknya menjadi hujjah yang membantahmu.” [HR. Muslim]
Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa tujuan terpenting diturunkannya Al-Qur`an adalah untuk diamalkan. Hal ini diperkuat oleh firman Allah subhanahu wata’ala :
( كتاب أنزلناه إليك مبارك ليدبروا آياته وليتذكر أولوا الألباب )
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka mentadabburi (memperhatikan) ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” [Shad : 29]
“supaya mereka mentadabburi”, yakni agar mereka berupaya memahami makna-maknanya dan beramal dengannya. Tidak mungkin bisa beramal dengannya kecuali setelah tadabbur. Dengan tadabbur akan menghasilkan ilmu, sedangkan amal merupakan buah dari ilmu.
Jadi inilah tujuan diturunkannya Al-Qur`an :
- untuk dibaca dan ditadabburi maknanya
- diimani segala beritanya
- diamalkan segala hukumnya
- direalisasikan segala perintahnya
- dijauhi segala larangannya
Faidah (Pelajaran) yang diambil dari hadits :
1. Al-Qur`an sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang rajin membacanya dan beramal dengannya.
2. Ilmu mengharuskan adanya amal. Kalau tidak maka ilmu tersebut akan menjadi hujjah yang membantahnya pada hari Kiamat.
3. Keutamaan membaca surat Al-Baqarah dan Ali ‘Imran
4. Penamaan surat-surat dalam Al-Qur`an bersifat tauqifiyyah.
4. Dari shahabat ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ )) رواه البخاري .
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya.” [Al-Bukhari 5027]
Orang yang terbaik adalah yang terkumpul padanya dua sifat tersebut, yaitu : mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya. Ia mempelajari Al-Qur`an dari gurunya, kemudian ia mengajarkan Al-Qur`an tersebut kepada orang lain. Mempelajari dan mengajarkannya di sini mencakup mempelajari dan mengajarkan lafazh-lafazh Al-Qur`an; dan mencakup juga mempelajari dan mengajarkan makna-makna Al-Qur`an.
5. Dari Ummul Mu`minin ‘Aisyah d berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الكِرَامِ البَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أجْرَانِ )) متفقٌ عَلَيْهِ
“Yang membaca Al-Qur`an dan dia mahir membacanya, dia bersama para malaikat yang mulia. Sedangkan yang membaca Al-Qur`an namun dia tidak tepat dalam membacanya dan mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala.” [Al-Bukhari 4937, Muslim 244]
Orang yang mahir membaca Al-Qur`an adalah orang yang bagus dan tepat bacaannya.
Adapun orang yang tidak tepat dalam membacanya dan mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala : pertama, pahala tilawah, dan kedua, pahala atas kecapaian dan kesulitan yang ia alami.
6. Dari shahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ مَثَلُ الأُتْرُجَّةِ : رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ ، وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ : لاَ رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ ، وَمَثلُ المُنَافِقِ الَّذِي يقرأ القرآنَ كَمَثلِ الرَّيحانَةِ : ريحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ ، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثلِ الحَنْظَلَةِ : لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ )) متفقٌ عَلَيْهِ .
“Perumpaan seorang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Al-Atrujah : aromanya wangi dan rasanya enak. Perumpamaan seorang mu`min yang tidak membaca Al-Qur`an adalah seperti buah tamr (kurma) : tidak ada aromanya namun rasanya manis.
Perumpamaan seorang munafiq namun ia rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Raihanah : aromanya wangi namun rasanya pahit. Sedangkan perumpaan seorang munafiq yang tidak rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Hanzhalah : tidak memiliki aroma dan rasanya pun pahit.” [Al-Bukhari 5427, Muslim 797]
Seorang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Al-Atrujah, yaitu buah yang aromanya wangi dan rasanya enak. Karena seorang mu`min itu jiwanya bagus, qalbunya juga baik, dan ia bisa memberikan kebaikan kepada orang lain. Duduk bersamanya terdapat kebaikan. Maka seorang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an adalah baik seluruhnya, baik pada dzatnya dan baik untuk orang lain. Dia seperti buah Al-Atrujah, aromanya wangi dan harum, rasanya pun enak dan lezat.
Adapun seorang mu’min yang tidak membaca Al-Qur`an adalah seperti buah kurma. Rasanya enak namun tidak memiliki aroma yang wangi dan harum. Jadi seorang mu’min yang rajin membaca Al-Qur`an jauh lebih utama dibanding yang tidak membaca Al-Qur`an. Tidak membaca Al-Qur`an artinya tidak mengerti bagaimana membaca Al-Qur`an, dan tidak pula berupaya untuk mempelajarinya.
Perumpamaan seorang munafiq, namun ia rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Raihanah : aromanya wangi namun rasanya pahit. Karena orang munafiq itu pada dzatnya jelek, tidak ada kebaikan padanya. Munafiq adalah : orang yang menampakkan dirinya sebagai muslim namun hatinya kafir -wal’iyya dzubillah-. Kaum munafiq inilah yang Allah nyatakan dalam firman-Nya :
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir,” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah tambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” [Al-Baqarah : 8 - 10]
Didapati orang-orang munafiq yang mampu membaca Al-Qur`an dengan bacaan yang bagus dan tartil. Namun mereka hakekatnya adalah para munafiq -wal’iyyadzubillah- yang kondisi mereka ketika membaca Al-Qur`an adalah seperti yang digambarkan oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam :
يقرؤون القرآن لا يتجاوز حناجرهم
“Mereka rajin membaca Al-Qur`an, namun bacaan Al-Qur`an mereka tidak melewati kerongkongan mereka.”
Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mengumpamakan mereka dengan buah Raihanah, yang harum aromanya, karena mereka terlihat rajin membaca Al-Qur`an; namun buah tersebut pahit rasanya, karena jelek dan jahatnya jiwa mereka serta rusaknya niat mereka.
Adapun orang munafiq yang tidak rajin membaca Al-Qur`an, maka diumpamakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam seperti buah Hanzhalah, rasanya pahit dan tidak memiliki aroma wangi. Inilah munafiq yang tidak memiliki kebaikan sama sekali. Tidak memiliki aroma wangi, karena memang ia tidak bisa membaca Al-Qur`an, disamping dzat dan jiwanya adalah dzat dan jiwa yang jelek dan jahat.
Inilah jenis-jenis manusia terkait dengan Al-Qur`an. Maka hendaknya engkau berusaha agar menjadi orang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an dengan sebenar-benar bacaan, sehingga engkau seperti buah Al-Atrujah, aromanya wangi, rasanya pun enak.
7. Dari shahabat ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( إنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الكِتَابِ أقْوَاماً وَيَضَعُ بِهِ آخرِينَ )) رواه مسلم .
“Sesungguhnya Allah dengan Al-Qur`an ini mengangkat suatu kaum, dan menghinakan kaum yang lainnya.” [HR. Muslim 269]
Bulan Ramadhan merupakan bulan Al-Qur`an. Pada bulan inilah Al-Qur`an diturunkan oleh Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana dalam firman-Nya :
)شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ (البقرة: ١٨٥
“bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, dan pembeda (antara yang haq dan yang bathil).” [Al-Baqarah : 185]
Di antara amal ibadah yang sangat ditekankan untuk diperbanyak pada bulan Ramadhan adalah membaca (tilawah) Al-Qur`anul Karim. Banyak sekali hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan tentang keutamaan membaca Al-Qur`an. Di antaranya :
1. Dari shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu : Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
« اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِه »
“Bacalah oleh kalian Al-Qur`an. Karena ia (Al-Qur`an) akan datang pada Hari Kiamat kelak sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang rajin membacanya.” [HR. Muslim 804]
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk membaca Al-Qur`an dengan bentuk perintah yang bersifat mutlak. Sehingga membaca Al-Qur`an diperintahkan pada setiap waktu dan setiap kesempatan. Lebih ditekankan lagi pada bulan Ramadhan. Nanti pada hari Kiamat, Allah subhanahu wata’ala akan menjadikan pahala membaca Al-Qur`an sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, datang memberikan syafa’at dengan seizin Allah kepada orang yang rajin membacanya.
Faidah (Pelajaran) yang diambil dari hadits :
1. Dorongan dan motivasi untuk memperbanyak membaca Al-Qur`an. Jangan sampai terlupakan darinya karena aktivitas-aktivitas lainnya.
2. Allah jadikan Al-Qur`an memberikan syafa’at kepada orang-orang yang senantiasa rajin membacanya dan mengamalkannya ketika di dunia.
2. Dari shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu : Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
« … اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ : الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ؛ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا، اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ ».
“Bacalah oleh kalian dua bunga, yaitu surat Al-Baqarah dan Surat Ali ‘Imran. Karena keduanya akan datang pada hari Kiamat seakan-akan keduanya dua awan besar atau dua kelompok besar dari burung yang akan membela orang-orang yang senantiasa rajin membacanya. Bacalah oleh kalian surat Al-Baqarah, karena sesungguhnya mengambilnya adalah barakah, meninggalkannya adalah kerugian, dan sihir tidak akan mampu menghadapinya. [HR. Muslim 804]
3. Dari shahabat An-Nawwas bin Sam’an Al-Kilabi radhiallahu ‘anhu berkata : saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
« يُؤْتَى بِالْقُرْآنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَهْلِهِ الَّذِينَ كَانُوا يَعْمَلُونَ بِهِ تَقْدُمُهُ سُورَةُ الْبَقَرَةِ وَآلُ عِمْرَانَ تُحَاجَّانِ عَنْ صَاحِبِهِمَا ».
“Akan didatangkan Al-Qur`an pada Hari Kiamat kelak dan orang yang rajin membacanya dan senantiasa rajin beramal dengannya, yang paling depan adalah surat Al-Baqarah dan surat Ali ‘Imran, keduanya akan membela orang-orang yang rajin membacanya.” [HR. Muslim 805]
Pada hadits ini Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam memberitakan bahwa surat Al-Baqarah dan Ali ‘Imran akan membela orang-orang yang rajin membacanya. Namun Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mempersyaratkan dalam hadits ini dengan dua hal, yaitu :
- Membaca Al-Qur`an, dan
- Beramal dengannya.
Karena orang yang membaca Al-Qur`an ada dua type :
- type orang yang membacanya namun tidak beramal dengannya, tidak mengimani berita-berita Al-Qur`an, tidak mengamalkan hukum-hukumnya. Sehingga Al-Qur`an menjadi hujjah yang membantah mereka.
- Type lainnya adalah orang-orang yang membacanya dan mengimani berita-berita Al-Qur`an, membenarkannya, dan mengamalkan hukum-hukumnya, … sehingga Al-Qur`an menjadi hujjah yang membela mereka.
Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
القرآن حجة لك أو عليك
“Al-Qur`an itu bisa menjadi hujjah yang membelamu atau sebaliknya menjadi hujjah yang membantahmu.” [HR. Muslim]
Dalam hadits ini terdapat dalil bahwa tujuan terpenting diturunkannya Al-Qur`an adalah untuk diamalkan. Hal ini diperkuat oleh firman Allah subhanahu wata’ala :
( كتاب أنزلناه إليك مبارك ليدبروا آياته وليتذكر أولوا الألباب )
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah, supaya mereka mentadabburi (memperhatikan) ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran.” [Shad : 29]
“supaya mereka mentadabburi”, yakni agar mereka berupaya memahami makna-maknanya dan beramal dengannya. Tidak mungkin bisa beramal dengannya kecuali setelah tadabbur. Dengan tadabbur akan menghasilkan ilmu, sedangkan amal merupakan buah dari ilmu.
Jadi inilah tujuan diturunkannya Al-Qur`an :
- untuk dibaca dan ditadabburi maknanya
- diimani segala beritanya
- diamalkan segala hukumnya
- direalisasikan segala perintahnya
- dijauhi segala larangannya
Faidah (Pelajaran) yang diambil dari hadits :
1. Al-Qur`an sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang rajin membacanya dan beramal dengannya.
2. Ilmu mengharuskan adanya amal. Kalau tidak maka ilmu tersebut akan menjadi hujjah yang membantahnya pada hari Kiamat.
3. Keutamaan membaca surat Al-Baqarah dan Ali ‘Imran
4. Penamaan surat-surat dalam Al-Qur`an bersifat tauqifiyyah.
4. Dari shahabat ‘Utsman bin ‘Affan radhiallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( خَيْرُكُمْ مَنْ تَعَلَّمَ الْقُرْآنَ وَعَلَّمَهُ )) رواه البخاري .
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya.” [Al-Bukhari 5027]
Orang yang terbaik adalah yang terkumpul padanya dua sifat tersebut, yaitu : mempelajari Al-Qur`an dan mengajarkannya. Ia mempelajari Al-Qur`an dari gurunya, kemudian ia mengajarkan Al-Qur`an tersebut kepada orang lain. Mempelajari dan mengajarkannya di sini mencakup mempelajari dan mengajarkan lafazh-lafazh Al-Qur`an; dan mencakup juga mempelajari dan mengajarkan makna-makna Al-Qur`an.
5. Dari Ummul Mu`minin ‘Aisyah d berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ وَهُوَ مَاهِرٌ بِهِ مَعَ السَّفَرَةِ الكِرَامِ البَرَرَةِ، وَالَّذِي يَقْرَأُ الْقُرْآنَ وَيَتَتَعْتَعُ فِيهِ وَهُوَ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أجْرَانِ )) متفقٌ عَلَيْهِ
“Yang membaca Al-Qur`an dan dia mahir membacanya, dia bersama para malaikat yang mulia. Sedangkan yang membaca Al-Qur`an namun dia tidak tepat dalam membacanya dan mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala.” [Al-Bukhari 4937, Muslim 244]
Orang yang mahir membaca Al-Qur`an adalah orang yang bagus dan tepat bacaannya.
Adapun orang yang tidak tepat dalam membacanya dan mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala : pertama, pahala tilawah, dan kedua, pahala atas kecapaian dan kesulitan yang ia alami.
6. Dari shahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( مَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي يَقْرَأُ القُرْآنَ مَثَلُ الأُتْرُجَّةِ : رِيحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا طَيِّبٌ ، وَمَثَلُ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثَلِ التَّمْرَةِ : لاَ رِيحَ لَهَا وَطَعْمُهَا حُلْوٌ ، وَمَثلُ المُنَافِقِ الَّذِي يقرأ القرآنَ كَمَثلِ الرَّيحانَةِ : ريحُهَا طَيِّبٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ ، وَمَثَلُ المُنَافِقِ الَّذِي لاَ يَقْرَأُ القُرْآنَ كَمَثلِ الحَنْظَلَةِ : لَيْسَ لَهَا رِيحٌ وَطَعْمُهَا مُرٌّ )) متفقٌ عَلَيْهِ .
“Perumpaan seorang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Al-Atrujah : aromanya wangi dan rasanya enak. Perumpamaan seorang mu`min yang tidak membaca Al-Qur`an adalah seperti buah tamr (kurma) : tidak ada aromanya namun rasanya manis.
Perumpamaan seorang munafiq namun ia rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Raihanah : aromanya wangi namun rasanya pahit. Sedangkan perumpaan seorang munafiq yang tidak rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Hanzhalah : tidak memiliki aroma dan rasanya pun pahit.” [Al-Bukhari 5427, Muslim 797]
Seorang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Al-Atrujah, yaitu buah yang aromanya wangi dan rasanya enak. Karena seorang mu`min itu jiwanya bagus, qalbunya juga baik, dan ia bisa memberikan kebaikan kepada orang lain. Duduk bersamanya terdapat kebaikan. Maka seorang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an adalah baik seluruhnya, baik pada dzatnya dan baik untuk orang lain. Dia seperti buah Al-Atrujah, aromanya wangi dan harum, rasanya pun enak dan lezat.
Adapun seorang mu’min yang tidak membaca Al-Qur`an adalah seperti buah kurma. Rasanya enak namun tidak memiliki aroma yang wangi dan harum. Jadi seorang mu’min yang rajin membaca Al-Qur`an jauh lebih utama dibanding yang tidak membaca Al-Qur`an. Tidak membaca Al-Qur`an artinya tidak mengerti bagaimana membaca Al-Qur`an, dan tidak pula berupaya untuk mempelajarinya.
Perumpamaan seorang munafiq, namun ia rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Raihanah : aromanya wangi namun rasanya pahit. Karena orang munafiq itu pada dzatnya jelek, tidak ada kebaikan padanya. Munafiq adalah : orang yang menampakkan dirinya sebagai muslim namun hatinya kafir -wal’iyya dzubillah-. Kaum munafiq inilah yang Allah nyatakan dalam firman-Nya :
Di antara manusia ada yang mengatakan: “Kami beriman kepada Allah dan Hari Akhir,” padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-orang yang beriman. Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedang mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit, lalu Allah tambah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.” [Al-Baqarah : 8 - 10]
Didapati orang-orang munafiq yang mampu membaca Al-Qur`an dengan bacaan yang bagus dan tartil. Namun mereka hakekatnya adalah para munafiq -wal’iyyadzubillah- yang kondisi mereka ketika membaca Al-Qur`an adalah seperti yang digambarkan oleh Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam :
يقرؤون القرآن لا يتجاوز حناجرهم
“Mereka rajin membaca Al-Qur`an, namun bacaan Al-Qur`an mereka tidak melewati kerongkongan mereka.”
Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam mengumpamakan mereka dengan buah Raihanah, yang harum aromanya, karena mereka terlihat rajin membaca Al-Qur`an; namun buah tersebut pahit rasanya, karena jelek dan jahatnya jiwa mereka serta rusaknya niat mereka.
Adapun orang munafiq yang tidak rajin membaca Al-Qur`an, maka diumpamakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam seperti buah Hanzhalah, rasanya pahit dan tidak memiliki aroma wangi. Inilah munafiq yang tidak memiliki kebaikan sama sekali. Tidak memiliki aroma wangi, karena memang ia tidak bisa membaca Al-Qur`an, disamping dzat dan jiwanya adalah dzat dan jiwa yang jelek dan jahat.
Inilah jenis-jenis manusia terkait dengan Al-Qur`an. Maka hendaknya engkau berusaha agar menjadi orang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an dengan sebenar-benar bacaan, sehingga engkau seperti buah Al-Atrujah, aromanya wangi, rasanya pun enak.
7. Dari shahabat ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
(( إنَّ اللهَ يَرْفَعُ بِهَذَا الكِتَابِ أقْوَاماً وَيَضَعُ بِهِ آخرِينَ )) رواه مسلم .
“Sesungguhnya Allah dengan Al-Qur`an ini mengangkat suatu kaum, dan menghinakan kaum yang lainnya.” [HR. Muslim 269]
Kamis, 19 Agustus 2010
PUASA, MUJAHADAH DAN PAHALA
OLEH : MOH.SAFRUDIN
Ramadhan selalu saja memberikan suasana yang berbeda apabila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Waktu dan saat-saatnya memang unik dan demikian spesial di dalam dada-dada kaum muslimin yang menunaikannya, berupa shaum dan ibadah-ibadah lainnya.
Di awal-awal Ramadhan ini, Allah kembali memberikan kesempatan emas bagi hidup kita sesuai dengan usia yang telah kita lewati sepanjang sejarah kita. Peluang itu memang mahal dan begitu utama di mata Allah swt. Banyak sekali keutamaan yang tiada batas dari Allah swt. Sehingga wajar jika Allah mengkhususkan pahala shaum ini dengan ungkapan bahasa "Wa anaa ajzii bihi" (dan Aku yang akan membalas puasa itu). Berapa kadarnya? Wallahu a'lam. Karena memang ibadah ini mencakup semua keadaan pada diri seorang mukmin. Diamnya dinilai zikir dan bicaranya dinilai ibadah. Bagi mereka yang benar-benar ingin mendapatkan nilai pahala yang besar, hendaknya benar-benar memanfaatkan momentum yang hanya sebentar ini. Tapi, kaya akan pahala di sisi Allah swt.
Puasa, memang bukan hal yang asing bagi kita selaku umat muslim. Namun yang perlu diperhatikan adalah cara menggapai semua janji-janji agung dari Allah swt yang terdapat di dalamnya. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan ini, hanya karena disibukkan dan dilalaikan dengan pekerjaan dunia kita sehari-hari. Merugilah orang yang sibuk dengan dunia yang mengakibatkan terlalaikannya ibadah-ibadah di bulan Ramadhan itu.
Kita tahu bahwa kategori umat Islam dalam melaksanakan ibadah puasa ini terbagi menjadi beberapa kelompok:
Kelompok puasa awam. Yakni puasanya orang-orang awam secara keseluruhan, di mana bagi mereka shaum Ramadhan itu hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja. Tidak lebih dari itu. Sehingga bisa kita saksikan tidak banyak ibadah-ibadah lainnya yang ia kerjakan selain yang fardhu-fardhu saja.
Kelompok puasa khusus. Yakni, puasanya orang-orang yang beriman yang selain mengendalikan aktifitas makan, minum dan berhubungan suami-istri, juga mengendalikan anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa. Selain itu mereka juga menambah ibadah-ibadah itu mereka dengan tilawah al-Qur'an sebanyak mungkin. Bahkan khatam berkali-kali untuk mengikuti sunnah Rasulullah saw. Selain itu, mereka mengamalkan sunnah-sunnah Ramadhan seperti ifthor shoim (memberi buka orang berpuasa saat menjelang maghrib tiba), shodaqoh jariyah, infak, zakat dan lain-lain.
Kelompok puasa khusus bil khusus. Kelompok ini berada di atas dua tingkatan sebelumnya. Inilah puasanya orang-orang shaleh terdahulu, para nabi dan rasul. Puasanya mereka sama sekali tidak memikirkan makanan dan minuman. Malah hatinya pun tidak terdetik untuk memikirkan ifthor nanti pakai lauk apa dan lain sebagainya. Dengan ketakwaannya yang tinggi, hati mereka juga ikut puasa dari hal-hal kecil yang bisa melalaikan mereka dari zikrullah dan meraih fadhilah puasa.
Saudaraku..Mari kita tunaikan 'hadiah' ibadah dari Allah ini dengan melakukan berbagai ketaatan secara maksimal. Dengan kata lain, tidak ada puasa dan meraih pahala, kecuali dengan melakukan mujahadah (bersungguh-sungguh) di tengah-tengah kesibukan kita mencari nafkah dan bermasyarakat. Mujahadah mengejar fadhilah-fadhilah yang Allah sediakan.
Seperti misalnya memburu lailatul qodr. Rasulullah saw:
"تحروا ليلة القدر فى العشر الأواخر"
"Burulah malam kemuliaan di sepuluh terakhir Ramadhan."(HR. Muslim)
Redaksi hadits ini menggunakan bahasa 'carilah' atau 'burulah' malam lailatul qodri. Ia mengisyaratkan kepada kita untuk sigap dan bermujahadah secara all out. Sebagaimana yang dilakukan oleh istri-istri nabi ketika mereka i'tikaf di masjid dengan mengikat bagian tubuh mereka agar tetap kuat berdiri dalam shalatnya.
Demikian pula dengan hadits:
من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
"Barangsiapa yang menegakkan shalat di malam Ramadhan dengan landasan iman dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."(al-hadits)
Begitu pula dengan suri teladan dari Rasulullah saw yang setiap malam mengaji dan mengkaji al-Qur'an bersama malaikat Jibril alaihissalam. Itu semua memberikan isyarat bahwa ibadah di bulan Ramadhan ini harus dilakukan dengan penuh mujahadah, walaupun mungkin fisik kita kurang memungkinkan. Kalau ganjaran yang Allah berikan tidaklah tanggung-tanggung, yakni surga, maka sudah sepantasnya lah kita mengoptimalkan semua potensi yang kita miliki untuk meraihnya.
Dengan mengerti bahwa pahala, ampunan dosa dan rahmat tidak bisa diperoleh melainkan dengan kerja keras dan sungguh-sungguh dalam melakukannya, maka Insya Allah janji yang telah Allah sediakan untuk kita, tidak akan lama lagi kita peroleh di penghujung Ramadhan nanti. Dan Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.
Wallahu a'lam bish-showab.
Ramadhan selalu saja memberikan suasana yang berbeda apabila dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya. Waktu dan saat-saatnya memang unik dan demikian spesial di dalam dada-dada kaum muslimin yang menunaikannya, berupa shaum dan ibadah-ibadah lainnya.
Di awal-awal Ramadhan ini, Allah kembali memberikan kesempatan emas bagi hidup kita sesuai dengan usia yang telah kita lewati sepanjang sejarah kita. Peluang itu memang mahal dan begitu utama di mata Allah swt. Banyak sekali keutamaan yang tiada batas dari Allah swt. Sehingga wajar jika Allah mengkhususkan pahala shaum ini dengan ungkapan bahasa "Wa anaa ajzii bihi" (dan Aku yang akan membalas puasa itu). Berapa kadarnya? Wallahu a'lam. Karena memang ibadah ini mencakup semua keadaan pada diri seorang mukmin. Diamnya dinilai zikir dan bicaranya dinilai ibadah. Bagi mereka yang benar-benar ingin mendapatkan nilai pahala yang besar, hendaknya benar-benar memanfaatkan momentum yang hanya sebentar ini. Tapi, kaya akan pahala di sisi Allah swt.
Puasa, memang bukan hal yang asing bagi kita selaku umat muslim. Namun yang perlu diperhatikan adalah cara menggapai semua janji-janji agung dari Allah swt yang terdapat di dalamnya. Jangan sampai kita kehilangan kesempatan ini, hanya karena disibukkan dan dilalaikan dengan pekerjaan dunia kita sehari-hari. Merugilah orang yang sibuk dengan dunia yang mengakibatkan terlalaikannya ibadah-ibadah di bulan Ramadhan itu.
Kita tahu bahwa kategori umat Islam dalam melaksanakan ibadah puasa ini terbagi menjadi beberapa kelompok:
Kelompok puasa awam. Yakni puasanya orang-orang awam secara keseluruhan, di mana bagi mereka shaum Ramadhan itu hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja. Tidak lebih dari itu. Sehingga bisa kita saksikan tidak banyak ibadah-ibadah lainnya yang ia kerjakan selain yang fardhu-fardhu saja.
Kelompok puasa khusus. Yakni, puasanya orang-orang yang beriman yang selain mengendalikan aktifitas makan, minum dan berhubungan suami-istri, juga mengendalikan anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa. Selain itu mereka juga menambah ibadah-ibadah itu mereka dengan tilawah al-Qur'an sebanyak mungkin. Bahkan khatam berkali-kali untuk mengikuti sunnah Rasulullah saw. Selain itu, mereka mengamalkan sunnah-sunnah Ramadhan seperti ifthor shoim (memberi buka orang berpuasa saat menjelang maghrib tiba), shodaqoh jariyah, infak, zakat dan lain-lain.
Kelompok puasa khusus bil khusus. Kelompok ini berada di atas dua tingkatan sebelumnya. Inilah puasanya orang-orang shaleh terdahulu, para nabi dan rasul. Puasanya mereka sama sekali tidak memikirkan makanan dan minuman. Malah hatinya pun tidak terdetik untuk memikirkan ifthor nanti pakai lauk apa dan lain sebagainya. Dengan ketakwaannya yang tinggi, hati mereka juga ikut puasa dari hal-hal kecil yang bisa melalaikan mereka dari zikrullah dan meraih fadhilah puasa.
Saudaraku..Mari kita tunaikan 'hadiah' ibadah dari Allah ini dengan melakukan berbagai ketaatan secara maksimal. Dengan kata lain, tidak ada puasa dan meraih pahala, kecuali dengan melakukan mujahadah (bersungguh-sungguh) di tengah-tengah kesibukan kita mencari nafkah dan bermasyarakat. Mujahadah mengejar fadhilah-fadhilah yang Allah sediakan.
Seperti misalnya memburu lailatul qodr. Rasulullah saw:
"تحروا ليلة القدر فى العشر الأواخر"
"Burulah malam kemuliaan di sepuluh terakhir Ramadhan."(HR. Muslim)
Redaksi hadits ini menggunakan bahasa 'carilah' atau 'burulah' malam lailatul qodri. Ia mengisyaratkan kepada kita untuk sigap dan bermujahadah secara all out. Sebagaimana yang dilakukan oleh istri-istri nabi ketika mereka i'tikaf di masjid dengan mengikat bagian tubuh mereka agar tetap kuat berdiri dalam shalatnya.
Demikian pula dengan hadits:
من قام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
"Barangsiapa yang menegakkan shalat di malam Ramadhan dengan landasan iman dan mengharap pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."(al-hadits)
Begitu pula dengan suri teladan dari Rasulullah saw yang setiap malam mengaji dan mengkaji al-Qur'an bersama malaikat Jibril alaihissalam. Itu semua memberikan isyarat bahwa ibadah di bulan Ramadhan ini harus dilakukan dengan penuh mujahadah, walaupun mungkin fisik kita kurang memungkinkan. Kalau ganjaran yang Allah berikan tidaklah tanggung-tanggung, yakni surga, maka sudah sepantasnya lah kita mengoptimalkan semua potensi yang kita miliki untuk meraihnya.
Dengan mengerti bahwa pahala, ampunan dosa dan rahmat tidak bisa diperoleh melainkan dengan kerja keras dan sungguh-sungguh dalam melakukannya, maka Insya Allah janji yang telah Allah sediakan untuk kita, tidak akan lama lagi kita peroleh di penghujung Ramadhan nanti. Dan Allah tidak akan mengingkari janji-Nya.
Wallahu a'lam bish-showab.
Minggu, 15 Agustus 2010
PUASA MELATIH MEMIMPIN DIRI SENDIRI
Memimpin orang lain biasanya sulit dilakukan, oleh karena itu tidak semua orang berhasil melakukannya. Akan tetapi memimpin diri sendiri, ternyata jauh lebih sulit dari memipin orang lain. Seseorang bisa saja menjadi lurah, camat, bupati, wali kota, gubernur, dan bahkan juga menjadi menteri. Artinya, ia bisa memimpin orang lain dan bahkan masyarakat luas. Akan tetapi belum tentu yang bersangkutan berhasil memimpin dirinya sendiri.
Orang bisa saja melarang orang lain berbicara tidak baik yang menyebabkan orang lain tersinggung dan marah. Akan tetapi dia belum tentu berhasil menahan nafsunya, sehingga tatkala menghadapi persoalan dengan orang lain, ternyata terlontar ucapan yang menyinggung perasaan dan orang lain menjadi marah.
Seorang suami bisa saja memimpin isteri dan anak-anaknya agar selalu berbuat baik, dermawan, sabar, ikhlas dan istiqomah. Akan tetapi belum tentu nilai-nilai luhur itu bisa diterapkan oleh dirinya sendiri. Seseorang ternyata hanya berhasil mempengaruhi orang lain, semisal keluarganya itu, akan tetapi belum tentu berhasil tatkala harus mengendalikan dirinya sendiri.
Memimpin diri sendiri ternyata lebih sulit daripada memimpin orang lain. Seseorang pemimpin bisa mengingatkan anak buahnya agar bertindak jujur, terbuka, disiplin, apalagi tatkala mengurus uang negara atau uang perusahaan. Tetapi ternyata, dia sendiri belum tentu lulus menjalankan nilai-nilai yang diajarkan kepada anak buahnya itu.
Para koruptor mengambil uang berjuta-juta atau bahkan milyaran rupiah. Mereka melakukan kecurangan seperti itu bukan karena tidak mengerti bahwa korupsi itu adalah jelek atau buruk dan dilarang oleh Negara. Mereka juga tahu bahwa akibat dari perilaku korupnya itu, ----jika tertangkap, akan mendapatkan hukuman berat. Mereka juga tahu bahwa resiko korupsi sedemikian berat. Tatkala yang bersangkutan harus masuk penjara, maka semua anak, isteri, saudara-saudaranya dan bahkan juga kenalannya akan malu dan sedih. Akan tetapi ternyata, masih ia lakukan juga.
Mereka berbuat korup seperti itu, lantaran tidak bisa memimpin dirinya sendiri. Ia berhasil melarang atau mengatakan “jangan” terhadap orang lain, tetapi gagal mengatakan hal serupa kepada dirinya sendiri. Artinya, ternyata melarang berbuat buruk pada diri sendiri, ternyata lebih berat dan sulit daripada melarang pada orang lain.
Puasa sebenarnya mengandung makna berlatih. Ibadah puasa ini yang tahu, hanyalah dirinya sendiri dan Tuhan. Apakah seseorang puasa atau tidak, atau sekedar pura-pura berpuasa, maka orang lain tidak ada yang tahu. Sebab betapa mudahnya, seseorang mengatakan berpuasa, padahal sesungguhnya hanya berpura-pura puasa. Oleh karena itulah maka, tatkala orang sedang berpuasa, yang bersangkutan sedang belajar memimpin dirinya sendiri. Jika lulus, maka akan disebut sebagai telah mendapatkan kemenangan, yaitu berhasil memimpin dirinya sendiri. Wallahu a’lam.
Orang bisa saja melarang orang lain berbicara tidak baik yang menyebabkan orang lain tersinggung dan marah. Akan tetapi dia belum tentu berhasil menahan nafsunya, sehingga tatkala menghadapi persoalan dengan orang lain, ternyata terlontar ucapan yang menyinggung perasaan dan orang lain menjadi marah.
Seorang suami bisa saja memimpin isteri dan anak-anaknya agar selalu berbuat baik, dermawan, sabar, ikhlas dan istiqomah. Akan tetapi belum tentu nilai-nilai luhur itu bisa diterapkan oleh dirinya sendiri. Seseorang ternyata hanya berhasil mempengaruhi orang lain, semisal keluarganya itu, akan tetapi belum tentu berhasil tatkala harus mengendalikan dirinya sendiri.
Memimpin diri sendiri ternyata lebih sulit daripada memimpin orang lain. Seseorang pemimpin bisa mengingatkan anak buahnya agar bertindak jujur, terbuka, disiplin, apalagi tatkala mengurus uang negara atau uang perusahaan. Tetapi ternyata, dia sendiri belum tentu lulus menjalankan nilai-nilai yang diajarkan kepada anak buahnya itu.
Para koruptor mengambil uang berjuta-juta atau bahkan milyaran rupiah. Mereka melakukan kecurangan seperti itu bukan karena tidak mengerti bahwa korupsi itu adalah jelek atau buruk dan dilarang oleh Negara. Mereka juga tahu bahwa akibat dari perilaku korupnya itu, ----jika tertangkap, akan mendapatkan hukuman berat. Mereka juga tahu bahwa resiko korupsi sedemikian berat. Tatkala yang bersangkutan harus masuk penjara, maka semua anak, isteri, saudara-saudaranya dan bahkan juga kenalannya akan malu dan sedih. Akan tetapi ternyata, masih ia lakukan juga.
Mereka berbuat korup seperti itu, lantaran tidak bisa memimpin dirinya sendiri. Ia berhasil melarang atau mengatakan “jangan” terhadap orang lain, tetapi gagal mengatakan hal serupa kepada dirinya sendiri. Artinya, ternyata melarang berbuat buruk pada diri sendiri, ternyata lebih berat dan sulit daripada melarang pada orang lain.
Puasa sebenarnya mengandung makna berlatih. Ibadah puasa ini yang tahu, hanyalah dirinya sendiri dan Tuhan. Apakah seseorang puasa atau tidak, atau sekedar pura-pura berpuasa, maka orang lain tidak ada yang tahu. Sebab betapa mudahnya, seseorang mengatakan berpuasa, padahal sesungguhnya hanya berpura-pura puasa. Oleh karena itulah maka, tatkala orang sedang berpuasa, yang bersangkutan sedang belajar memimpin dirinya sendiri. Jika lulus, maka akan disebut sebagai telah mendapatkan kemenangan, yaitu berhasil memimpin dirinya sendiri. Wallahu a’lam.
Kamis, 12 Agustus 2010
KEUTAMAAN PUASA RAMADHAN
Oleh : Moh. Safrudin
Kaum muslimin yang semoga yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, bulan ramadan adalah bulan yang penuh dengan barakah, bulan dimana segala kebaikan yang banyak terdapat di sana, berikut ini kami akan memaparkan beberapa keutamaan bagi seorang muslim yang berpuasa pada bulan tersebut.
Banyak sekali ayat-ayat yang tegas dan jelas dalam Al-Qur’an yang memberikan anjuran untuk melaksanakan puasa sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan juga Allah ta’ala telah menjelaskan keutamaan-keutamaannya, seperti firman-Nya:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)
Puasa Merupakan Perisai Bagi Seorang Muslim
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يا معشر الشباب من اسطاع منكم الباءة فاليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
“Wahai sekalian para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kehormatan. Barang siapa yang belum mampu menikah maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah penjaga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka pada hadits ini Rasulullah memerintahkan bagi orang yang telah kuat syahwatnya akan tetapi belum mampu untuk menikah maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi pemutus syahwat ini, karena puasa menahan kuatnya anggota badan hingga badan bisa terkontrol menenangkan seluruh anggota badan serta seluruh kekuatan (yang jelek) bisa di tahan hingga dapat melakukan ketaatan dan di belenggu dengan kendali puasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ما من عبد يصوم يوما في سبيل الله إلا باعد الله بذالك وجهه عن النار سبعين خريفا
“Tidaklah seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud sabda Rasulullah “70 musim” adalah perjalanan 70 tahun, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (6/48)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما من عبد يصوم يوما في سبيل الله إلا باعد الله بذالك وجهه عن النار سبعين خريفا
“Barang siapa berpuasa satu hari di jalan Allah maka Allah akan menjadikan di antara neraka dan dirinya parit yang jaraknya sejauh bumi dan langit.”
Maka hadits-hadits tersebut merupakan penjelasan tentang keutamaan berpuasa yang dilakukan karena ikhlas mengharapkan wajah Allah ta’ala sesuai dengan petunjuk yang telah diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barang siapa berpuasa satu hari di jalan Allah maka Allah akan menjadikan di antara neraka dan dirinya parit yang jaraknya sejauh bumi dan langit.”
Puasa Bisa Memasukkan Seorang Hamba ke Dalam Surga
Puasa dapat menjauhkan seorang hamba dari neraka, yang berarti mendekatkannya menuju surga.
Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah:
يا رسول الله دلني على عمل أدخل به الجنة
“Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku suatu amalan yang bisa memasukkanku ke dalam surga.”
Rasulullah bersabda:
عليك باصوم لا مثل له
“Hendaklah engkau melaksanakan puasa karena tidak ada yang semisal dengannya.” (HR. Nasaai, Ibnu Hibban dan Al Hakim)
Pahala Orang yang Berpuasa Tidak Terbatas, Bau Mulutnya Lebih Wangi Daripada Wangi Kesturi dan Ia Memiliki Dua Kebahagiaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ.
“Semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya, dan puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, ’sesungguhnya aku sedang berpuasa’. Dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk. Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, ia bergembira ketika berbuka, dan ia bergembira ketika bertemu dengan rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Bukhari disebutkan:
يترك طعامه وشرابه وشهوته من أجلي. الصيام لي وأنا أجزي به والحسنة بعشر أمثالها
“Ia meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena puasa untuk-Ku, dan aku yang akan membalasnya, dan kebaikan itu akan digandakan sepuluh kali lipatnya.”
Dalam riwayat muslim disebutkan:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Semua amalan bani adam akan dilipatgandakan, satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipatnya, Allah ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya, ia meninggalkan syahwat dan makannya karena aku, maka Aku yang akan membalasnya.’ Dan bagi orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-nya. Benar-benar mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum daripada harumnya misk.”
Puasa dan Al-Qur’an Akan Memberi Syafaat Kepada Ahlinya Pada Hari Kiamat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ
“Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat pada hari kiamat. Puasa mengatakan ‘Wahai Rabbku, aku menghalanginya dari makan dan syahwat pada siang hari maka berilah ia syafaat karenaku.’ Al-Qur’an pun berkata, ‘Aku menghalanginya dari tidur pada malam hari maka berilah ia syafaat karenanya.” Rasulullah mengatakan, “Maka keduanya akan memberikan syafaat.” (HR. Ahmad, Hakim)
Puasa Sebagai Kaffarat (Penebus Dosa yang Pernah Dilakukan)
Di antara keutamaan puasa yang tidak ada dalam amalan lain adalah Allah menjadikannya sebagai kaffarat bagi orang yang memotong rambut kepalanya (ketika haji) karena ada uzur sakit atau penyakit di kepalanya, puasa juga dapat menjadi kaffarat bagi orang yang tidak mampu memberi kurban, kaffarat bagi pembunuh orang kafir yang punya perjanjian karena tidak sengaja, juga sebagai kaffarat bagi orang yang membatalkan sumpah atau yang membunuh binatang buruan di tanah haram dan sebagai kaffarat zhihar (mentalak istri).
Allah ta’ala berfirman:
وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلاَ تَحْلِقُواْ رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 196)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah, dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa: 92)
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari, yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar), dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maa-idah: 89)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya Dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan Barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” (QS. Al-Maa-idah: 95)
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (٣)فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.” (QS. Al-Mujadilah: 3-4)
Demikian juga puasa dan shadaqah bisa menghapuskan musibah seseorang dari harta, keluarga dan anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فتنة الرجل في أهله وماله وجاره تكفرها الصلاة والصيام والصدقة.
“Fitnah (musibah) seorang pria dalam keluarga (istrinya), harta dan tetangganya dapat dihapuskan dengan shalat, puasa dan shadaqah.”
Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang di sebut dengan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan memasuki pintu tersebut pada hari kiamat, tidak ada selain mereka yang akan memasukinya.
Orang yang Berpuasa Akan Mendapatkan Ar-Rayyan
إن في الجنة بابا يقال له الريان، يدخل منه الصائمون يوم القيامة. لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد [فإذا دخل آخرهم أغلق ومن دخل شرب ومن شرب لم يظمأ أبدا].
“Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang di sebut dengan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan memasuki pintu tersebut pada hari kiamat, tidak ada selain mereka yang akan memasukinya. Jika orang terakhir yang berpuasa telah masuk ke dalam pintu tersebut maka pintu tersebut akan tertutup. Barang siapa yang masuk, maka ia akan minum dan barang siapa yang minum maka ia tidak akan haus untuk selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim), tambahan lafaz yang ada dalam kurung merupakan riwayat Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya
Kaum muslimin yang semoga yang dimuliakan oleh Allah ta’ala, bulan ramadan adalah bulan yang penuh dengan barakah, bulan dimana segala kebaikan yang banyak terdapat di sana, berikut ini kami akan memaparkan beberapa keutamaan bagi seorang muslim yang berpuasa pada bulan tersebut.
Banyak sekali ayat-ayat yang tegas dan jelas dalam Al-Qur’an yang memberikan anjuran untuk melaksanakan puasa sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan juga Allah ta’ala telah menjelaskan keutamaan-keutamaannya, seperti firman-Nya:
إِنَّ الْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْقَانِتِينَ وَالْقَانِتَاتِ وَالصَّادِقِينَ وَالصَّادِقَاتِ وَالصَّابِرِينَ وَالصَّابِرَاتِ وَالْخَاشِعِينَ وَالْخَاشِعَاتِ وَالْمُتَصَدِّقِينَ وَالْمُتَصَدِّقَاتِ وَالصَّائِمِينَ وَالصَّائِمَاتِ وَالْحَافِظِينَ فُرُوجَهُمْ وَالْحَافِظَاتِ وَالذَّاكِرِينَ اللَّهَ كَثِيرًا وَالذَّاكِرَاتِ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا
“Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Ahzab: 35)
Puasa Merupakan Perisai Bagi Seorang Muslim
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يا معشر الشباب من اسطاع منكم الباءة فاليتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج ومن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء
“Wahai sekalian para pemuda, barang siapa di antara kalian telah mampu untuk menikah maka hendaknya ia menikah, karena menikah dapat lebih menundukkan pandangan, dan lebih menjaga kehormatan. Barang siapa yang belum mampu menikah maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa adalah penjaga baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maka pada hadits ini Rasulullah memerintahkan bagi orang yang telah kuat syahwatnya akan tetapi belum mampu untuk menikah maka hendaknya ia berpuasa, karena puasa dapat menjadi pemutus syahwat ini, karena puasa menahan kuatnya anggota badan hingga badan bisa terkontrol menenangkan seluruh anggota badan serta seluruh kekuatan (yang jelek) bisa di tahan hingga dapat melakukan ketaatan dan di belenggu dengan kendali puasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
ما من عبد يصوم يوما في سبيل الله إلا باعد الله بذالك وجهه عن النار سبعين خريفا
“Tidaklah seorang hamba yang berpuasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia (karena puasanya) dari neraka sejauh tujuh puluh musim.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Maksud sabda Rasulullah “70 musim” adalah perjalanan 70 tahun, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (6/48)
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما من عبد يصوم يوما في سبيل الله إلا باعد الله بذالك وجهه عن النار سبعين خريفا
“Barang siapa berpuasa satu hari di jalan Allah maka Allah akan menjadikan di antara neraka dan dirinya parit yang jaraknya sejauh bumi dan langit.”
Maka hadits-hadits tersebut merupakan penjelasan tentang keutamaan berpuasa yang dilakukan karena ikhlas mengharapkan wajah Allah ta’ala sesuai dengan petunjuk yang telah diterangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Barang siapa berpuasa satu hari di jalan Allah maka Allah akan menjadikan di antara neraka dan dirinya parit yang jaraknya sejauh bumi dan langit.”
Puasa Bisa Memasukkan Seorang Hamba ke Dalam Surga
Puasa dapat menjauhkan seorang hamba dari neraka, yang berarti mendekatkannya menuju surga.
Seorang sahabat berkata kepada Rasulullah:
يا رسول الله دلني على عمل أدخل به الجنة
“Wahai Rasulullah tunjukkan kepadaku suatu amalan yang bisa memasukkanku ke dalam surga.”
Rasulullah bersabda:
عليك باصوم لا مثل له
“Hendaklah engkau melaksanakan puasa karena tidak ada yang semisal dengannya.” (HR. Nasaai, Ibnu Hibban dan Al Hakim)
Pahala Orang yang Berpuasa Tidak Terbatas, Bau Mulutnya Lebih Wangi Daripada Wangi Kesturi dan Ia Memiliki Dua Kebahagiaan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلَّا الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ وَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلَا يَرْفُثْ وَلَا يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لَخُلُوفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ.
“Semua amalan bani adam adalah untuknya kecuali puasa, karena puasa itu untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya, dan puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata keji dan berteriak-teriak. Jika ada orang yang mencacinya atau mengajaknya berkelahi maka hendaklah ia mengatakan, ’sesungguhnya aku sedang berpuasa’. Dan demi Allah yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau misk. Orang yang berpuasa mempunyai dua kegembiraan, ia bergembira ketika berbuka, dan ia bergembira ketika bertemu dengan rabbnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat Bukhari disebutkan:
يترك طعامه وشرابه وشهوته من أجلي. الصيام لي وأنا أجزي به والحسنة بعشر أمثالها
“Ia meninggalkan makan, minum dan syahwatnya karena puasa untuk-Ku, dan aku yang akan membalasnya, dan kebaikan itu akan digandakan sepuluh kali lipatnya.”
Dalam riwayat muslim disebutkan:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعمِائَة ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Semua amalan bani adam akan dilipatgandakan, satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kali lipat hingga 700 kali lipatnya, Allah ta’ala berfirman, ‘Kecuali puasa sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan aku yang akan membalasnya, ia meninggalkan syahwat dan makannya karena aku, maka Aku yang akan membalasnya.’ Dan bagi orang yang berpuasa mempunyai dua kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-nya. Benar-benar mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum daripada harumnya misk.”
Puasa dan Al-Qur’an Akan Memberi Syafaat Kepada Ahlinya Pada Hari Kiamat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الصِّيَامُ وَالْقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَقُولُ الصِّيَامُ أَيْ رَبِّ مَنَعْتُهُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتِ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَانِ
“Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat pada hari kiamat. Puasa mengatakan ‘Wahai Rabbku, aku menghalanginya dari makan dan syahwat pada siang hari maka berilah ia syafaat karenaku.’ Al-Qur’an pun berkata, ‘Aku menghalanginya dari tidur pada malam hari maka berilah ia syafaat karenanya.” Rasulullah mengatakan, “Maka keduanya akan memberikan syafaat.” (HR. Ahmad, Hakim)
Puasa Sebagai Kaffarat (Penebus Dosa yang Pernah Dilakukan)
Di antara keutamaan puasa yang tidak ada dalam amalan lain adalah Allah menjadikannya sebagai kaffarat bagi orang yang memotong rambut kepalanya (ketika haji) karena ada uzur sakit atau penyakit di kepalanya, puasa juga dapat menjadi kaffarat bagi orang yang tidak mampu memberi kurban, kaffarat bagi pembunuh orang kafir yang punya perjanjian karena tidak sengaja, juga sebagai kaffarat bagi orang yang membatalkan sumpah atau yang membunuh binatang buruan di tanah haram dan sebagai kaffarat zhihar (mentalak istri).
Allah ta’ala berfirman:
وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ فَإِنْ أُحْصِرْتُمْ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ وَلاَ تَحْلِقُواْ رُؤُوسَكُمْ حَتَّى يَبْلُغَ الْهَدْيُ مَحِلَّهُ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ بِهِ أَذًى مِّن رَّأْسِهِ فَفِدْيَةٌ مِّن صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ فَإِذَا أَمِنتُمْ فَمَن تَمَتَّعَ بِالْعُمْرَةِ إِلَى الْحَجِّ فَمَا اسْتَيْسَرَ مِنَ الْهَدْيِ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ فِي الْحَجِّ وَسَبْعَةٍ إِذَا رَجَعْتُمْ تِلْكَ عَشَرَةٌ كَامِلَةٌ ذَلِكَ لِمَن لَّمْ يَكُنْ أَهْلُهُ حَاضِرِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah. Jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu, sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), maka wajiblah atasnya berfidyah, yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. Apabila kamu telah (merasa) aman, maka bagi siapa yang ingin mengerjakan ‘umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. Demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekkah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Baqarah: 196)
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَنْ يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلا خَطَأً وَمَنْ قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَأً فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ إِلا أَنْ يَصَّدَّقُوا فَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ عَدُوٍّ لَكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ وَإِنْ كَانَ مِنْ قَوْمٍ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُمْ مِيثَاقٌ فَدِيَةٌ مُسَلَّمَةٌ إِلَى أَهْلِهِ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِنَ اللَّهِ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Dan tidak layak bagi seorang mukmin membunuh seorang mukmin (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja), dan barang siapa membunuh seorang mukmin karena tersalah (hendaklah) ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga terbunuh) bersedekah. Jika ia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar diyat yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barang siapa yang tidak memperolehnya, maka hendaklah ia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut untuk penerimaan taubat dari pada Allah, dan adalah Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa: 92)
لا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الأيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarat (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari, yang demikian itu adalah kaffarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar), dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maa-idah: 89)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَقْتُلُوا الصَّيْدَ وَأَنْتُمْ حُرُمٌ وَمَنْ قَتَلَهُ مِنْكُمْ مُتَعَمِّدًا فَجَزَاءٌ مِثْلُ مَا قَتَلَ مِنَ النَّعَمِ يَحْكُمُ بِهِ ذَوَا عَدْلٍ مِنْكُمْ هَدْيًا بَالِغَ الْكَعْبَةِ أَوْ كَفَّارَةٌ طَعَامُ مَسَاكِينَ أَوْ عَدْلُ ذَلِكَ صِيَامًا لِيَذُوقَ وَبَالَ أَمْرِهِ عَفَا اللَّهُ عَمَّا سَلَفَ وَمَنْ عَادَ فَيَنْتَقِمُ اللَّهُ مِنْهُ وَاللَّهُ عَزِيزٌ ذُو انْتِقَامٍ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan, ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadyu yang dibawa sampai ke Ka’bah atau (dendanya) membayar kaffarat dengan memberi makan orang-orang miskin atau berpuasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu, supaya Dia merasakan akibat buruk dari perbuatannya. Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan Barang siapa yang kembali mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa.” (QS. Al-Maa-idah: 95)
وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (٣)فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, Maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami istri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barang siapa yang tidak mendapatkan (budak), Maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak Kuasa (wajiblah atasnya) memberi Makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. dan Itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih.” (QS. Al-Mujadilah: 3-4)
Demikian juga puasa dan shadaqah bisa menghapuskan musibah seseorang dari harta, keluarga dan anaknya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فتنة الرجل في أهله وماله وجاره تكفرها الصلاة والصيام والصدقة.
“Fitnah (musibah) seorang pria dalam keluarga (istrinya), harta dan tetangganya dapat dihapuskan dengan shalat, puasa dan shadaqah.”
Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang di sebut dengan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan memasuki pintu tersebut pada hari kiamat, tidak ada selain mereka yang akan memasukinya.
Orang yang Berpuasa Akan Mendapatkan Ar-Rayyan
إن في الجنة بابا يقال له الريان، يدخل منه الصائمون يوم القيامة. لا يدخل منه أحد غيرهم فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد [فإذا دخل آخرهم أغلق ومن دخل شرب ومن شرب لم يظمأ أبدا].
“Sesungguhnya dalam surga ada satu pintu yang di sebut dengan Ar-Rayyan. Orang-orang yang berpuasa akan memasuki pintu tersebut pada hari kiamat, tidak ada selain mereka yang akan memasukinya. Jika orang terakhir yang berpuasa telah masuk ke dalam pintu tersebut maka pintu tersebut akan tertutup. Barang siapa yang masuk, maka ia akan minum dan barang siapa yang minum maka ia tidak akan haus untuk selamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim), tambahan lafaz yang ada dalam kurung merupakan riwayat Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya
Selasa, 10 Agustus 2010
JANGAN BIARKAN PUTRI ANDA HAMIL DILUAR NIKAH
Jangan Biarkan Putri Anda Hamil Sebelum Nika
Jangan kaget jika suatu saat, tiba-tiba putri Anda datang dan bilang “Ma!, Pa!, saya hamil”
Oleh: Moh. safrudin
BARU-BARU ini, masyarakat di Surabaya dikagetkan berita pembunuhan seorang bayi. Mayat bayi tersebut ditemukan di toilet di sebuah SMA negeri di Surabaya. Bayi naas yang baru berumur sepekan itu dibunuh dengan cara lehernya dililitkan kabel listrik. Astaghfirullah! Sang pembunuh lalu memasukkan bayi ke dalam kardus dan dibuang ke toilet. Kontan, kasus tersebut membuat geger pihak sekolah dan warga Surabaya.
Tapi, ada yang lebih menghebohkan lagi. Ternyata si pelaku pembunuhan, adalah seorang anak remaja yang masih berusia 15 tahun. Pihak kepolisian menyebut, pelaku pembunuhan tersebut seorang siswa SMA berisinial ADI. Siswa tersebut baru saja mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS) di sekolahnya. Anehnya, sejak menjalani MOS tak ada seorang pun pihak sekolah yang curiga.
Tak pelak, kasus tersebut seolah menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan terlebih bagi orangtua. Kejadian ini menjadi tanda betapa potret dunia pelajar kita sangat buram. Meski tidak memukul rata, tapi seolah jadi identik dengan pergaulan bebas yang berujung pada aborsi dan pembunuhan.
Kendati begitu, tidak arif jika kita memposisikan pelajar sebagai satu-satunya biang keladi kesalahan (trouble maker). Pelajar adalah satu bagian dari bagian lain yang luas; pendidikan, lingkungan, dan keluarga. Jadi, lebih arif jika kasus tersebut jadi bahan intropeksi kolektif seluruh elemen. Sebab, bisa jadi, dia sang pelaku adalah korban kelalaian sistem pendidikan dan longgarnya kontrol orangtua.
Kejadian ini tidak bisa dianggap sepele atau dilihat sebelah mata. Kasus seperti ini tidak lain, jika diibaratkan adalah fenomena gunung es. Kecil di permukaan, tapi besar di dalam. Karena itu, jika dibiarkan, bisa jadi, efek dari fenomena ini akan jauh lebih besar. Kita akan semakin miris. Apalagi jika melihat dampak tekhnologi yang telah menuai banyak korban. Seperti kasus terakhir video porno artis. Gara-gara melihat video tersebut, banyak korban pemerkosaan.
Rekor mengerikan
Bangsa Indonesia sering bangga menjadi penduduk muslim terbesar di dunia. Sayangnya, kebesaran itu berbanding lurus dengan rekor prestasi moralnya. Sejak lama, di dunia pelajar kita dikenal istilah yang nampaknya bagus tapi sesungguhnya sangat menyedihkan. Istilah ayam kampus dan ayam abu-abu (gray chicken), sebuah cap untuk wanita panggilan. Secara tidak langsung istilah itu menggambarkan fenomena memprihatinkan di balik dunia pelajar dan mahasiswa.
Tahun 2008, temuan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta menunjukkan, mahasiswa di Yogyakarta ternyata lebih suka membeli pulsa telepon genggam daripada membeli buku kuliah. Untuk membeli pulsa setiap bulannya, rata-rata mereka rela merogoh kocek Rp 90.200. Sedang untuk membeli buku pelajaran hanya Rp 39.750.
Hasil penelitian biaya hidup mahasiswa Yogyakarta tahun 2008 ini dipaparkan peneliti Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Ardito Bhinadi di Seven Resto Jl C. Simanjuntak Yogyakarta, Selasa (25/11/2008). Survei itu dilakukan bekerjasama dengan Bank Indonesa (BI) Yogyakarta.
Laporan terbaru oleh Norton Online Family 2010, 96% anak-anak Indonesia pernah membuka konten negatif di internet. Menyedihkannya lagi, 36% orangtua mereka tidak tahu apa yang dibuka anaknya akibat pengawasan yang minim.
Laporan Norton Online Family 2010 dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan pada April 2010 oleh Leading Edge, sebuah firma riset pasar independen atas nama Symanctec Corporation.
Dalam laporan tersebut, hanya satu dari tiga orangtua tahu tentang yang dilihat anak-anak mereka ketika online, padahal anak-anak mereka menghabiskan 64 jam untuk online setiap bulan.
Data yang tak kalah mengejutkan, menurut kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pusat dr. Sugiri Syarief, MPA sebanyak 54 persen remaja di Surabaya mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Bahkan, angka tersebut mengungguli angka di sejumlah kota besar lainnya. Seperti di Jabodetabek yang hanya (51 persen), Medan (52 persen), dan kota Bandung 47 persen.
Sebuah data yang fantastis. Ternyata, Surabaya, kota yang dikenal basis kiai memiliki jumlah remaja yang tingkat amoralnya cukup tinggi.
Jika melihat sebelumnya, kasus seperti ini sebenarnya kerap terjadi. Baik yang terekspos media ataupun yang tidak. Sayangnya, urusan moral ini, belum menjadi perhatian serius bagi sejumlah pihak, mulai pemerintah, lembaga pendidikan dan orangtua.
Bandingkanlah jika soal akademik (kognisi) siswa. Pendidik maupun orangtua akan allout memberikan perhatian. Tak sedikit sekolah yang ‘tertangkap’ basah memberi bocoran jawaban pada siswanya di saat Ujian Nasional (UN).
Lantas, bagaimana nasib akhlak siswa? Di sekolah sendiri, seperti diketahui, ada guru agama dan bagian Bimbingan Konseling (BK). Tapi, ruang geraknya masih sangat terbatas dan belum bisa memberikan pemahaman dan kontrol yang signifikan. Guru agama terbatas oleh jam ngajar. Tidak terintegrasi ke seluruh mata pelajaran.
Karena itu, sekolah harus membuat program edukatif bermuatan peningkatan moral. Program ini bisa bisa bekerjasama dengan ulama, tokoh masyarakat dan lain sebagainya. Itu karena kebutuhan siswa bukan hanya kognisi semata, tapi juga akhlak dan spiritual. Jangan sampai anak cerdas intelektual, tapi amoral.
Orangtua juga harus lebih intensif melakukan pendampingan pada anak. Jangan membiarkan anak berinteraksi dengan dunia luar yang cenderung “liar” tanpa ada kontrol dan pendampingan. Sebab, bisa dikatakan, pembiaran sama saja memasukkan anak ke sarang penyamun.
Umumnya para orangtua bangga memberi fasilitas HP dan hal-hal yang berkaitan dengan teknologi informasi, hanya saja, sebagian besar mereka kurang aware. Mungkin kurang peduli atau bahkan tak bisa sama sekali.
Banyak orangtua tak tahu apa yang diperbuat anak-anak mereka di luar sana. Ada orangtua yang bangga anaknya bisa internet dan bahkan sering pamit ke internet. Ada orangtua bangga anaknya bisa komputer dan melengkapi fasilitas kamarnya dengan koneksi internet. Seolah-olah, melengkapi semua itu menunjukkan anak mereka tidak lagi gagap teknologi.
Sedikit orangtua peka. Apa yang dibuka anak-anak mereka di internet. Dengan siapa mereka bicara dan SMS-an setiap hari. Dengan siapa mereka pergi dll. Namun para orangtua begitu kaget luar biasa setelah anak-anak mereka sudah tidak pulang selama dua minggu atau hampir sebulan setelah mengenal pria dari Facebook.
Di era modern sekarang, paradigma orangtua dalam mendidik anak mengalami pergeseran. Di zaman dahulu kala, selepas sekolah, anak disuruh mengaji Al-Quran di langgar atau masjid, sekarang justru disuruh kursus bimbel. Karena umumnya para orangtua khawatir anaknya tidak lulus dan tak bisa diterima masuk perguruan tinggi bergengsi. Hanya sedikit orangtua yang khawatir jika anak mereka dewasa tanpa bimbingan agama dan spiritual.
Imbas materialism ini menjadikan kebanyakan orangtua ingin menjadikan anak mereka sukses dengan ukuran; menjadi dokter, insinyur atau profesi yang menggiurkan. Namun urusan spiritualitas dianggap bukan sesuatu menggiurkan. Setidaknya bukan sebuah masa depan yang menjanjikan.
Wajar jika banyak orang cerdas intelektual dan punya jabatan tinggi, tapi bukan manfaat yang dihasilkan melainkan kerusakan semata. Jabatan tinggi dan gelar mentereng toh akhirnya mereka korupsi.
Pihak orangtua juga tidak bisa berpangku tangan mempercayakan pendidikan anak ke sekolah semata. Karena hakikatnya, anak adalah tanggungjawab bagi kedua orangtuanya. Kelak, di akhirat, tanggung jawab itu akan dipertanyakan oleh Allah SWT. Kedua orangtua lah orang yang pertama dimintai pertanggungjawaban, bukan pihak sekolah. Karenanya, orangtua tidak boleh permisif terhadap anak. Orangtua harus selektif dan memberikan rambu kepada anak. Lebih dari itu, orangtua harus memberikan nilai religiusitas sejak dini di rumah kepada anak. Nilai religiusitas itu tidak hanya menjadi asupan kognisi, tapi juga menjadi kebiasaan dan karakter. Jika hal ini telah terbentuk, anak dengan sendirinya akan memfilter inklinasi eksternal.
Bila hal ini tidak dilakukan, maka, jangan kaget jika suatu saat, tiba-tiba putri Anda datang dan bilang “Ma!, Pa!, saya hamil”.
Jangan kaget jika suatu saat, tiba-tiba putri Anda datang dan bilang “Ma!, Pa!, saya hamil”
Oleh: Moh. safrudin
BARU-BARU ini, masyarakat di Surabaya dikagetkan berita pembunuhan seorang bayi. Mayat bayi tersebut ditemukan di toilet di sebuah SMA negeri di Surabaya. Bayi naas yang baru berumur sepekan itu dibunuh dengan cara lehernya dililitkan kabel listrik. Astaghfirullah! Sang pembunuh lalu memasukkan bayi ke dalam kardus dan dibuang ke toilet. Kontan, kasus tersebut membuat geger pihak sekolah dan warga Surabaya.
Tapi, ada yang lebih menghebohkan lagi. Ternyata si pelaku pembunuhan, adalah seorang anak remaja yang masih berusia 15 tahun. Pihak kepolisian menyebut, pelaku pembunuhan tersebut seorang siswa SMA berisinial ADI. Siswa tersebut baru saja mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS) di sekolahnya. Anehnya, sejak menjalani MOS tak ada seorang pun pihak sekolah yang curiga.
Tak pelak, kasus tersebut seolah menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan terlebih bagi orangtua. Kejadian ini menjadi tanda betapa potret dunia pelajar kita sangat buram. Meski tidak memukul rata, tapi seolah jadi identik dengan pergaulan bebas yang berujung pada aborsi dan pembunuhan.
Kendati begitu, tidak arif jika kita memposisikan pelajar sebagai satu-satunya biang keladi kesalahan (trouble maker). Pelajar adalah satu bagian dari bagian lain yang luas; pendidikan, lingkungan, dan keluarga. Jadi, lebih arif jika kasus tersebut jadi bahan intropeksi kolektif seluruh elemen. Sebab, bisa jadi, dia sang pelaku adalah korban kelalaian sistem pendidikan dan longgarnya kontrol orangtua.
Kejadian ini tidak bisa dianggap sepele atau dilihat sebelah mata. Kasus seperti ini tidak lain, jika diibaratkan adalah fenomena gunung es. Kecil di permukaan, tapi besar di dalam. Karena itu, jika dibiarkan, bisa jadi, efek dari fenomena ini akan jauh lebih besar. Kita akan semakin miris. Apalagi jika melihat dampak tekhnologi yang telah menuai banyak korban. Seperti kasus terakhir video porno artis. Gara-gara melihat video tersebut, banyak korban pemerkosaan.
Rekor mengerikan
Bangsa Indonesia sering bangga menjadi penduduk muslim terbesar di dunia. Sayangnya, kebesaran itu berbanding lurus dengan rekor prestasi moralnya. Sejak lama, di dunia pelajar kita dikenal istilah yang nampaknya bagus tapi sesungguhnya sangat menyedihkan. Istilah ayam kampus dan ayam abu-abu (gray chicken), sebuah cap untuk wanita panggilan. Secara tidak langsung istilah itu menggambarkan fenomena memprihatinkan di balik dunia pelajar dan mahasiswa.
Tahun 2008, temuan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta menunjukkan, mahasiswa di Yogyakarta ternyata lebih suka membeli pulsa telepon genggam daripada membeli buku kuliah. Untuk membeli pulsa setiap bulannya, rata-rata mereka rela merogoh kocek Rp 90.200. Sedang untuk membeli buku pelajaran hanya Rp 39.750.
Hasil penelitian biaya hidup mahasiswa Yogyakarta tahun 2008 ini dipaparkan peneliti Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Ardito Bhinadi di Seven Resto Jl C. Simanjuntak Yogyakarta, Selasa (25/11/2008). Survei itu dilakukan bekerjasama dengan Bank Indonesa (BI) Yogyakarta.
Laporan terbaru oleh Norton Online Family 2010, 96% anak-anak Indonesia pernah membuka konten negatif di internet. Menyedihkannya lagi, 36% orangtua mereka tidak tahu apa yang dibuka anaknya akibat pengawasan yang minim.
Laporan Norton Online Family 2010 dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan pada April 2010 oleh Leading Edge, sebuah firma riset pasar independen atas nama Symanctec Corporation.
Dalam laporan tersebut, hanya satu dari tiga orangtua tahu tentang yang dilihat anak-anak mereka ketika online, padahal anak-anak mereka menghabiskan 64 jam untuk online setiap bulan.
Data yang tak kalah mengejutkan, menurut kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pusat dr. Sugiri Syarief, MPA sebanyak 54 persen remaja di Surabaya mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Bahkan, angka tersebut mengungguli angka di sejumlah kota besar lainnya. Seperti di Jabodetabek yang hanya (51 persen), Medan (52 persen), dan kota Bandung 47 persen.
Sebuah data yang fantastis. Ternyata, Surabaya, kota yang dikenal basis kiai memiliki jumlah remaja yang tingkat amoralnya cukup tinggi.
Jika melihat sebelumnya, kasus seperti ini sebenarnya kerap terjadi. Baik yang terekspos media ataupun yang tidak. Sayangnya, urusan moral ini, belum menjadi perhatian serius bagi sejumlah pihak, mulai pemerintah, lembaga pendidikan dan orangtua.
Bandingkanlah jika soal akademik (kognisi) siswa. Pendidik maupun orangtua akan allout memberikan perhatian. Tak sedikit sekolah yang ‘tertangkap’ basah memberi bocoran jawaban pada siswanya di saat Ujian Nasional (UN).
Lantas, bagaimana nasib akhlak siswa? Di sekolah sendiri, seperti diketahui, ada guru agama dan bagian Bimbingan Konseling (BK). Tapi, ruang geraknya masih sangat terbatas dan belum bisa memberikan pemahaman dan kontrol yang signifikan. Guru agama terbatas oleh jam ngajar. Tidak terintegrasi ke seluruh mata pelajaran.
Karena itu, sekolah harus membuat program edukatif bermuatan peningkatan moral. Program ini bisa bisa bekerjasama dengan ulama, tokoh masyarakat dan lain sebagainya. Itu karena kebutuhan siswa bukan hanya kognisi semata, tapi juga akhlak dan spiritual. Jangan sampai anak cerdas intelektual, tapi amoral.
Orangtua juga harus lebih intensif melakukan pendampingan pada anak. Jangan membiarkan anak berinteraksi dengan dunia luar yang cenderung “liar” tanpa ada kontrol dan pendampingan. Sebab, bisa dikatakan, pembiaran sama saja memasukkan anak ke sarang penyamun.
Umumnya para orangtua bangga memberi fasilitas HP dan hal-hal yang berkaitan dengan teknologi informasi, hanya saja, sebagian besar mereka kurang aware. Mungkin kurang peduli atau bahkan tak bisa sama sekali.
Banyak orangtua tak tahu apa yang diperbuat anak-anak mereka di luar sana. Ada orangtua yang bangga anaknya bisa internet dan bahkan sering pamit ke internet. Ada orangtua bangga anaknya bisa komputer dan melengkapi fasilitas kamarnya dengan koneksi internet. Seolah-olah, melengkapi semua itu menunjukkan anak mereka tidak lagi gagap teknologi.
Sedikit orangtua peka. Apa yang dibuka anak-anak mereka di internet. Dengan siapa mereka bicara dan SMS-an setiap hari. Dengan siapa mereka pergi dll. Namun para orangtua begitu kaget luar biasa setelah anak-anak mereka sudah tidak pulang selama dua minggu atau hampir sebulan setelah mengenal pria dari Facebook.
Di era modern sekarang, paradigma orangtua dalam mendidik anak mengalami pergeseran. Di zaman dahulu kala, selepas sekolah, anak disuruh mengaji Al-Quran di langgar atau masjid, sekarang justru disuruh kursus bimbel. Karena umumnya para orangtua khawatir anaknya tidak lulus dan tak bisa diterima masuk perguruan tinggi bergengsi. Hanya sedikit orangtua yang khawatir jika anak mereka dewasa tanpa bimbingan agama dan spiritual.
Imbas materialism ini menjadikan kebanyakan orangtua ingin menjadikan anak mereka sukses dengan ukuran; menjadi dokter, insinyur atau profesi yang menggiurkan. Namun urusan spiritualitas dianggap bukan sesuatu menggiurkan. Setidaknya bukan sebuah masa depan yang menjanjikan.
Wajar jika banyak orang cerdas intelektual dan punya jabatan tinggi, tapi bukan manfaat yang dihasilkan melainkan kerusakan semata. Jabatan tinggi dan gelar mentereng toh akhirnya mereka korupsi.
Pihak orangtua juga tidak bisa berpangku tangan mempercayakan pendidikan anak ke sekolah semata. Karena hakikatnya, anak adalah tanggungjawab bagi kedua orangtuanya. Kelak, di akhirat, tanggung jawab itu akan dipertanyakan oleh Allah SWT. Kedua orangtua lah orang yang pertama dimintai pertanggungjawaban, bukan pihak sekolah. Karenanya, orangtua tidak boleh permisif terhadap anak. Orangtua harus selektif dan memberikan rambu kepada anak. Lebih dari itu, orangtua harus memberikan nilai religiusitas sejak dini di rumah kepada anak. Nilai religiusitas itu tidak hanya menjadi asupan kognisi, tapi juga menjadi kebiasaan dan karakter. Jika hal ini telah terbentuk, anak dengan sendirinya akan memfilter inklinasi eksternal.
Bila hal ini tidak dilakukan, maka, jangan kaget jika suatu saat, tiba-tiba putri Anda datang dan bilang “Ma!, Pa!, saya hamil”.
Jangan Biarkan Putri Anda Hamil Sebelum Ni
Jangan kaget jika suatu saat, tiba-tiba putri Anda datang dan bilang “Ma!, Pa!, saya hamil”
Oleh: Moh. Safrudin
BARU-BARU ini, masyarakat di Surabaya dikagetkan berita pembunuhan seorang bayi. Mayat bayi tersebut ditemukan di toilet di sebuah SMA negeri di Surabaya. Bayi naas yang baru berumur sepekan itu dibunuh dengan cara lehernya dililitkan kabel listrik. Astaghfirullah! Sang pembunuh lalu memasukkan bayi ke dalam kardus dan dibuang ke toilet. Kontan, kasus tersebut membuat geger pihak sekolah dan warga Surabaya.
Tapi, ada yang lebih menghebohkan lagi. Ternyata si pelaku pembunuhan, adalah seorang anak remaja yang masih berusia 15 tahun. Pihak kepolisian menyebut, pelaku pembunuhan tersebut seorang siswa SMA berisinial ADI. Siswa tersebut baru saja mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS) di sekolahnya. Anehnya, sejak menjalani MOS tak ada seorang pun pihak sekolah yang curiga.
Tak pelak, kasus tersebut seolah menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan terlebih bagi orangtua. Kejadian ini menjadi tanda betapa potret dunia pelajar kita sangat buram. Meski tidak memukul rata, tapi seolah jadi identik dengan pergaulan bebas yang berujung pada aborsi dan pembunuhan.
Kendati begitu, tidak arif jika kita memposisikan pelajar sebagai satu-satunya biang keladi kesalahan (trouble maker). Pelajar adalah satu bagian dari bagian lain yang luas; pendidikan, lingkungan, dan keluarga. Jadi, lebih arif jika kasus tersebut jadi bahan intropeksi kolektif seluruh elemen. Sebab, bisa jadi, dia sang pelaku adalah korban kelalaian sistem pendidikan dan longgarnya kontrol orangtua.
Kejadian ini tidak bisa dianggap sepele atau dilihat sebelah mata. Kasus seperti ini tidak lain, jika diibaratkan adalah fenomena gunung es. Kecil di permukaan, tapi besar di dalam. Karena itu, jika dibiarkan, bisa jadi, efek dari fenomena ini akan jauh lebih besar. Kita akan semakin miris. Apalagi jika melihat dampak tekhnologi yang telah menuai banyak korban. Seperti kasus terakhir video porno artis. Gara-gara melihat video tersebut, banyak korban pemerkosaan.
Rekor mengerikan
Bangsa Indonesia sering bangga menjadi penduduk muslim terbesar di dunia. Sayangnya, kebesaran itu berbanding lurus dengan rekor prestasi moralnya. Sejak lama, di dunia pelajar kita dikenal istilah yang nampaknya bagus tapi sesungguhnya sangat menyedihkan. Istilah ayam kampus dan ayam abu-abu (gray chicken), sebuah cap untuk wanita panggilan. Secara tidak langsung istilah itu menggambarkan fenomena memprihatinkan di balik dunia pelajar dan mahasiswa.
Tahun 2008, temuan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta menunjukkan, mahasiswa di Yogyakarta ternyata lebih suka membeli pulsa telepon genggam daripada membeli buku kuliah. Untuk membeli pulsa setiap bulannya, rata-rata mereka rela merogoh kocek Rp 90.200. Sedang untuk membeli buku pelajaran hanya Rp 39.750.
Hasil penelitian biaya hidup mahasiswa Yogyakarta tahun 2008 ini dipaparkan peneliti Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Ardito Bhinadi di Seven Resto Jl C. Simanjuntak Yogyakarta, Selasa (25/11/2008). Survei itu dilakukan bekerjasama dengan Bank Indonesa (BI) Yogyakarta.
Laporan terbaru oleh Norton Online Family 2010, 96% anak-anak Indonesia pernah membuka konten negatif di internet. Menyedihkannya lagi, 36% orangtua mereka tidak tahu apa yang dibuka anaknya akibat pengawasan yang minim.
Laporan Norton Online Family 2010 dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan pada April 2010 oleh Leading Edge, sebuah firma riset pasar independen atas nama Symanctec Corporation.
Dalam laporan tersebut, hanya satu dari tiga orangtua tahu tentang yang dilihat anak-anak mereka ketika online, padahal anak-anak mereka menghabiskan 64 jam untuk online setiap bulan.
Data yang tak kalah mengejutkan, menurut kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pusat dr. Sugiri Syarief, MPA sebanyak 54 persen remaja di Surabaya mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Bahkan, angka tersebut mengungguli angka di sejumlah kota besar lainnya. Seperti di Jabodetabek yang hanya (51 persen), Medan (52 persen), dan kota Bandung 47 persen.
Sebuah data yang fantastis. Ternyata, Surabaya, kota yang dikenal basis kiai memiliki jumlah remaja yang tingkat amoralnya cukup tinggi.
Jika melihat sebelumnya, kasus seperti ini sebenarnya kerap terjadi. Baik yang terekspos media ataupun yang tidak. Sayangnya, urusan moral ini, belum menjadi perhatian serius bagi sejumlah pihak, mulai pemerintah, lembaga pendidikan dan orangtua.
Bandingkanlah jika soal akademik (kognisi) siswa. Pendidik maupun orangtua akan allout memberikan perhatian. Tak sedikit sekolah yang ‘tertangkap’ basah memberi bocoran jawaban pada siswanya di saat Ujian Nasional (UN).
Lantas, bagaimana nasib akhlak siswa? Di sekolah sendiri, seperti diketahui, ada guru agama dan bagian Bimbingan Konseling (BK). Tapi, ruang geraknya masih sangat terbatas dan belum bisa memberikan pemahaman dan kontrol yang signifikan. Guru agama terbatas oleh jam ngajar. Tidak terintegrasi ke seluruh mata pelajaran.
Karena itu, sekolah harus membuat program edukatif bermuatan peningkatan moral. Program ini bisa bisa bekerjasama dengan ulama, tokoh masyarakat dan lain sebagainya. Itu karena kebutuhan siswa bukan hanya kognisi semata, tapi juga akhlak dan spiritual. Jangan sampai anak cerdas intelektual, tapi amoral.
Orangtua juga harus lebih intensif melakukan pendampingan pada anak. Jangan membiarkan anak berinteraksi dengan dunia luar yang cenderung “liar” tanpa ada kontrol dan pendampingan. Sebab, bisa dikatakan, pembiaran sama saja memasukkan anak ke sarang penyamun.
Umumnya para orangtua bangga memberi fasilitas HP dan hal-hal yang berkaitan dengan teknologi informasi, hanya saja, sebagian besar mereka kurang aware. Mungkin kurang peduli atau bahkan tak bisa sama sekali.
Banyak orangtua tak tahu apa yang diperbuat anak-anak mereka di luar sana. Ada orangtua yang bangga anaknya bisa internet dan bahkan sering pamit ke internet. Ada orangtua bangga anaknya bisa komputer dan melengkapi fasilitas kamarnya dengan koneksi internet. Seolah-olah, melengkapi semua itu menunjukkan anak mereka tidak lagi gagap teknologi.
Sedikit orangtua peka. Apa yang dibuka anak-anak mereka di internet. Dengan siapa mereka bicara dan SMS-an setiap hari. Dengan siapa mereka pergi dll. Namun para orangtua begitu kaget luar biasa setelah anak-anak mereka sudah tidak pulang selama dua minggu atau hampir sebulan setelah mengenal pria dari Facebook.
Di era modern sekarang, paradigma orangtua dalam mendidik anak mengalami pergeseran. Di zaman dahulu kala, selepas sekolah, anak disuruh mengaji Al-Quran di langgar atau masjid, sekarang justru disuruh kursus bimbel. Karena umumnya para orangtua khawatir anaknya tidak lulus dan tak bisa diterima masuk perguruan tinggi bergengsi. Hanya sedikit orangtua yang khawatir jika anak mereka dewasa tanpa bimbingan agama dan spiritual.
Imbas materialism ini menjadikan kebanyakan orangtua ingin menjadikan anak mereka sukses dengan ukuran; menjadi dokter, insinyur atau profesi yang menggiurkan. Namun urusan spiritualitas dianggap bukan sesuatu menggiurkan. Setidaknya bukan sebuah masa depan yang menjanjikan.
Wajar jika banyak orang cerdas intelektual dan punya jabatan tinggi, tapi bukan manfaat yang dihasilkan melainkan kerusakan semata. Jabatan tinggi dan gelar mentereng toh akhirnya mereka korupsi.
Pihak orangtua juga tidak bisa berpangku tangan mempercayakan pendidikan anak ke sekolah semata. Karena hakikatnya, anak adalah tanggungjawab bagi kedua orangtuanya. Kelak, di akhirat, tanggung jawab itu akan dipertanyakan oleh Allah SWT. Kedua orangtua lah orang yang pertama dimintai pertanggungjawaban, bukan pihak sekolah. Karenanya, orangtua tidak boleh permisif terhadap anak. Orangtua harus selektif dan memberikan rambu kepada anak. Lebih dari itu, orangtua harus memberikan nilai religiusitas sejak dini di rumah kepada anak. Nilai religiusitas itu tidak hanya menjadi asupan kognisi, tapi juga menjadi kebiasaan dan karakter. Jika hal ini telah terbentuk, anak dengan sendirinya akan memfilter inklinasi eksternal.
Bila hal ini tidak dilakukan, maka, jangan kaget jika suatu saat, tiba-tiba putri Anda datang dan bilang “Ma!, Pa!, saya hamil”.
Jangan kaget jika suatu saat, tiba-tiba putri Anda datang dan bilang “Ma!, Pa!, saya hamil”
Oleh: Moh. Safrudin
BARU-BARU ini, masyarakat di Surabaya dikagetkan berita pembunuhan seorang bayi. Mayat bayi tersebut ditemukan di toilet di sebuah SMA negeri di Surabaya. Bayi naas yang baru berumur sepekan itu dibunuh dengan cara lehernya dililitkan kabel listrik. Astaghfirullah! Sang pembunuh lalu memasukkan bayi ke dalam kardus dan dibuang ke toilet. Kontan, kasus tersebut membuat geger pihak sekolah dan warga Surabaya.
Tapi, ada yang lebih menghebohkan lagi. Ternyata si pelaku pembunuhan, adalah seorang anak remaja yang masih berusia 15 tahun. Pihak kepolisian menyebut, pelaku pembunuhan tersebut seorang siswa SMA berisinial ADI. Siswa tersebut baru saja mengikuti Masa Orientasi Siswa (MOS) di sekolahnya. Anehnya, sejak menjalani MOS tak ada seorang pun pihak sekolah yang curiga.
Tak pelak, kasus tersebut seolah menjadi tamparan keras bagi dunia pendidikan terlebih bagi orangtua. Kejadian ini menjadi tanda betapa potret dunia pelajar kita sangat buram. Meski tidak memukul rata, tapi seolah jadi identik dengan pergaulan bebas yang berujung pada aborsi dan pembunuhan.
Kendati begitu, tidak arif jika kita memposisikan pelajar sebagai satu-satunya biang keladi kesalahan (trouble maker). Pelajar adalah satu bagian dari bagian lain yang luas; pendidikan, lingkungan, dan keluarga. Jadi, lebih arif jika kasus tersebut jadi bahan intropeksi kolektif seluruh elemen. Sebab, bisa jadi, dia sang pelaku adalah korban kelalaian sistem pendidikan dan longgarnya kontrol orangtua.
Kejadian ini tidak bisa dianggap sepele atau dilihat sebelah mata. Kasus seperti ini tidak lain, jika diibaratkan adalah fenomena gunung es. Kecil di permukaan, tapi besar di dalam. Karena itu, jika dibiarkan, bisa jadi, efek dari fenomena ini akan jauh lebih besar. Kita akan semakin miris. Apalagi jika melihat dampak tekhnologi yang telah menuai banyak korban. Seperti kasus terakhir video porno artis. Gara-gara melihat video tersebut, banyak korban pemerkosaan.
Rekor mengerikan
Bangsa Indonesia sering bangga menjadi penduduk muslim terbesar di dunia. Sayangnya, kebesaran itu berbanding lurus dengan rekor prestasi moralnya. Sejak lama, di dunia pelajar kita dikenal istilah yang nampaknya bagus tapi sesungguhnya sangat menyedihkan. Istilah ayam kampus dan ayam abu-abu (gray chicken), sebuah cap untuk wanita panggilan. Secara tidak langsung istilah itu menggambarkan fenomena memprihatinkan di balik dunia pelajar dan mahasiswa.
Tahun 2008, temuan Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Yogyakarta menunjukkan, mahasiswa di Yogyakarta ternyata lebih suka membeli pulsa telepon genggam daripada membeli buku kuliah. Untuk membeli pulsa setiap bulannya, rata-rata mereka rela merogoh kocek Rp 90.200. Sedang untuk membeli buku pelajaran hanya Rp 39.750.
Hasil penelitian biaya hidup mahasiswa Yogyakarta tahun 2008 ini dipaparkan peneliti Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran, Ardito Bhinadi di Seven Resto Jl C. Simanjuntak Yogyakarta, Selasa (25/11/2008). Survei itu dilakukan bekerjasama dengan Bank Indonesa (BI) Yogyakarta.
Laporan terbaru oleh Norton Online Family 2010, 96% anak-anak Indonesia pernah membuka konten negatif di internet. Menyedihkannya lagi, 36% orangtua mereka tidak tahu apa yang dibuka anaknya akibat pengawasan yang minim.
Laporan Norton Online Family 2010 dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan pada April 2010 oleh Leading Edge, sebuah firma riset pasar independen atas nama Symanctec Corporation.
Dalam laporan tersebut, hanya satu dari tiga orangtua tahu tentang yang dilihat anak-anak mereka ketika online, padahal anak-anak mereka menghabiskan 64 jam untuk online setiap bulan.
Data yang tak kalah mengejutkan, menurut kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pusat dr. Sugiri Syarief, MPA sebanyak 54 persen remaja di Surabaya mengaku pernah melakukan hubungan seks pranikah. Bahkan, angka tersebut mengungguli angka di sejumlah kota besar lainnya. Seperti di Jabodetabek yang hanya (51 persen), Medan (52 persen), dan kota Bandung 47 persen.
Sebuah data yang fantastis. Ternyata, Surabaya, kota yang dikenal basis kiai memiliki jumlah remaja yang tingkat amoralnya cukup tinggi.
Jika melihat sebelumnya, kasus seperti ini sebenarnya kerap terjadi. Baik yang terekspos media ataupun yang tidak. Sayangnya, urusan moral ini, belum menjadi perhatian serius bagi sejumlah pihak, mulai pemerintah, lembaga pendidikan dan orangtua.
Bandingkanlah jika soal akademik (kognisi) siswa. Pendidik maupun orangtua akan allout memberikan perhatian. Tak sedikit sekolah yang ‘tertangkap’ basah memberi bocoran jawaban pada siswanya di saat Ujian Nasional (UN).
Lantas, bagaimana nasib akhlak siswa? Di sekolah sendiri, seperti diketahui, ada guru agama dan bagian Bimbingan Konseling (BK). Tapi, ruang geraknya masih sangat terbatas dan belum bisa memberikan pemahaman dan kontrol yang signifikan. Guru agama terbatas oleh jam ngajar. Tidak terintegrasi ke seluruh mata pelajaran.
Karena itu, sekolah harus membuat program edukatif bermuatan peningkatan moral. Program ini bisa bisa bekerjasama dengan ulama, tokoh masyarakat dan lain sebagainya. Itu karena kebutuhan siswa bukan hanya kognisi semata, tapi juga akhlak dan spiritual. Jangan sampai anak cerdas intelektual, tapi amoral.
Orangtua juga harus lebih intensif melakukan pendampingan pada anak. Jangan membiarkan anak berinteraksi dengan dunia luar yang cenderung “liar” tanpa ada kontrol dan pendampingan. Sebab, bisa dikatakan, pembiaran sama saja memasukkan anak ke sarang penyamun.
Umumnya para orangtua bangga memberi fasilitas HP dan hal-hal yang berkaitan dengan teknologi informasi, hanya saja, sebagian besar mereka kurang aware. Mungkin kurang peduli atau bahkan tak bisa sama sekali.
Banyak orangtua tak tahu apa yang diperbuat anak-anak mereka di luar sana. Ada orangtua yang bangga anaknya bisa internet dan bahkan sering pamit ke internet. Ada orangtua bangga anaknya bisa komputer dan melengkapi fasilitas kamarnya dengan koneksi internet. Seolah-olah, melengkapi semua itu menunjukkan anak mereka tidak lagi gagap teknologi.
Sedikit orangtua peka. Apa yang dibuka anak-anak mereka di internet. Dengan siapa mereka bicara dan SMS-an setiap hari. Dengan siapa mereka pergi dll. Namun para orangtua begitu kaget luar biasa setelah anak-anak mereka sudah tidak pulang selama dua minggu atau hampir sebulan setelah mengenal pria dari Facebook.
Di era modern sekarang, paradigma orangtua dalam mendidik anak mengalami pergeseran. Di zaman dahulu kala, selepas sekolah, anak disuruh mengaji Al-Quran di langgar atau masjid, sekarang justru disuruh kursus bimbel. Karena umumnya para orangtua khawatir anaknya tidak lulus dan tak bisa diterima masuk perguruan tinggi bergengsi. Hanya sedikit orangtua yang khawatir jika anak mereka dewasa tanpa bimbingan agama dan spiritual.
Imbas materialism ini menjadikan kebanyakan orangtua ingin menjadikan anak mereka sukses dengan ukuran; menjadi dokter, insinyur atau profesi yang menggiurkan. Namun urusan spiritualitas dianggap bukan sesuatu menggiurkan. Setidaknya bukan sebuah masa depan yang menjanjikan.
Wajar jika banyak orang cerdas intelektual dan punya jabatan tinggi, tapi bukan manfaat yang dihasilkan melainkan kerusakan semata. Jabatan tinggi dan gelar mentereng toh akhirnya mereka korupsi.
Pihak orangtua juga tidak bisa berpangku tangan mempercayakan pendidikan anak ke sekolah semata. Karena hakikatnya, anak adalah tanggungjawab bagi kedua orangtuanya. Kelak, di akhirat, tanggung jawab itu akan dipertanyakan oleh Allah SWT. Kedua orangtua lah orang yang pertama dimintai pertanggungjawaban, bukan pihak sekolah. Karenanya, orangtua tidak boleh permisif terhadap anak. Orangtua harus selektif dan memberikan rambu kepada anak. Lebih dari itu, orangtua harus memberikan nilai religiusitas sejak dini di rumah kepada anak. Nilai religiusitas itu tidak hanya menjadi asupan kognisi, tapi juga menjadi kebiasaan dan karakter. Jika hal ini telah terbentuk, anak dengan sendirinya akan memfilter inklinasi eksternal.
Bila hal ini tidak dilakukan, maka, jangan kaget jika suatu saat, tiba-tiba putri Anda datang dan bilang “Ma!, Pa!, saya hamil”.
Langganan:
Postingan (Atom)