Rabu, 25 Agustus 2010

PUASA, MELATIH KITA UNTUK MENAHAN DIRI

Sekedar menahan diri ternyata tidak mudah dilakukan. Tidak semua orang bisa. Banyak orang pintar dan bahkan berpendidikan tinggi, belum tentu sanggup menahan diri. Seorang pejabat, pemimpin masyarakat, dan bahkan juga ulama’ sekalipun, ternyata belum tentu lulus tatkala di hadapkan pada persoalan harus menahan diri.



Contoh tentang hal itu cukup banyak, sehingga mudah didapatkan. Seorang pejabat pemerintah yang seharusnya selalu menjaga amanah, jujur, dan adil, ternyata banyak yang tidak berhasil menunaikannya. Pejabat yang menyeleweng, korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah menunjukkan bahwasanya yang bersangkutan tidak menahan diri itu. Mereka lebih mengikuti hawa nafsu, emosi, dan menuruti kemauannya sendiri, dari pada yang seharusnya dilakukan sebagai seorang tokoh yang dijadikan anutan.



Seorang pemimpin masyarakat, yang semestinya menjadi contoh atau tauladan, justru menjadi pelopor berbuat yang tidak terpuji. Seorang ulama’ yang seharusnya menjadi orang yang bisa dianut, terpandang, dan dihormati, ternyata masih ada saja yang berbuat tidak sesuai dengan fatwanya. Maka artinya, menahan diri ternyata bukan pekerjaan mudah. Tidak semua orang sanggup menjalaninya.



Demikian pula, seseorang cepat marah, tersinggung, suka merendahkan orang, sombong, angkuh, bakhil atau kikir, dan sifat-sifat rendah lainnya yang dtonjolkan, oleh karena yang bersangkutan itu sebenarnya tidak mampu mengendalikan dirinya. Mereka sebenarnya sudah tahu, bahwa sifat-sifat seperti itu adalah buruk dan tidak terpuji. Namun tetap dilakukan, karena mereka tidak berhasil menahan diri. Mereka juga tahu bahwa dengan sifat tersebut, orang lain menjadi tidak suka dan bahkan membencinya.



Puasa adalah ibadah berupa menahan diri, yaitu tidak makan atau tidak minum serta tidak berkumpul suami isteri di siang hari. Pada saat itu sebenarnya ada makanan dan minuman, ada isteri atau suami di rumah, dan bisa menjalankan apa saja dengannya. Akan tetapi, keinginan makan makanan yang tersedia itu ditahan, hingga waktu dibolehkannya, yaitu tatkala matahari sudah terbenam. Begitu juga terdapat minuman, tetapi harus ditahan untuk tidak minum sampai waktu tertentu. Puasa adalah menahan tidak melakukan apa saja yang membatalkan puasanya.



Pada saat puasa juga menahan tidak melakukan hal yang mengurangi atau menghilangkan makna puasanya seperti bercakap-cakap yang bisa menyakiti orang lain, mengumpat, menghina, mengolok-olok orang lain, menghibah, berlaku sombong, dan seterusnya. Sekalipun bercakap-cakap atau berbuat seperti tersebut dirasakan nikmat olehnya, maka tidak dibolehkan dalam berpuasa. Menahan tidak melakukan hal seperti itu, bagi sementara orang adalah tidak mudah. Akan tetapi dalam berpuasa, harus ditahan, dan tidak dilakukannya.



Puasa sebagai sebuah ujian, maka ada yang lulus dan sebaliknya, gagal. Bagi mereka yang lulus maka disebut sebagai seorang bertaqwa. Itulah tujuan puasa, agar seseorang yang menjalaninya memperoleh derajad yang mulia itu. Sebaliknya yang tidak berhasil lulus, maka puasanya akan sia-sia. Maka, dikatakan dalam hadits nabi, bahwa banyak orang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa, kecuali lapar dan dahaga. Artinya yang bersangkutan masih belum berhasil dalam menjalani ujian menahan diri itu. Oleh karena ternyata, ujian tersebut memang tidak mudah dilakukan oleh siapapun. Semogalah kita semua lulus, sehingga puasa kita tidak sia-sia. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar